ATT, Si Tentara Demokrasi
Oleh : Simon Saragih
ATT adalah singkatan dari Amadou Toumani Toure. Dialah Presiden Mali, negara di Afrika Barat. ATT dianggap bisa menjadi teladan bagi Afrika dan negara berkembang. ATT juga dijuluki sebagai soldier of democracy dari Mali, negara berpenduduk 13 juta jiwa yang mayoritas penduduknya Muslim.
Keharuman nama ATT antara lain karena dia berperan membuat Mali menjadi salah satu negara dengan demokrasi terbaik di Afrika. Pamor ATT dimulai pada tahun 1991 ketika ia memimpin kudeta yang menjungkalkan Moussa Traore, diktator yang berkuasa selama 23 tahun. Kemudian ATT melepaskan jabatan setelah berkuasa sementara sebagai penjabat kepala negara periode 1991-1992.
Ia mengajak oposisi turut memikirkan masa depan Mali dan melupakan politik antagonis. ATT mengajak semua elite politik membebaskan 80 persen warga dari kemiskinan akut. Mali berada di lahan tandus, Gurun Sahara.
Negara penghasil emas nomor tiga di Afrika ini juga menjadi ajang konflik yang mengharu biru sejak merdeka dari Perancis tahun 1960. Mali pernah menjadi bagian dari Republik Sudan dan pada tahun 1959 menjadi Federasi Mali bersama Senegal. Senegal lalu memisahkan diri dan Mali pun merdeka pada tahun 1960.
ATT yang bersuara lembut dan bersahaja memilih pendekatan dan mau memahami orang lain. Karakter ini bukanlah ciri utama militer pemimpin kudeta. Semua itu membuatnya makin populer. Dia juga berperan sebagai diplomat regional.
Setelah melepas jabatan sebagai pemimpin interim periode 1992 hingga 2001, ATT diangkat menjadi Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan untuk membawa perdamaian di Afrika Tengah. Dunia internasional, khususnya Uni Eropa, pun menyukai ATT.
Menjadi guru
Cita-cita awal ATT adalah menjadi guru. Setelah lulus dari sekolah guru di Mpoti, ATT berangkat ke Bamako memperdalam profesi dengan mengikuti pelatihan sebagai guru Sejarah dan Geografi. Rupanya Bamako membuka cakrawala pandangnya.
Ia malah memutuskan mengikuti serangkaian pendidikan militer dan tergolong hebat di antara rekan-rekannya. Dia lalu dikirim untuk belajar ke Ecole, sekolah spesialis perang di Perancis.
Setelah lulus dari Ecole tahun 1990 ia kembali ke Mali. Namun, pria ini mengaku kecewa. ATT diminta memimpin batalyon yang dulu pernah ia pimpin. Itu pun harus ia tunggu setelah beberapa lama. ATT merasakan perlakuan yang tak menyenangkan.
Pada saat bersamaan makin banyak warga yang penat terhadap rezim penindas, diktator Moussa Traore. Kondisi ini menjadi benih protes damai di Mali. Protes sipil itu lalu berubah menjadi bentrokan yang menewaskan ratusan orang karena reaksi tentara yang berlebihan.
Saat itu ATT mengatakan, "Saya malu sebagai seorang pejabat militer." Ucapannya ini dikutip di kolom "Apa dan Siapa di Afrika". ATT berpihak kepada sipil. Mereka yang loyal kepada Traore berubah dan berpihak kepada ATT. Ia mengatakan, "Moussa Traore tak lagi melayani kepentingan negara. Dia oportunis, seorang nepotis total dan membuat kesalahan besar."
Kekuatan massa
Pada Januari 1991 ATT mulai merencanakan kudeta terhadap Traore. Ia mendompleng kekuatan massa yang melakukan protes besar-besaran di Bamako. Dia turut mengorganisasi pemogokan tentara. Sentimen tentara berpihak kepada ATT, yang mencoba meyakinkan bahwa militer harus mengikutinya.
Protes massal mahasiswa makin menjadi-jadi selama beberapa hari di Bamako. Protes itu makin meluas karena diikuti serikat pekerja dan rakyat yang menganggur. Pada 26 Maret 1991, Traore terjungkal dan ditangkap.
ATT kemudian berperan sebagai kepala pemerintahan transisi guna mempersiapkan pemilu. Dia mencium kebencian rakyat yang tidak menginginkan kediktatoran militer yang lain walau kudeta tersebut didukung rakyat.
"Hanya orang idiot yang mau jadi presiden," katanya berusaha meyakinkan rakyat.
Setelah kudeta, ATT membentuk Dewan Rekonsiliasi Nasional terdiri dari 16 pejabat militer yang terlibat kudeta. Dia menjadi pemimpinnya. Dewan itu membuka dialog dengan oposisi prodemokrasi Mali.
"Kita tidak bisa bicara tentang perlawanan. Kita bekerja sebagai sesama Mali. Kita ingin setiap orang berperan demi kepentingan nasional."
Saat memimpin sementara, ATT berbenah. Ia menjalankan beberapa proyek pemberantasan kemiskinan dan merebut hati warga Tuareg, kelompok pemberontak di Mali utara. Setelah berunding, pada April 1992 ATT dan pemimpin Tuareg menandatangani Pakta Nasional.
ATT lalu mempersiapkan pemilu 1992. Alpha Oumar Konare dari Aliansi untuk Demokrasi di Mali (Adema) muncul sebagai presiden hasil pemilu. ATT pun lengser pada 8 Juni 1992. Konare tidak lupa diri dan mengangkat ATT menjadi jenderal.
ATT kemudian aktif sebagai diplomat kawasan. Tahun 2002 ia mengikuti pemilu sebagai calon independen, yang juga didukung banyak partai politik. Ia menang telak. Program pemerintahan dijalankan dengan baik. ATT sibuk meminta penghapusan subsidi pertanian lewat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) agar mendapat akses komoditas kapas di negara maju. Mali adalah penghasil kapas yang tumbuh subur berkat Delta Niger.
Pada pemilu 29 April 2007, dia kembali bertarung dalam pemilu dan menang. Ia ingin melanjutkan program pemberantasan kemiskinan serta bercita- cita menjadikan Mali seperti Hongkong-nya Afrika.
Sebagai negara yang terjepit di Benua Afrika, Mali memerlukan akses perdagangan. Diplomasi internasional dia perkuat, setidaknya dengan fokus perdamaian kawasan. Bagi Mali, punya tetangga yang damai sangat penting untuk menopang pembangunan ekonomi.
Sumber : Kompas, Rabu, 16 Mei 2007
Jun 4, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment