Jun 4, 2009

Arsinah Sumetro : Pembela Buruh Migran dari Entikong

Pembela Buruh Migran dari Entikong
Oleh : C Wahyu Haryo PS

Berangkat dari keprihatinan akan nasib buruh migran perempuan yang sering diperlakukan secara semena-mena di negeri jiran, Arsinah Sumetro (48) tergerak untuk menampung dan membela hak-hak mereka.

Saya kasihan kepada kaum saya yang menjadi buruh di negara lain. Mereka, perempuan, sering kali dilecehkan dan dijadikan barang dagangan, tanpa perlakuan yang manusiawi," kata Arsinah.

Berbekal pengalaman mendampingi korban perdagangan manusia (trafficking) saat bergabung di lembaga swadaya masyarakat (LSM) Agromitra, ia mendirikan LSM Anak Bangsa di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, 14 Januari 2004.

Entikong adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Tebedu di Sarawak, Malaysia. Kedua daerah itu merupakan gerbang resmi kedua negara. Di Entikong, Arsinah mengawali kiprah membela buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.

Sosok Arsinah bersahaja. Penampilannya santun dengan kerudung menghiasi kepala. Intonasi bahasa Arsinah lembut, tetapi pilihan kata dan kalimatnya selalu lugas, menyiratkan semangat yang meledak-ledak.

Dengan penampilannya itu, puluhan kali Arsinah menjemput dan membela TKI yang bermasalah di Malaysia, tanpa dikawal atau didampingi orang lain. Jika ada buruh migran yang gajinya tidak dibayar, ia pula yang menagih kepada majikan dan memberikannya ke buruh tersebut.

"Saya pelajari undang-undang Malaysia yang mengatur ketenagakerjaan. Saya menggunakan itu untuk menuntut dan membela hak-hak buruh migran. Sering kali saya harus berdebat, terlebih dengan Polisi Diraja Malaysia, sebelum akhirnya mereka membantu menagih gaji buruh ke majikan. Selama mereka tahu kita menguasai hukum Malaysia, tuntutan biasanya dipenuhi," papar Arsinah.

Pendidikan bukan kendala

Ibu empat anak ini bukanlah lulusan sarjana hukum. Arsinah hanya mengantongi ijazah SMA persamaan, karena putri pasangan Sumetro (93) dan Amas Ahmad (83) ini berasal dari keluarga miskin. Namun, pendidikan bukanlah kendala baginya untuk membela sesama.

"Saya memang bukan orang bidang hukum, tetapi setidaknya saya berani bergerak dalam bidang hukum. Saya tidak pernah menyatakan diri sebagai pengacara atau kuasa hukum. Saya hanya membela hak buruh migran. Untuk mengejar penguasaan materi tentang hukum, saya belajar dari buku-buku dan ikut seminar, meski itu harus keluar uang dari kocek pribadi," tuturnya.

Ia tetap gigih dan berani membela hak-hak buruh migran di tengah segala keterbatasan. Padahal, Arsinah sudah menjanda sejak tahun 1989 dan harus menghidupi empat anak.

Rivani, suami yang menikahinya tahun 1975, meninggal dunia karena sakit. Perjuangan Arsinah untuk mencukupi kebutuhan keluarga sama sekali tidak melunturkan semangatnya untuk membela buruh migran.

Keberanian dan semangat itu pula yang membuat ia pernah mengalami beragam tindak kekerasan saat membela buruh migran. Ia pernah dicekal, diculik, dipukuli, dan dibuang ke hutan saat membela warga Indonesia yang menjadi korban trafficking di Malaysia.

Kekerasan yang pernah dia alami terus melekat dalam memori kehidupan Arsinah. Satu contoh terjadi pada 27 September 2006, saat ia menjemput perempuan 17 tahun asal Kabupaten Landak yang melarikan diri dari majikannya.

Remaja itu sudah 11 bulan menjadi pembantu rumah tangga tanpa diberi gaji di Malaysia. Bahkan, remaja itu sering disiksa hingga babak belur oleh majikan dan diberi makan yang sama dengan hewan peliharaan.

Dalam pelariannya, si remaja diselamatkan oleh satu keluarga di Malaysia. Keluarga itu pula yang menghubungi Arsinah agar menjemputnya.

Dalam perjalanan pulang bersama TKI tadi, tepatnya di Sibu, Malaysia, Arsinah dicegat sejumlah lelaki tak dikenal. Mereka hendak merebut si TKI. Arsinah menantang. Meski sangat tidak imbang, ia berkelahi dengan beberapa lelaki itu hingga berhasil kabur membawa lari TKI yang dijemputnya.

"Saat masih di Agromitra tahun 2002, waktu menjemput buruh migran yang dilacurkan di Malaysia, saya malah sempat diculik dan dibuang ke hutan di Miri (Malaysia). Nyatanya, saya bisa selamat dan sampai sekarang masih hidup. Setiap orang akan mati. Kalau Tuhan menghendaki saya mati dengan cara begini, apa lagi yang harus saya takutkan," ujarnya.

Berdebat dengan petugas

Karena sering melakukan pembelaan, Arsinah pernah berdebat dengan petugas imigrasi Malaysia yang melarangnya memasuki Malaysia, sekitar Juni 2003. Padahal, saat itu ia memiliki paspor dan dokumen lengkap. Petugas tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mencekal, dan ia juga mengancam akan melaporkan kasus ini kepada Perdana Menteri di Kuala Lumpur. Akhirnya, pihak imigrasi Malaysia menyerah.

Setelah menjemput buruh migran, Arsinah menampung mereka di rumahnya. Para pekerja itu dia rawat, dipulihkan semangat dan psikis mereka sebelum dipulangkan ke rumah masing- masing.

Arsinah menegaskan, dirinya dan LSM Anak Bangsa tidak pernah memungut uang sepeser pun dari para buruh migran.

"Aktivitas Anak Bangsa selama ini didanai donatur dan jaringan peduli HAM. Mereka bersedia memberi dukungan karena mengetahui persis komitmen dan integritas Anak Bangsa dalam membela hak buruh migran," ucapnya.

Anak Bangsa yang didirikan Arsinah bukanlah LSM yang memiliki kantor mewah, lengkap dengan pendingin ruangan, serta kendaraan operasional. Sejak tahun 2001 hingga awal 2007, Anak Bangsa menyewa garasi seluas 4 meter x 5 meter untuk dijadikan sekretariat.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono yang berkunjung ke Entikong, Januari lalu, secara mendadak memutuskan singgah dan menyaksikan sendiri kesederhanaan kantor Sekretariat Anak Bangsa.

Kegigihan dan integritas membela hak-hak buruh itu ternyata berbuah kepercayaan yang semakin besar dari donatur, ataupun jaringan pemerhati hak-hak buruh migran.

Departemen Pendidikan Nasional juga tergerak membangunkan sebuah gedung untuk aktivitas pendidikan luar sekolah. Fasilitas itu nantinya juga bisa dimanfaatkan Anak Bangsa untuk mendidik buruh migran yang mereka tampung.

Sumber : Kompas, Jumat, 4 Mei 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks