Lihat, Saya dari Cirebon...
Oleh : Bre Redana
Kalau Anda punya cita-cita dan melihat satu celah untuk merealisasikannya, berteguhlah. Dengan keteguhan langkah, sesuatu yang terus dilakukan seseorang, kadang tidak hanya membawa orang bersangkutan ke tujuan, tetapi bahkan bukan tak mungkin ke "keajaiban".
Inilah pekerti yang bisa kita dapat dari Dr Yow-Pin Lim (46), pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, yang kini menjadi ilmuwan peneliti di East Providence di Negara Bagian Rhode Island, Amerika Serikat.
Sebagai dokter-ilmuwan di Rumah Sakit Rhode Island, ia kemudian mendirikan lembaga riset bernama ProThera Biologics. Dengan lembaga risetnya ini ia masuk ke ranah yang oleh para futurolog dianggap fenomena penting abad ke-21, yakni bidang bioteknologi.
Dirintis sekitar empat tahun lalu, ProThera memiliki tiga proyek penelitian: kanker, sepsis, dan biodefence. Kanker diteliti pada tingkat kegunaan apa yang disebut "inter-alpha inhibitor protein", yang mencoba memerangi kanker pada wilayah yang dipercaya sebagai sumbernya.
Lalu sepsis, satu area yang di Amerika dianggap sebagai wilayah problematik dunia medis. Penjelasan secara umum, bagaimana tubuh kita bereaksi secara berlebihan terhadap suatu infeksi—bahkan yang disebabkan misalnya oleh luka sangat kecil.
Yow-Pin menunjukkan berbagai catatan dunia kedokteran, yang di AS terdapat sekitar 750.000 kasus sepsis per tahun, dan 50 persen dari kasus itu berakhir dengan kematian. Pasien barangkali menderita kanker, flu burung, atau penyakit lain. Penyakit-penyakit yang disebut tadi kadang hanya semacam pemicu (trigger), dari gejala yang lebih mendasar, yakni sepsis.
Sedangkan penelitian pada satu hal lagi, yakni biodefence, juga berhubungan dengan pemanfaatan protein untuk mencegah atau mengintervensi proses, misalnya, intoksikasi antraks (anthrax intoxication), yang kadang dijadikan senjata kimia. AS punya pengalaman, ketika pada tahun 2001 ada kiriman surat berisi senjata kimiawi yang waktu itu mematikan lima orang.
"Itu semua sangat berkesesuaian dengan latar belakang saya di kedokteran dulu. Latar belakang saya adalah pada protein and immuno chemist," katanya.
"From Cirebon"
Dia memberikan penjelasan-penjelasan cukup teknis untuk memberi gambaran akan seriusnya bidang yang ia geluti saat ini, dan bagaimana ternyata Pemerintah AS sendiri menganggap bidang itu sebagai cukup krusial.
"Pemerintah AS melalui National Institutes of Health (NIH) sampai sejauh ini telah memberikan grant kepada kami mencapai 3,2 juta dollar AS," ungkap Yow-Pin.
Angka bantuan yang diberikan oleh Pemerintah AS itu, yang kalau dikonversi ke rupiah berarti mencapai hampir Rp 29 miliar, bisa kita anggap sebagai pengakuan Pemerintah AS terhadap penelitian yang dilakukannya. Yow-Pin menceritakan itu semua tidak dengan maksud menyombongkan apa yang telah dicapainya, melainkan untuk memberikan gambaran berbagai peluang yang bisa dicapai oleh orang Indonesia, yang menurut dia banyak yang menyimpan potensi.
"Look at me, I’m from Cirebon," ucap Yow-Pin (lihat, saya dari Cirebon). "Cirebon hanya kota kecil...," tambahnya.
Membingungkan
Yow-Pin lahir di Cirebon, 13 Juli 1960, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Dia sendiri tak tahu mengapa cita-cita jadi dokter begitu kuat melekat pada dirinya sejak kecil. "Herannya tidak ada profesi lain yang sempat menarik perhatian saya. Ini membingungkan banyak orang termasuk ibu saya," cerita Yow-Pin.
Peristiwa-peristiwa yang untuk ukuran orang kebanyakan bisa disebut traumatik, tak pernah membuatnya bergeser untuk meraih cita-cita. Ayahnya meninggal tahun 1963 ketika terjadi kekacauan rasial di Cirebon. Ibunya bekerja keras untuk membesarkan empat anaknya, sebelum kemudian menikah lagi, dengan harapan memberikan sosok ayah untuk anak-anaknya.
"Peran ayah dan ibu sangat penting dalam mendidik kami untuk bekerja keras," ucapnya. Sejak kecil ia melihat dari dekat pergumulan hidup sehari-hari dalam mencari nafkah. "Kami semua ikut membantu orangtua sebisa kami."
Seluruh langkah ia bawa untuk mencapai cita-citanya. Setelah melalui SD, SMP, dan SMA Kristen di Cirebon, pertengahan kelas II SMA ia pindah ke Jakarta. Niatnya satu: bisa mempersiapkan diri belajar bahasa Jerman di Goethe Institute. Dia ingin sekolah kedokteran di Jerman. "Soalnya saya tidak yakin di Indonesia saya bakal diterima untuk kuliah di universitas negeri. Sedangkan di Jerman kuliah tidak bayar," katanya.
Tak ada jalan setapak yang tidak bisa dilalui, bahkan kalau perlu rintis jalan setapak itu. Ia kemudian bisa berkuliah di Berlin, jatuh cinta pada bidang biokimia, bergulat dengan penelitian, mendapatkan istri, sebelum kemudian jalan makin terbentang lebar sampai membawanya ke Amerika, dalam posisi sekarang.
Jalan yang ia pilih dan jalani dengan keteguhan telah membuat dirinya berkembang secara maksimum. Dalam tingkat perkembangan seperti itu, kehidupan kemudian bisa terasa indah bagi Yow-Pin. Awal Desember lalu ia pulang ke Indonesia untuk reuni dengan teman-teman sekolahnya di Cirebon dulu.
"Reuni itu begitu menyenangkan. Banyak teman pria dan wanita yang sudah lebih dari 30 tahun tidak ketemu. Kami berbagi pengalaman masa kecil di kota kecil yang begitu mengesankan itu," ceritanya mengenang Cirebon.
Sumber : Kompas, Sabtu, 9 Desember 2006
Jun 9, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment