Lurah Anti-TBC dari Sukapura
Oleh : Helena F Nababan
Menyembuhkan penyakit TBC atau tuberkulosis tidak bisa dilakukan sendirian, melainkan harus bersama-sama secara kelembagaan yang terpadu bersama masyarakat.
Kalimat di atas bukan meluncur dari seorang menteri, melainkan dari mulut Samingan (41), Lurah Desa Sukapura, Kecamatan Sragi, Kabupaten Lampung Selatan.
Sebagai lurah, Samingan sangat peduli terhadap kesehatan dan kemudahan warganya mengakses sarana kesehatan. Sebagai kader pemberantasan TBC, Samingan bercita-cita membebaskan sahabat, saudara, dan temannya dari penyakit mematikan itu.
Perkenalannya dengan TBC, penyakit menular mematikan yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis, terjadi tidak sengaja. Sejak menjabat sebagai kepala desa empat tahun lalu, Samingan bersama perangkat Desa Sukapura berkeinginan menciptakan kondisi sehat bagi warga setempat.
Ia memberi pengobatan gratis bagi warga yang tidak memiliki dana, cukup dengan mendatangi perangkat desa dan menunjukkan kartu tidak mampu. "Tidak ada kriteria lain apa pun dalam pengambilan dana kesehatan itu," kata Samingan.
Mekanisme itu rupanya menarik perhatian Bupati Lampung Selatan Zulkifli Anwar. Suatu ketika ia dipanggil Bupati Lampung Selatan itu dan ditanya mengapa mengalokasikan dana dari pendapatan asli desa (PAD) untuk membiayai pengobatan warganya.
Samingan menjelaskan, dia hanya mencontoh kebijakan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang menggratiskan pengobatan TBC, bahkan mengalokasikan dana PAD kabupaten untuk kesehatan masyarakat.
Upayanya menyehatkan warga itu membawanya berkenalan dengan Koalisi untuk Lampung Selatan Sehat. Pada awal 2006, ia mendapat bimbingan, pengetahuan, dan pelatihan mengenai gejala dan penyembuhan TBC. Samingan pun resmi menjadi kader TBC.
Samingan lalu membentuk kader TBC Desa Sukapura. Saat ini ia didukung lebih dari lima kader dan tengah membangun Posko TBC Desa Sukapura untuk memudahkan warga desanya mengakses layanan pengobatan TBC tanpa harus pergi ke puskesmas terdekat. "Iya kalau punya uang, kalau tidak?" tuturnya menjelaskan.
Sebagai gambaran, penderita TBC dari Sukapura selama ini harus berjalan sejauh dua-tiga kilometer ke puskesmas pembantu dan belum tentu mendapat pemeriksaan intensif. Bila tidak, dia harus berjalan kembali delapan kilometer ke puskesmas induk yang peralatannya lebih lengkap.
"Di puskesmas induk itu, dia baru mendapat pemeriksaan total," kata ayah empat anak dari pernikahannya dengan Siti Rohimi (34).
Untuk mencapai kedua tempat pelayanan kesehatan itu, warga harus naik ojek dengan biaya Rp 8.000 pergi-pulang. Jumlah itu dirasa berat bagi warga desanya.
Patroli batuk
Langkah pertama Samingan meminta setiap warga melapor apabila ada yang batuk-batuk dan lama tidak sembuh. Lalu ia akan menunggui warga yang batuk-batuk itu di dekat rumahnya.
Supaya tidak terkesan aneh, apalagi karena TBC bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap penyakit memalukan, ia memanfaatkan kesempatan siskamling desa.
Ia melakukan "patroli batuk" itu secara periodik dan dalam waktu singkat mendapati belasan warganya terkena TBC.
Samingan menuturkan, pada Desember ini sekitar 10 warga akan disembuhkan dari TBC dengan uang kas kesehatan desa. Total sejak diangkat sebagai kader TBC hingga November 2006, ada 18 pasien TBC di Sukapura yang dalam proses penyembuhan.
Usaha itu bukannya tanpa hambatan. Sering kali penderita enggan berobat. Namun, secara persuasif ia mampu mengajak mereka berobat. Warga yang dapat disembuhkan, ia ajak dalam diskusi kelompok bersama penderita lain supaya juga bertekad menyehatkan dirinya.
"Berbicara dengan sesama penderita, mereka saling menghibur tanpa harus malu atau sungkan. Mereka merasa sama dan mau berbagi pengalaman," tutur Samingan.
Seperti kesaksian yang disampaikan Sutini dan Harun, penderita TBC yang ditemukan Samingan dan para kadernya pada awal gerakan. Seusai menghadiri acara Dialog Penanggulangan TBC di Pendapa Kabupaten Lampung Selatan, akhir November lalu, keduanya menyatakan, merasa diuntungkan oleh Gebrakan Bebas TBC yang dilakukan Samingan dan para kader. Padahal, semula mereka takut harus membayar pengobatan yang mahal, selain malu dan minder terhadap penyakit mereka itu.
Sudah siap
Kerja itu menjadi sangat bernilai ketika warga desa dengan antusias mau menjaga kesehatan dan menyembuhkan diri mereka dari TBC.
Pada 2007, Samingan ingin mengalokasikan sebanyak-banyaknya dana kas desa untuk pengobatan gratis. Dia sudah berembuk dengan Kepala Badan Perwakilan Desa Sukapura, dan disetujui untuk mengalokasikan dana kesehatan lebih banyak daripada 2006.
Tak salah apabila pada September 2006 Samingan mendapat penghargaan dari Bupati Lampung Selatan sebagai kader TBC terbaik. Samingan yang dalam kehidupan sehari-hari sebagai petambak udang tradisional hanya menginginkan warganya sehat. "Kalau kita sehat, mau beraktivitas apa pun nyaman," katanya sambil memperlihatkan Posko TBC Desa Sukapura yang tengah dia siapkan.
Direktur Eksekutif Koalisi untuk Indonesia Sehat Nurhanita dalam pertemuan tersebut menyebutkan, gebrakan Samingan dengan patroli batuk itu sudah menandakan kesiapan perangkat desa menuju Desa Siaga yang dicanangkan Menteri Kesehatan.
Di seluruh Indonesia mungkin ada lurah-lurah yang peduli pada kesehatan warganya, tetapi bisa jadi hanya Samingan yang rela melakukan "patroli batuk".
"Samingan sang lurah TBC sudah menunjukkan kesiapannya dalam hal kesehatan," katanya.
Sumber : Kompas, Jumat, 8 Desember 2006
Jun 9, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment