Jun 21, 2009

Thomas C Schelling & Robert J Aumann : Pemecah Konflik ala Schelling dan Aumann

Pemecah Konflik ala Schelling dan Aumann
Oleh : Pieter P Gero

Hidup tak lepas dari konflik. Jika tidak ingin kisruh berkepanjangan, konflik harus dipecahkan. Pilihan ini yang diambil Thomas C Schelling dan Robert J Aumann. Konflik perlu di selesaikan dan karena itu perlu strategi yang bisa membantu menyelesaikan konflik.

Schelling memunculkan ”Game Theory” guna mendapat cara yang strategis dalam mengatasi konflik Perang Dingin. Teori ini lantas dikembangkan Aumann menggunakan perangkat matematika untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik bisnis dan dagang yang kian marak saat ini.

”Teori ini membantu menjelaskan dan menyelesaikan konflik bisnis dan dagang. Bahkan teori ini bisa memainkan peran dalam menghindari pecahnya perang,” ujar Akademi Sains Kerajaan Swedia di Stockholm, Senin (10/10/2005).

Atas penilaian tadi Schelling dan Aumann berhak atas Nobel Ekonomi 2005. Memang Schelling mengembangkan ”Game Theory” ini untuk pemecahan konflik Perang Dingin antara Amerika Serikat dan bekas Uni Soviet. Namun, Aumann yang ahli matematika mengembangkan untuk menyelesaikan konflik bisnis, seperti antarmitra bisnis, pekerja, serikat buruh atau kelompok mafia.

”’Game Theory’ memunculkan ide yang diperlukan dalam pemecahan dan pendekatan konflik secara umum,” ujar Aumann, warga AS yang kini mengajar di Hebrew University, Jerusalem, ketika dikontak soal Nobel Ekonomi 2005 ini. Aumann bahkan berharap suatu waktu teori ini bisa digunakan dalam penyelesaian konflik Palestina.

Panitia Nobel juga berpendapat, ”Hasil karya mereka telah mentransformasikan ilmu sosial jauh melampaui batas-batas ekonomi”. Terbukti, pandangan ini punya relevansi yang kuat bagi penyelesaian konflik dan upaya menghindari pecahnya perang.

Lomba senjata

Cukup rancu mengaitkan ”Game Theory” yang dikembangkan Schelling dengan Nobel Ekonomi 2005 yang disandangnya bersama Aumann. Karena pria kelahiran Oakland, California, AS, tahun 1921 ini lebih banyak menghubungkan teorinya tadi dengan upaya mengatasi Perang Dingin seperti keamanan dunia ataupun lomba senjata.

Doktor ekonomi dari Harvard University di Cambrigde, Massachussets, AS, ini dalam hidupnya memang banyak studi berkaitan dengan perundingan dan konflik. Semua ini diperlukan dalam diplomasi, strategi, dan kontrol senjata. Latar belakang ini, menyebabkan Schelling bergabung pada Marshall Plan, program bantuan pasca-Perang Dunia II yang disiapkan AS guna membangun kembali Eropa.

Dari Eropa, Schelling menjadi staf Gedung Putih tahun 1950-an. Tahun 1958 dia kembali mengajar di Harvard University dan melewatkan sebagian besar kariernya di sana. Kini pada usia 84 tahun, Schelling masih aktif mengajar di Maryland University.

Salah satu bukunya, The Strategy of Conflict tahun 1960 yang menjadi dasar dari pandangannya soal ”Game Theory”, Schelling menjelaskan jalan keluar strategis seperti melakukan konsesi jalan pintas guna meraih keuntungan jangka panjang. Tak ubahnya, mengalah mundur satu langkah untuk dapat menerobos maju lima atau enam langkah.

”Saya hanya mempelajari kerja sama dan konflik. Saya tidak mendalam soal ’Game Theory’. Saya tidak serius menekuninya sebagaimana yang saya lakukan pada ekonomi,” ujar Schelling merendah. Meski demikian, dia mengaku gembira karena pekerjaannya diakui.

Formulasi ringkas

Apabila Schelling merasa kurang mendalam dalam ”Game Theory”, Aumann yang melengkapinya. Doktor matematika murni dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) tahun 1955 ini mulai tertarik pada ”Game Theory” begitu bergabung dalam sebuah konsultan riset.

Lantas muncullah analisis yang dikenal dengan infinitely repeated games, permainan yang terus berulang-ulang yang membantu memahami mengapa sejumlah orang atau masyarakat lebih senang bekerja sama di antara mereka, sekalipun pada awal ada saling curiga di antara mereka.

Dengan memasukkan sejumlah perangkat matematika, Aumann membuat konsep dan hipotesis ”Game Theory”, suatu formulasi dan konklusi yang ringkas. ”Dia bekerja di antara kelompok-kelompok yang sering berinteraksi dalam periode yang panjang (permainan yang berulang-ulang) dan memperlihatkan bahwa kerja sama damai merupakan solusi yang pantas dibanding kepentingan konflik jangka pendek,” ujar Panitia Nobel seperti dikutip Reuters dan AFP.

Aumann, kelahiran Frankfurt, Jerman, 8 Juni 1930 ini, mungkin merasa perlu mendorong suatu kerja sama damai karena masa lalunya yang kelam. Dia dan keluarganya lari ke AS tahun 1938 menghindari dari kekejaman Nazi Jerman. Persinggungan dengan ”Game Theory” membuatnya ngotot bahwa sebuah konflik tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Sumber : Kompas, Kamis, 13 Oktober 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks