Jun 27, 2009

Tarsoen Waryono : Tarsoen, Sang Arsitek Hutan Kota

Tarsoen, Sang Arsitek Hutan Kota
Oleh : Nasru Alam Aziz

HARI Lingkungan Hidup Sedunia 2005 adalah hari yang sangat berkesan dalam hidup Tarsoen Waryono. Saat dunia internasional menyerukan tema green cities, ia mendapat penghargaan Kalpataru-simbol pelestarian lingkungan hidup-dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena upayanya yang keras membangun hutan kota.

DALAM berbagai kesempatan ia selalu mengemukakan keresahannya akan penurunan kualitas lingkungan hidup di Jakarta. Jumlah kendaraan bermotor yang tidak terkendali menyebabkan polusi, hutan beton yang makin lebat meningkatkan laju limpasan air hujan, dengan dinding-dinding kaca yang meningkatkan titik-titik panas kota.

"Salah satu solusi untuk memulihkan kualitas lingkungan di kota Jakarta adalah dengan membangun hutan kota serta kawasan terbuka hijau lainnya," kata Tarsoen, yang menerima Kalpataru untuk kategori Pembina Lingkungan.

LAKI-laki kelahiran Cilacap, 12 Juni 1952, itu memulai kariernya sebagai pegawai negeri sipil pada sebuah kantor cabang Dinas Kehutanan di Kalimantan Timur. Selama delapan tahun di hutan Kalimantan, Tarsoen akhirnya ditarik ke Jakarta sebagai Kepala Seksi Perencanaan Hutan Kawasan Timur di Departemen Kehutanan (1976-1985). Lalu Tarsoen diberi kepercayaan sebagai Pelaksana Program Pembangunan Hutan Kota Kampus UI Depok (1985-1990).

Ia pernah ditampung di Kantor Wilayah Kehutanan DKI Jakarta sebelum diangkat sebagai Pengelola Hutan Kota Kampus UI Depok (1998-1999). Sejak tahun 2004 Tarsoen menjadi Koordinator Binaan Hutan Kota UI. Di samping itu, ia masih mengajar mata kuliah yang erat kaitannya dengan ilmu lingkungan hidup di Jurusan Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI, yaitu mata kuliah Erosi dan Konservasi dan juga Biogeografi.

Kandidat doktor bidang Biologi Konservasi pada UI itu hampir setiap hari meluangkan waktu untuk melayani mahasiswa yang sedang praktik lapangan dan konsultasi skripsi maupun tesis berkaitan dengan hutan kota, biologi, ekologi, konservasi, atau tanaman obat.

Bukan hanya itu, Tarsoen disibukkan dengan berbagai seminar, penyuluhan, dan pendampingan. "Anak-anak saya selalu risau. Mereka khawatir saya tidak lagi mengajar karena sibuk mengurusi hutan kota," ungkap ayah dari dua anak-Mellia Jenetica (24) dan Afrieza Galihtica (15)-buah perkawinannya dengan Sri Purwati ini.

MERINTIS pembangunan hutan kota bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu yang panjang, energi yang besar, dan semangat pantang menyerah.

Tarsoen memulai pembangunan hutan kota UI dengan menyusun rencana dan rancangan pembangunannya. Desain hutan kota UI disusun berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Hutan Kota UI Tahap I (1989/1999) yang memisahkan antara Tata Hijau Bangunan yang terletak di sebelah selatan Kampus UI Depok dan hutan kota di wilayah utara kampus.

Sejak awal perencanaan pembangunan Kampus UI Depok seluas 390 hektar, pihak rektorat berkomitmen untuk hanya menggunakan 30 persen dari luas lahan untuk lantai bangunan termasuk jalan. Sisanya, 70 persen, harus menjadi daerah resapan air atau sebagai ruang terbuka hijau.

Rancangan itu ditawarkan ke beberapa instansi terkait guna mendapatkan pendanaan karena sejak awal UI tidak membiayai pembangunan dan pemeliharaan hutan kota UI. Rancangan hutan kota UI ketika itu dipresentasikan di hadapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Fuad Hassan.

"Saya presentasi begitu semangatnya. Tanggapan Pak Menteri: rencana Mas Tarsoen hebat sekali. Saya kagum dari ujung ke ujung, tapi sayang dengan dana yang sebegitu kecil, Dikbud tidak bisa memenuhi karena tolok ukurnya tidak ada," tuturnya mengenang. "Karena tolok ukur membangun hutan memang tidak ada di Dikbud, saya terpaksa lari ke Dephut (Departemen Kehutanan). Akhirnya dapat sekitar Rp 40 juta," katanya lagi.

Hutan kota UI ditata menyatu dengan kawasan tandon air atau situ yang merupakan ekosistem perairan atau kawasan tata air. Saat ini sudah dibangun enam situ (15 hektar) di atas lahan sawah dengan sumber air dari air limpasan. "Jika situ-situ yang ada digunakan sebagai daerah resapan, maka akan mampu menyuplai air untuk tiga juta penduduk. Situ-situ tersebut adalah kesatuan ekologis dengan hutan kota yang tidak dapat dipisahkan," paparnya.

Tarsoen membagi hutan kota UI dalam zona Wallacea Barat yang diisi tanaman dari belahan barat Indonesia dan Wallacea Timur untuk tanaman dari wilayah timur. Di antara kedua zona itu disediakan kawasan untuk tanaman lokal yang memang merupakan tumbuhan asli di sana. "Kampus UI yang membawa nama Indonesia saya beri ciri dengan tanaman dari Sabang sampai Merauke. Butuh sedikitnya 400 spesies tanaman untuk itu, dan sekarang baru sekitar 130 spesies," ujarnya.

Memberi ciri khas seperti itu pada hutan kota merupakan keahlian Tarsoen. Tengoklah rancangan terakhirnya di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Anda akan menemukan jenis pohon yang namanya diambil dari huruf-huruf "J-A-K-A-R-T-A-S-E-L-A-T-A-N". Di sana ada jati, agatis, kesambi, rambutan, tusam, dan seterusnya.

Lain lagi di markas tentara. Ketika akan merancang hutan untuk Mabes TNI di Cilangkap, Tarsoen diminta membuat hutan seperti di Papua, dengan pepohonan yang tinggi, sehingga jika tentara diterjunkan di sana tidak akan sampai ke tanah karena terhalang pohon. Ia pun memilih pohon yang besar-besar, tanamannya rapat, dan di bawahnya bukan rumput, tetapi tumbuhan berduri.

Markas Kopassus di Cijantung ingin hutan Kalimantan, tetapi didominasi warna merah. Hasilnya, di sana sekarang banyak ditemukan pohon flamboyan dan keciat yang bunganya berwarna merah, serta ketapang yang daunnya juga merah kalau mulai kering.

Di Markas Marinir Cilandak, Tarsoen membuat hutan yang didominasi warna ungu dari pohon-pohon bungur.

Yang agak unik dan lebih sulit, kata Tarsoen, adalah Lanud Halim Perdana Kusuma yang menginginkan hutan yang tidak dihinggapi burung dan jajaran pohon yang mampu meredam suara pesawat. "Burung di Jakarta lebih dominan makanannya biji atau ulat. Maka kita mencari predatornya. Ulat tidak akan banyak kalau banyak semut di pohon itu. Itu namanya trik kombinasi," tutur Tarsoen bangga.

Lalu apa obsesinya ke depan? "Saya ingin menjadikan hutan kota UI sebagai ecoscience park. Di samping untuk arena rekreasi, kawasan hutan akan diberdayakan sebagai laboratorium alam," ungkapnya. "Dananya harus saya cari sendiri. Mungkin ada yang berminat jadi sponsor." (Nasru Alam Aziz)

Sumber : Kompas, Rabu, 15 Juni 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks