Jun 17, 2009

Susanto Pudjomartono Mainkan Dua Jurus

Susanto Pudjomartono Mainkan Dua Jurus
Oleh : ST Sularto

Rusia, meskipun hanya salah satu bagian dari delapan negara pecahan Uni Soviet, tetaplah negara besar. Luas wilayahnya 1,8 kali luas Amerika Serikat. Jumlah penduduknya 142 juta jiwa, sebelum pecah tercatat nomor empat terbesar dunia, suatu jumlah yang besar.

Setelah 74 tahun (1917-1991) di bawah represi komunis yang otoriter, saat ini Rusia tengah berada dalam masa transisi. Rusia tengah mencari bentuk dari sebuah pemerintahan demokrasi otoriter ke sistem pemerintahan. Sosialisme demokrasi, sosialisme kapitalis? Demokrasi ala Indonesia atau apa?

Dalam konteks politik di atas, sejak dua tahun policy.

Celakanya, di Indonesia masih ada stigma. Rusia itu komunis, negara beruang merah dengan tirai besi, otoriter. Rusia terlibat peristiwa Madiun 1948 dan peristiwa G30S tahun 1965. Mengenai duduk perkara G30S tahun 1965 saja kita sendiri belum tahu, kok kita ambil kesimpulan tentang keterlibatan Rusia, ungkap Susanto di kantornya, Novokuznetkaya Ulitsa 12, Moskwa (7/6).

Sarjana Fisipol UGM, lulus tahun 1966, itu tidak tanggung-tanggung. Ketika ditunjuk sebagai dubes di Rusia, dia memulainya dengan mencari bahan pustaka tentang Rusia. Pengalaman sebagai wartawan menunjang tugas baru itu. Setidak-tidaknya punya banyak relasi dan akses. Anehnya, sumber dan orang yang paham betul tentang Uni Soviet, utamanya Rusia, tidak banyak.

Oleh karena itu, begitu datang di Rusia, Susanto berburu buku-buku tentang Rusia di negeri asal. Dia kumpulkan bahan apa saja tentang Rusia bidang apa pun, mulai dari bidang politik yang selama ini dia geluti sebagai wartawan, sosial budaya, sampai koleksi poster. Koleksi bukunya tentang Rusia lebih dari 300 judul, ditempatkan di rumah dinasnya bersebelahan dengan Kantor KBRI di rak ruang kerjanya. Koleksi posternya lebih dari 200 lembar, 100 di antaranya pernah dipamerkan di Galeri Lontar Komunitas Utan Kayu, 6 Desember 2005-15 Januari 2006.

Mengapa poster? Poster menunjukkan perkembangan budaya politik masyarakat, bukan sastra. Kata Goenawan Mohamad, poster itu persis berada di pertemuan seni rupa dan politik. Poster merekam perkembangan opini publik dari masa ke masa, papar Susanto, yang besar sebagai wartawan di mingguan Tempo dan harian The Jakarta Post. Susanto datang di Moskwa musim dingin Januari 2004 (asal tahu, Rusia hanya mengenal panas paling lama empat bulan dalam setahun).

Diplomasi teh

Untuk jurus pertama, standar baku tugas diplomatik, Susanto menjual Indonesia ke Rusia. Untungnya Indonesia relatif sudah dikenal sejak lama. Di Universitas Rusia pun ada jurusan Sastra Indonesia, jumlah mahasiswa tak lebih dari delapan orang. Di Universitas Indonesia ada jurusan Sastra Rusia, juga di Universitas Padjadjaran. Di Moskwa juga ada sejumlah Indonesianis walau mereka sudah berusia lanjut.

Mengenai para Indonesianis, Susanto kagum. Mereka amat fanatik. Kecintaan mereka pada Indonesia melebihi kecintaan orang Indonesia asli pada Tanah Airnya. Memang hegemoni Rusia belum sebesar Uni Soviet sehingga Kantor Berita TASS untuk Eropa-Asia di Jakarta yang dulunya punya 80 orang, sekarang tinggal satu orang. Walaupun demikian, Rusia tidak boleh dianggap remeh. Misalnya dari 100 orang terkaya di dunia menurut majalah Forbes 2005, 30 di antaranya orang Rusia, 15 di antaranya tinggal di Moskwa.

Menurut Susanto, adanya pengenalan Rusia-Indonesia timbal balik memang jadi modal. Masih banyak kesempatan dan celah meningkatkan hubungan lebih akrab, terutama di bidang bisnis. Kesempatan bisnis masih terbuka, di antaranya dalam komoditas teh dan kopi.

Kalau satu orang Indonesia setiap tahun mengonsumsi 300-400 gram teh setahun, orang Rusia 1,4 kg. Anehnya, Kadin kurang menangkap peluang. Teh yang beredar di sini justru disediakan oleh China, Sri Lanka, India, Thailand, baru Indonesia lantas Vietnam. Sebagai bagian dari diplomasi teh-nya ke Indonesia, selain pernah membawa sejumlah pengusaha meninjau kebun teh di Jawa Barat, di rumah dinasnya Susanto menyediakan delapan merek teh produksi Indonesia.

Cara-cara sederhana ini bagian dari target peningkatan nilai dagang Indonesia-Rusia dua tahun ke depan menjadi satu miliar dollar AS, dua kali lipat dari tahun 2004 yang besarnya 500 juta dollar AS.

Cara untuk mencapainya dilakukan lewat presentasi ke mana-mana tentang Indonesia, melakukan negosiasi dagang bilateral, kerja sama perdagangan, dan promosi. Seperti tahun lalu, dia pimpin sendiri misi dagang Rusia ke Kalimantan Timur.

Bapak tiga anak, kelahiran 18 Mei 1943 di Pati, Jawa Tengah, yang masa jabatannya sebagai dubes akan habis Maret 2007 itu punya obsesi mempelajari sosok Vladimir Putin, Presiden Rusia saat ini.

Saya mau tulis buku tentang Putin, dirilis dulu dalam artikel-artikel lepas. Menurut konstitusi, Putin tidak bisa menjabat dua kali masa jabatan presiden yang berakhir tahun 2007. Tetapi, bisa saja konstitusi diubah, sementara rakyat Rusia juga suka orang keras seperti Putin, papar Susanto.

Sumber : Kompas, Jumat, 23 Juni 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks