Jun 17, 2009

Sudjana Pria : Sudjana, Menjaga Topeng Cirebon

Sudjana, Menjaga Topeng Cirebon
Oleh : Yenti Aprianti

Setiap Rabu dan Minggu siang sekitar pukul 14.00, selepas bekerja di sawah, Sudjana Pria (56), satu-satunya perajin topeng wayang wong (orang) cirebon, segera membersihkan diri lalu menabuh gamelan di padepokan seni sederhana di teras rumahnya di Desa Astana, Gunungjati, Kabupaten Cirebon.

Dengan memainkan gamelan itu dia berharap bisa memancing keingintahuan anak-anak kecil di kampungnya untuk mendatangi rumahnya. Sudjana bermaksud membujuk anak-anak itu untuk memainkan gamelan, kalau bisa sampai membuat mereka jatuh cinta pada wayang orang cirebon.

Gagasan itu terbersit di benaknya sekitar tiga bulan silam, setelah lama diliputi kegundahan mendapati tak terjadi regenerasi pada seniman pembuat topeng wayang orang cirebon.

Awalnya, beberapa anak hanya mengintip. Lama-lama, mereka mendekati Sudjana. Sekitar 10 orang hingga kini mau belajar membawakan kesenian wayang orang. Sebagian besar mereka adalah anak perempuan. Kegembiraan hati Sudjana tak dapat dilukiskan. Ia kini memiliki harapan bahwa wayang orang cirebon bakal memiliki penerus. Saat ini Sudjana tinggal satu-satunya seniman pembuat topeng wayang orang di Cirebon.

Agar anak-anak semakin jatuh cinta pada wayang orang, Sudjana mengundang temannya yang dalang wayang untuk mendongengi anak-anak tentang berbagai karakter tokoh wayang selepas belajar menari.

Mempelajari tarian wayang orang tidaklah mudah. Ada sekitar 60 karakter wayang yang harus dikuasai. Gerak tari dan ceritanya berbeda-beda. Selain itu, Sudjana juga ingin agar anak-anak berminat belajar membuat topeng wayang orang yang sudah puluhan tahun hanya ia geluti sendiri.

"Bertahun-tahun saya mengajak teman dan anak muda belajar membuat topeng wayang orang, tetapi tidak ada yang tekun. Baru bisa dua sampai lima wanda topeng, sudah tidak mau lagi belajar," kata Sudjana. Ia berharap cemas karena usianya telah memperpendek kesempatannya untuk menurunkan ilmunya kepada generasi muda.

Sudjana memahami mengapa sangat langka orang Cirebon mau mempelajari wayang orang. Ini karena makin sedikit pergelaran yang menampilkan pertunjukan wayang orang, mengingat kesenian ini tidak lagi populer di masyarakat. Ini juga berimbas pada kerajinan membuat topeng wayang orang.

"Anak saya saja tidak mau diajari membuat topeng. Dia memilih jadi sopir angkutan," ungkap Sudjana tentang anak semata wayangnya, Sukimin (26).

Didukung orangtua

Perkenalan Sudjana dengan wayang orang dimulai saat kecil di Kecamatan Kapetakan, Cirebon. Dia bertetangga dengan seniman pembuat topeng sekaligus penari wayang orang yang cukup tersohor saat itu, almarhum Kandeg.

Setiap pulang sekolah, Sudjana selalu mampir menemui Kandeg yang sedang membuat topeng. Di rumah ia belajar meniru topeng Pak Kandeg. Karena tangannya belum kuat mencukil kayu, ia membuat topeng dari tanah liat yang diambilnya dari sawah sepulang sekolah.

Melihat Sudjana yang tampak berminat pada topeng, Kandeg memanggilnya. Awalnya Sudjana diajari membuat topeng Panji, wanda (karakter) wayang yang paling sederhana.

Kegiatan Sudjana didukung orangtuanya, Suradi, yang seniman pertunjukan wayang kulit, tarling, dan karawitan. Ibunya, Asiti, yang petani sekaligus seniman macapatan, penari wayang orang, dan perajin ukiran topeng, juga senang Sudjana mulai menekuni seni wayang orang cirebon.

Bagi anak keempat dari tujuh bersaudara ini, banyaknya karakter (tokoh) wayang orang dan rumitnya ukiran topeng mendorongnya menekuni seni kerajinan topeng wayang orang.

Mudah pecah

Makin bertambah usia, Sudjana pindah media dengan menggunakan kayu. "Topeng dari tanah liat mudah pecah, sedangkan topeng dari kayu lebih awet," tutur Sudjana. Baginya, karakter Rahwana, Kumbakarna, dan Prahasta merupakan karakter yang cukup sulit dibuat.

Penyuka karakter Tumenggung yang lemah lembut ini menuturkan, pada saat belajar membuat topeng, ada juga teman-teman seusianya yang ikut belajar. Namun, tidak ada satu pun yang bertahan hingga mampu membuat tokoh wayang secara lengkap hingga 60 karakter (tokoh).

"Mempelajari pembuatan seluruh wanda topeng membutuhkan waktu hingga belasan tahun," kata Sudjana yang mampu membuat satu topeng dalam waktu 4-5 hari.

Dalam pandangan Sudjana, kalau saja kesenian wayang orang topeng cirebon berkembang, maka bisa menghidupi banyak orang karena dalam seni pertunjukan ini melibatkan berbagai keahlian seperti penari, penabuh, ahli ukir, pembuat topeng, dan lainnya.

Sanggarnya, Kesenian Purwodali, yang beranggotakan 20 orang kini jarang berpentas karena tak ada lagi yang menanggap. Di antara anggota kelompoknya pun tak ada lagi yang sanggup membuat topeng seperti dia. "Padahal, sejak lama saya sering mengajari mereka. Tetapi, ya itu, tidak ada yang tekun," keluh Sudjana.

Kini Sudjana lebih banyak membuat topeng dari bahan kayu jaran yang agak lunak namun tahan rayap. Pada masa kecilnya hingga tahun 1990-an, topeng karyanya masih banyak dibeli seniman wayang orang cirebon, turis mancanegara, dan hotel dengan harga Rp 100.000-Rp 150.000 per buah.

"Meski begitu, saya ingin suatu saat muncul seniman baru biar kesenian ini lestari. Kalau senimannya habis, pasti kesenian ini juga akan mati," ungkap Sudjana.

Sumber : Kompas, Selasa, 6 Juni 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks