Shinta, Pemberdayaan Perempuan di Bidang TIK
Oleh : Ninok Leksono
Ketika internet di Indonesia masih menghadapi kendala dalam perkembangannya, ada sosok perempuan Indonesia yang telah tampil di forum internasional untuk menyiarkan potensi teknologi ini. Dialah Shinta W Dhanuwardoyo, Presiden Direktur Bubu Internet.
Beberapa kali ia diundang APWINC atau Asia-Pacific Women’s Information Network Center, Pusat Jaringan Informasi Perempuan Asia-Pasifik yang berpusat di Seoul, Korea Selatan. Ia memberi pelatihan bidang bisnis dan perdagangan melalui internet (e-business/e-commerce) untuk perempuan pimpinan dari beberapa negara APEC.
"Training biasanya berlangsung 10 hari, dan saya mengajar secara intensif sembilan jam per hari. Training diselenggarakan di Universitas Perempuan Sookmyung, Seoul, yang sangat hi-tech dan dikhususkan untuk perempuan," tutur Shinta, Sabtu (31/3) melalui surat elektronik.
Peserta pelatihan terdiri dari mereka yang berusia 25 hingga 50 tahun, mewakili berbagai organisasi, dan memiliki peranan penting pada organisasi dalam bidang informasi, komunikasi, dan media. Lokakarya memberi mereka cara merumuskan strategi menggunakan teknologi informasi (TI) untuk melaksanakan operasi sehari-hari dan memberi nilai tambah pada organisasi.
Memperlancar mereka menjalankan aktivitas untuk mendorong perempuan di negara APEC dengan memaksimalkan TI sebagai media dan membangun ekonomi negara APWINC. Semua ini didukung organisasi dunia seperti ESCAP dan UNESCO.
Dari forum seperti di Seoul, Shinta lalu acap diundang untuk acara serupa di Thailand dan Singapura. Di Bangkok, misalnya, Shinta mewakili Indonesia pada seminar membahas pembangunan kapasitas TI dan komunikasi (TIK) untuk UKM yang dijalankan perempuan. Selain juga tentang penggalian peluang e-business bagi perempuan.
Tahun 2005, dengan dukungan LIPI dan APWINC, Shinta terlibat forum APEC yang juga mengupas bisnis dan ekonomi digital yang dikelola perempuan.
"Saya ingin ada lebih banyak lagi forum seperti itu di Indonesia sehingga menggugah perempuan Indonesia untuk menggunakan TI. Ini bisa memudahkan bisnis dan membantu mengangkat ekonomi Indonesia," ujarnya menambahkan.
Internet yang menyediakan informasi pasar—tak hanya di Indonesia, tetapi juga mancanegara—diyakininya bisa memfasilitasi remote workers. Perempuan pun cocok untuk melakukan pekerjaan dengan gaya itu. Seiring dengan melakukan pekerjaan secara online, mereka juga bisa mengurus keluarga.
Tumbuhnya minat
Minat terhadap TI bagi Shinta sebenarnya produk ikutan karena ini sebagai ganti beasiswanya pada program MBA Bisnis Internasional, yakni bekerja sebagai penyelia di lab komputer universitas. Shinta lalu menggali ilmu internet dan komputer dari mahasiswa prasarjana yang bidang utamanya memang TI.
Semua pengetahuan yang ia peroleh lalu dipraktikkan. Pertama-tama untuk membuat situs pribadi, makin lama makin intens, membuatnya semakin jatuh hati terhadap dunia TIK.
Ketika internet baru tahap awal dikenal di Indonesia, tahun 1996 Shinta mulai mendirikan perusahaan perancangan situs internet (web design) Bubu Internet (www.bubu.com) yang kini lebih dikenal sebagai Bubu.com. Selain nekat, modal utama pendirian Bubu adalah keyakinan, internet sebagai the next generation media.
Satu hal yang terus hidup dalam diri Shinta adalah keinginan mengajak masyarakat menyadari penting dan manfaat internet, termasuk menghargai situs web dan perancangnya, juga konten lokal. Untuk ini, Shinta pada Bubu bersama rekan-rekannya di Bubu memprakarsai penghargaan Bubu Awards, yang tahun 2007 ini sudah berlangsung untuk kelima kalinya.
Bubu Awards berkembang menjadi ajang kompetisi untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme perancang web Indonesia. Lomba ini juga membantu mempromosikan hasil karya perancang web Indonesia karena panitia juga mengundang juri internasional.
Bubu Awards didukung Departemen Komunikasi dan Informatika serta Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Sementara tabulasi penilaian dilakukan Ernst & Young, dan merupakan perwakilan dari World Summit Awards di Indonesia.
Sejak tahun 2002, untuk kategori individu diarahkan kepada tema yang bisa membantu promosi pariwisata dan budaya Indonesia. Tahun ini tema yang dipilih adalah "Museum Indonesia". Menurut Shinta, museum Indonesia dapat dipromosikan dengan baik lewat internet, misalnya dengan membangun website secara efektif bagi museum-museum yang ada.
"Dengan demikian, khazanah budaya dan sejarah Indonesia bisa diakses dengan mudah oleh pelajar, peneliti, dan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara," kata Shinta.
Pemenang lomba untuk kategori ini akan mengizinkan website karyanya dijadikan website resmi museum yang digarap.
Tampak tak sekadar lomba, Bubu Awards juga diiringi idealisme cinta Tanah Air. Shinta senang mengerjakan hal itu, walaupun menyelenggarakan lomba diakuinya butuh komitmen ekstra.
Perempuan kolektor kain antik ini amat bersemangat meningkatkan industri TI, standar website dan promosi online. Shinta yakin media online merupakan media masa depan yang potensial. Namun, dia belum puas dengan masih banyaknya situs Indonesia yang kurang efektif dalam penggunaannya.
"Saya juga kerap menjadi pembicara di sekolah dan universitas untuk memperkenalkan bagaimana website yang baik, kegunaannya, dan cara melakukan pemasaran," tutur Shinta.
Setelah menggeluti dunia TIK selama lebih dari satu dekade, Shinta gembira karena pasar online semakin berkembang. Kebutuhan orang terhadap website dan aplikasinya semakin besar. Di tengah semangat dan perhatiannya, Shinta melihat masih ada kendala dan hambatan dalam pengembangan TIK di Indonesia, yakni infrastruktur yang belum baik dan harga (layanan) internet yang belum terjangkau semua lapisan masyarakat.
Untuk keluarga
Di luar obsesinya menggiatkan pemanfaatan TIK oleh kaum perempuan, khususnya dalam menjalankan usaha, juga promosi budaya Tanah Air melalui situs internet, Shinta memandang dirinya sebagai insan keluarga. Ini karena ia memandang sukses bukan hanya dalam menjalankan bisnis, tetapi juga dalam mengurus keluarga.
"Saya dapat berpikir jernih menjalankan usaha kalau bisa menyeimbangkan hidup dengan keluarga," ungkap Shinta, yang kini tengah mengembangkan usaha perhiasan antik luar negeri dan hasilnya digunakan untuk mengumpulkan barang antik Indonesia.
"Siapa tahu bisa membuat museum sendiri," katanya.
Di rumah, dia melihat suaminya yang juga bergerak di bidang bisnis dan dua putrinya, tak lepas dari TIK dan gadget.
Anak perempuan pertamanya, Vrishqa (7,5) menggunakan Google untuk mencari informasi tugas sekolah. Sementara adiknya, Valisha (2,5), punya hobi mendengar lagu dengan iPod sang ibu.
Sumber : Kompas, Rabu, 4 April 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment