Jun 26, 2009

Sari Bahagiarti Kusumayudha : Sari Cinta Anak, Suami, dan Gunung Merapi

Sari Cinta Anak, Suami, dan Gunung Merapi
Oleh : Julius Pour

Setiap kali aktivitas Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta-Jawa Tengah meningkat, perasaan cemas melanda Sari. Dan itu terjadi akhir pekan lalu ketika tiga hari berturut-turut rangkaian gempa vulkanis berkekuatan 2,8 skala Richter mendadak muncul mengguncang Merapi.

Ibu dengan tiga anak itu serta-merta berdoa, Ya Tuhan, jangan sampai Merapi meletus. Paling tidak, jangan sampai akhir tahun depan....Itu ucapnya, setelah Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian mengubah status Merapi dari aktif normal menjadi waspada.

Sari adalah geolog dengan nama lengkap Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc. Jabatannya sehari-hari dosen sekaligus Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional (UPN) di Yogyakarta. Sambil bercanda dia berkata, Secara kebetulan, saya ketua peringatan 1.000 tahun letusan Merapi. Lha, kalau sekarang Merapi meletus, kan bakal buyar semua rencana dan persiapan kami.

Puncak acara peringatan 1.000 tahun letusan Merapi diselenggarakan pada September 2006 dengan seminar internasional, dihadiri ahli gunung api serta pakar bencana alam dari seluruh penjuru dunia. Selain itu, diadakan pameran foto, tayangan film dokumentasi, serta beragam acara lain untuk membangkitkan minat masyarakat terhadap keberadaan Gunung Merapi.

Ring of fire

Catatan menunjukkan, Jawa terbentuk menjadi pulau sejak 15.000 tahun silam ketika air laut naik sesudah Zaman Es berakhir. Laut Jawa di sebelah utara semula lembah berubah menjadi laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Di selatan Jawa ada jurang curam lebih dari 7.000 meter. Di tebing ini Pulau Jawa bertengger, berhiaskan rangkaian gunung api yang dilukiskan sebagai ring of fire, cicin api, memanjang sejak Benua Asia, melewati Sumatera, masuk Jawa, kemudian ke arah timur, menghilang di Lautan Pasifik.

Di Jawa dan Bali ada sejumlah gunung api, di mana 23 aktif sejak tahun 1600, 13 gunung pernah meletus selama 25 tahun terakhir, dan lainnya sampai sekarang masih aktif. Puncak tertinggi rangkaian gunung api adalah Semeru (3.676 meter) di Jawa Timur dan yang paling terkenal Krakatau di Selat Sunda. Gunung api dalam air, di mana saat meletus (1883 meter), memicu gelombang pasang ke semua penjuru dunia dan asapnya mengubah warna matahari menjadi kelabu selama seminggu lebih.

Saya rasa, paling dramatis letusan Merapi, kata Sari.

Letusan Merapi (2.900 meter) tahun 1006 mengubur Candi Borobudur dan Prambanan. Bahkan, masyarakat berikut peradaban yang tinggi Kerajaan Mataram kuno jadi berantakan. Memaksa pusat pemerintahan pindah ke timur, muncul dalam sosok Empu Sindok yang membangun keraton di tenggara Surabaya di pinggir Sungai Brantas dan nantinya melahirkan Kerajaan Kediri, Jengala, Singasari, sampai Majapahit.

Jangan heran, sesudah abad X tak lagi ditemukan prasasti, candi, atau peninggalan kuno di Jawa Tengah dan Yogyakarta umumnya, dan sekitar Merapi khususnya. Bukan karena masyarakatnya berubah malas, tetapi karena semuanya terkubur kena letusan Merapi.

Cinta tanpa sengaja

Sari lahir di Semarang, Desember 1956. Sekolah dasar sampai menengah dia selesaikan di Tegal. Tahun 1975 ia pindah Yogya, masuk Jurusan Teknik Geologi UPN. Alasan memilih jurusan itu sangat sederhana. Masa itu Pertamina sedang jadi impian. Saya ingin bekerja di sana, gajinya gede dan semuanya beres.

Jalan hidupnya berubah ketika menulis skripsi dan kebetulan bertemu pembimbingnya, ahli gunung api Prof Dr MT Zen. Beliau menganjurkan saya mendalami hidrogeologi, geologi air, sebab masa depan manusia dan bumi tergantung pada tersedianya air.

Maka, sesudah lulus S1, Sari tetap setia dan mencintai ilmunya, menyumbangkan talentanya dengan menjadi peneliti dan dosen di kampusnya. Pilihan yang tidak keliru. Karena, dia justru malah bisa makin mendalami ilmunya dengan mendapat beasiswa untuk meraih master di Asian Institute of Technology (AIT) di Bangkok, Thailand (1993), serta doktor dengan predikat cum laude dari ITB, Bandung (2000).

Tadinya saya ingin dari AIT langsung ke ITB. Tapi, sebagai istri dan ibu dengan anak-anak masih kecil, masa terus-menerus studi, tanpa pernah mikir rumah. Sambil tersenyum, dia melirik ke jendela. Dari ruang kerjanya di lantai IV Kampus UPN, Yogyakarta, tampak puncak Merapi berasap tebal warna kelabu. Sari menjalani semua perannya dengan ceria: sebagai ibu, istri, sekaligus peneliti gunung api. *

Sumber : Kompas, Kamis, 14 Juli 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks