Jun 9, 2009

George Benson : Komunikasi Jazz George Benson

Komunikasi Jazz George Benson
Oleh : Frans Sartono

Virtuositas pemain gitar jazz dalam kemasan vokal dan musik yang ngepop: itulah suguhan George Benson dalam konser George Benson Live in Concert di ball room Hotel Gran Melia, Jakarta, Senin (4/12/2006) malam.

George Benson (63) mewarisi gaya pemain gitar legendaris jazz Charlie Christian dan Wes Montgomery. Tapi, lihatlah di Jakarta. Ia menanggalkan gitar saat melantunkan lagu Nothing’s Gonna Change My Love for You.

Sekitar seribu penonton yang membayar tiket termurah Rp 750.000 dan termahal Rp 2 juta menyambut riuh saat ia melantunkan lirik awal lagu yang populer di Indonesia pada tahun 1985 itu.

Pada era 1980-an, seniman kelahiran Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, tahun 1943, itu hampir identik dengan penyanyi pop. Lagu Benson banyak diputar di radio dan diperlakukan layaknya lagu pop.

Dalam kapasitas sebagai penyanyi pop itu pula di Jakarta Benson membawakan lagu In Your Eyes, Turn Your Love Around, dan Lady Love Me (One More Time), Kisses in the Moonlight. Saat menyanyikan lagu itu di Jakarta, gitar Benson menganggur dan tersandar di lantai. Ia hanya memegang mikrofon dan bergaya layaknya penyanyi pop.

Akan tetapi, pop hanyalah salah satu sisi dari sosok kesenimanan Benson. Ia tidak meninggalkan gitar jazz-nya. Dalam konser, ia unjuk keterampilan pada lagu pembuka Loves X Love ("X" dibaca times). Ini lagu yang cenderung ngepop dengan gaya nyanyi yang ngepop pula. Akan tetapi, dalam intro lagu, Benson menunjukkan improvisasi gitar jazz yang menawan.

Pada lagu kedua, Breezin’, Benson semakin menunjukkan kelasnya sebagai pemain gitar jazz. Ia bermain cepat. Dalam permainan yang mengalir runtut seperti air itu, artikulasi petikan Benson masih terdengar jernih dan ekspresif bukan sekadar akrobat teknik.

"Scat singing"

Rasa swing yang menjadi salah satu elemen penting jazz masih terjaga, terutama pada lagu Beyond the Sea. Pada lagu itu Benson menunjukkan trade mark atau karakter khasnya, yaitu ber-scat singing. Scat adalah bernyanyi dengan melantunkan silabel atau rangkaian bunyi tanpa makna.

Scat singing sudah lazim dalam tradisi vokalis jazz. Seperti vokalis jazz lain, scat Benson merupakan ekspresi spontan improvisatif. Scat menjadi istimewa pada Benson karena ia memaralelkan scat dengan permainan gitar. Gaya ini disukai oleh banyak pemain gitar-penyanyi, termasuk oleh Mus Mujiono di Tanah Air. Demo scat ala Benson ini juga ditunjukkan pada lagu The Masquarade yang mendapat tepuk riuh penonton.

Penyeberangan seniman jazz ke wilayah pasar pop ala Benson ini sudah lazim dalam belantika musik. Tak kurang dari legenda jazz Louis Armstrong (1901-1971) pernah muncul sebagai penyanyi pop. What a Wonderful World merupakan salah satu lagu kondang vokalis dan pemain terompet itu. Begitu juga Nat "King" Cole, yang semula pianis jazz di belakang hari lebih dikenal sebagai penyanyi pop yang memopulerkan lagu Monalisa.

Benson menempatkan virtuositas atau keandalannya dalam bermain gitar jazz di tengah atmosfer musik yang cenderung ngepop bersentuhan R&B dan soul. Secara komersial, cara ini berhasil. Nyatanya, ia mampu menjual lebih dari 40 juta kopi album. Benson menyeimbangkan posisinya sebagai pemain gitar jazz. Di antara album pop, ia juga membuat album jazz standar seperti album Big Boss Band (1990) saat ia bermain bersama big band jazz Count Basie yang berwibawa itu.

Komunikasi

Dalam konser yang digelar Buena Produktama itu Benson tampil komunikatif. Kepada penonton, ia menjelaskan bagaimana gitarnya merespons bunyi bagpipes, instrumen tiup tradisional Irlandia. Ia lalu memainkan lagu rakyat Irlandia, Danny Boy. Gitarnya mencoba mendekati cita suara alat tiup bagpipes.

"Tetapi, jangan memaksakan diri melakukan apa yang tidak bisa Anda lakukan," katanya bagai tengah memberi klinik bermain gitar.

Setelah itu, ia memainkan Danny Boy versi jazz dengan gitar yang terdengar sangat nyaman. Ia ingin menunjukkan bahwa jazz mempunyai bahasa sendiri untuk menerjemahkan sebuah lagu.

Penonton juga cukup apresiatif pada cara Benson mengolah satu komposisi, termasuk pada lagu penutup On Broadway yang telah di-"permak" habis oleh improvisasi Benson.

Ia menggunakan cara simpatik: membiarkan dasar komposisi terdengar transparan. Penonton masih mengenali ciri khas lagu, yaitu riff atau progresi chord yang diulang-ulang dari On Broadway. Di antara riff itu penonton bertepuk ritmik memberi beat. Di atas riff yang terkenal itu, Benson dan awak band lain bertukar improvisasi. Sebuah komunikasi telah berlangsung. Dan itulah hakikat jazz: komunikasi.

Sumber : Kompas, Kamis, 7 Desember 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks