Jun 21, 2009

Rob Dickinson, Pelestari KA Uap

Rob Dickinson, Pelestari KA Uap
Oleh : Ni Komang Arianti

Di era serba komputerisasi saat ini, rasanya seperti bermimpi bisa menemui lokomotif uap masih beroperasi secara normal di Museum KA Ambarawa maupun di Kesatuan Pemangku Hutan Perhutani Cepu, Jawa Tengah.

Lokomotif uap di dua tempat itu hingga kini masih sanggup berjalan puluhan kilometer dengan medan lintasan yang cukup menanjak. Kenyataan inilah yang sejak lama disadari Rob Dickinson (57), warga Inggris, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jawa pada tahun 1975. Bukan hanya loko uap milik PT Kereta Api Indonesia maupun Perhutani Cepu, tetapi juga loko uap lori tebu milik sejumlah pabrik gula di Jawa tak luput dari upaya preservasi yang dilakukannya secara swadaya.

Dokumentasi foto loko uap, loko lori tebu uap, stasiun, dan lintasan rel KA di Jawa yang dibuat Rob dan temannya, (alm) John Tillman, pensiunan staf Bank Dunia asal Inggris, telah banyak membuka mata pencinta KA dan wisatawan mancanegara lainnya dalam melihat dunia perkeretaapian Indonesia.

Bukan hanya dokumentasi foto dan film, Rob dan John beserta teman-temannya di Friends of Ambarawa berhasil mempreservasi bangunan dan fasilitas Stasiun Willem I Ambarawa (Museum KA Ambarawa—Red), Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tahun 2002, dengan dana yang dikumpulkan kelompok ini, upaya perbaikan terhadap Depo Lokomotif Ambarawa, Stasiun Willem I, Stasiun Jambu, dan Stasiun Bedono pun bergulir. Perbaikan fasilitas museum dan lintasan rel bergerigi Ambarawa-Bedono itu memungkinkan banyak orang di dunia masih bisa merasakan perjalanan KA uap bergerigi yang berusia satu abad lebih itu.

Upaya preservasi lainnya, Rob bersama Sisworo, pengelola loko tur uap di Cepu, membentuk Cepu Railway Forestry International Heritage. Tujuan kelompok ini juga untuk melestarikan loko uap dan lintasan rel di kawasan hutan jati Perhutani Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Lewat artikel

Kecintaan Rob terhadap KA uap sudah tumbuh sejak usia kanak-kanak. Pada era 1950- 1960, ketika loko uap di Inggris masih beroperasi, Rob kecil setia menanti di tepi perlintasan rel hanya untuk menanti KA uap melintas.

Beranjak dewasa, Rob sempat lupa dengan hobi kanak-kanaknya itu. Namun, cintanya pada KA uap yang sempat padam muncul lagi pada awal 1970 ketika loko uap di Inggris sudah banyak yang dimuseumkan, sementara loko uap di Benua Asia masih banyak yang berjalan.

”Pertama kali saya mengetahui KA uap di Indonesia lewat sebuah artikel dalam majalah di Inggris pada awal 1975. Artikel itu mengulas singkat keberadaan loko uap di Jawa dan Sumatera,” ujar Rob, sapaan akrab pria ini, saat ditemui di sebuah rumah penduduk di tengah hutan jati Cepu, medio Juli 2005.

Di dukung mantan istrinya, Rob memutuskan untuk berangkat ke Jawa. Sayangnya informasi dari artikel yang dibaca Rob itu tidak akurat. Ketika ia datang ke Jawa pada tahun 1975, ternyata sudah tidak banyak lagi loko uap di Jawa yang beroperasi. Kunjungan pertamanya itu mengantarkan dirinya ke Stasiun KA Willem I Ambarawa.

Tetapi, Rob bukan tipe orang yang mudah menyerah. Pada tahun 1976, ia kembali berkunjung ke Jawa. Dengan biaya perjalanan pada masa itu yang masih berkisar enam dollar AS per hari serta biaya bermalam di losmen Rp 1.000 per malam, Rob sangat menikmati perjalanannya keliling Jawa selama tiga bulan.

Setiap hari, dengan bus antarkota, Rob menyinggahi sejumlah kota di Jawa Timur, seperti Madiun dan Ponorogo, untuk mengabadikan perjalanan KA uap yang saat itu masih beroperasi di lintasan rel di dua kota tersebut.

Sejak saat itu hingga tahun 1978, Rob tidak pernah absen berkunjung ke Jawa dan senantiasa mengabadikan rangkaian gerbong kayu, loko uap, dan pemandangan alam yang indah di Jawa dengan kameranya.

Tahun 1979, Rob terpaksa absen dari kunjungannya ke Jawa karena ia harus pindah ke Kenya untuk mengajar ilmu kimia di University of Nairobi. Pada tahun 1981, Rob kembali ke Inggris dan pergi kembali secara rutin ke Jawa pada 1986. Pada tahun 1991-2005, ia merancang paket tur mesin uap Jawa miliknya.

”Tahun ini adalah tahun terakhir penyelenggaraan tur mesin uap Jawa saya. Alasannya sederhana saja, situasi dan kondisi di Jawa saat ini tidak seperti 30 tahun lalu. Jawa sekarang ini pulau yang padat, bising, dan tidak senyaman dulu lagi,” tuturnya.

Sumbangan pria yang sekarang menetap di China ini mungkin tidak begitu berarti. Namun, setidaknya upaya preservasi terhadap aset perkeretaapian Indonesia adalah kado kecil Rob bagi dunia perkeretaapian Indonesia yang genap berusia 60 tahun pada 28 September 2005.

Sumber : Kompas, Jumat, 30 September 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks