Jun 25, 2009

Ratmana Soetjiningrat : 50 Tahun Pak Suci Menulis

50 Tahun Pak Suci Menulis
Oleh : Siwi Nurbiajanti

Usia menapak kehendak alam
Aku masih melihat senyummu yang ramah itu
50 tahun kau menulis
sebuah perjalanan tanpa henti
perjuangan untuk mengatakan
yang benar adalah benar

Penggalan bait puisi karya Wali Kota Tegal Adi Winarso tersebut dibacakan oleh sastrawan Tegal, Yono Daryono, dalam acara 50 Tahun Pak Suci Menulis di Gedung Kesenian Kota Tegal, Senin (1/8/2005) malam.

Puisi itu menyiratkan penghargaan yang tinggi terhadap pengabdian Ratmana Soetjiningrat atau SN Ratmana (69) dalam bidang sastra. Di usianya yang sudah tua, Suci, demikian ia biasa dipanggil, tak pernah berhenti berkarya. Dalam pandangannya, sebuah proses kreatif tidak dapat dihentikan oleh umur atau batasan apa pun. Begitu pula dengan pengabdian.

Mengaku mencintai dunia baca sejak sebelum sekolah, Suci telah mulai menulis sejak tahun 1950. Pada dekade tahun 1950-an, satu sajak berjudul Tjerita Kamar dan delapan cerpen telah ia hasilkan. Cerpen-cerpen itu berjudul Permata, Air Rasa, Dua Orang Pasien dan Kucing, Anugerah yang Pahit, Keluh, Batubara, Ulang Tahun, dan Hati yang Berbelah.

Sajak Tjerita Kamar dimuat di lembar budaya Majalah Gelanggang tahun 1955. Sementara, untuk cerpen pertamanya, berjudul Permata, dimuat di Majalah Kisah pada tahun 1956.

Hingga 50 tahun perjalanannya menulis, Suci telah menghasilkan puluhan cerpen, sajak, dan esai, serta menerbitkan sejumlah buku. Buku-buku yang pernah ditulisnya di antaranya adalah kumpulan cerpen Sungai Suara dan Luku tahun 1981, kumpulan cerpen Asap Itu Masih Mengepul tahun 1997, kumpulan cerpen Dua Wajah dan Sebuah Sisipan dan novel berjudul Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Berbicara pada tahun 2002 dan dirilis ulang tahun 2005. Salah satu bukunya, yaitu Sungai Suara dan Luku, bahkan menjadi bacaan wajib bagi anak sekolah di Malaysia.

Terakhir, ia menerbitkan kumpulan cerpen tentang kehidupan guru berjudul Soetji Menulis di Balik Papan Tulis. Karya tersebut diluncurkan pada bulan Maret 2005, tepat pada hari ulang tahunnya ke-69. Kumpulan cerpen itu berisi karya SN Ratmana mulai tahun 1960 hingga 2000. Buku tersebut berisi 18 cerpen dengan tebal halaman 170 lembar.

Empati penulis

SN Ratmana yang dikenal sebagai adalah sastrawan dan pendidik ini dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat, namun banyak menghabiskan masa kecil dan remaja di Pekalongan. Hampir 25 tahun, ia mengajar fisika di SMU Negeri 1 Tegal, yaitu mulai tahun 1961 hingga 1985. Ia kemudian menjadi Kepala SMA Negeri Subah Batang dan SMA Negeri Pangkah, Kabupaten Tegal. Dari serangkaian tugasnya, pada tahun 1993, SN Ratmana akhirnya menjadi Pengawas Pendidikan Menengah dan Umum di Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Tengah hingga tahun 1996.

Dalam pandangan suami mendiang Budi Artiningrum dan ayah tiga anak, yaitu Iftitah Texiani, Luhur Istighfar, dan Istiadah Mulyati tersebut, kehadiran sebuah karya sastra menjadi sangat berarti jika tidak sekadar dihasilkan dari coretan tangan saja. Ia akan memiliki nilai tinggi jika muncul dari empati penulis terhadap hal yang disampaikannya. Dengan demikian, penulis dapat menempatkan diri sebagai sosok yang ditulisnya tersebut.

Menurut SN Ratmana, sastra berbicara kepada manusia atas dasar nurani. Oleh karena itu, tidak ada aturan baku mengenai karya sastra, termasuk cerpen yang baik dan yang jelek. Baginya karya sastra yang baik adalah karya sastra yang mampu ̢۪menjerat̢۪ pembaca ke dalam masalah yang dikemukakan oleh penulis.

Meskipun Suci adalah seorang guru fisika, karya-karya sastranya tetap mengalir penuh perasaan. Hal itu tidak aneh baginya, sebab ia berprinsip bahwa fisika atau yang lainnya adalah ilmu. Sementara, sastra adalah seni yang lebih menekankan pada rasa, meskipun ada ilmu yang mempelajarinya.

Setelah 50 tahun menulis, kini Suci memiliki sebuah tekad baru. Ia ingin lebih banyak mengungkapkan pengalaman batin dalam menulis. Suci pun ingin tampil lebih produktif. Selama ini, ia merasa memiliki hambatan produktivitas tulisan. Dalam 10 tahun, ia mengaku pernah hanya memproduksi sembilan cerpen. Oleh karena itu, waktu luangnya saat ini ingin ia abdikan untuk memproduksi cerpen maupun novel, guna memperkaya khazanah sastra di Indonesia.

Di usianya yang mendekati angka 70 ini, SN Ratmana pun memiliki obsesi untuk menerbitkan dua buku tepat pada hari ulang tahunnya tanggal 6 Maret tahun depan. Keduanya adalah novel berjudul Sedimen Senja yang sekarang sudah terselesaikan dan kumpulan cerpen tentang kematian berjudul Sayap-sayap Ajal. (SIWI NURBIAJANTI)

Sumber : Kompas, Senin, 8 Agustus 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks