Jun 12, 2009

Radi : Pembibit Bambu dari Begaganlima

Pembibit Bambu dari Begaganlima
Oleh : Nina Susilo

Mencoba dan mempelajari, apa pun hasilnya, menjadi kunci keberhasilan Radi. Keuletan membawa lelaki yang hanya bersekolah sampai kelas II sekolah dasar ini mampu membibitkan tanaman bambu. Sebuah upaya yang kelihatannya sepele, tetapi ternyata betapa itu tak mudah dilakukan.

Tantangan membibitkan bambu muncul ketika sebuah perusahaan perkebunan berencana menanam ribuan tanaman bambu jenis petung (bambu belah/bambu jawa/Dendrocalam asper). Rencananya, bambu yang ditanam akan digunakan untuk membuat perahu rakyat bebas bahaya. Bambu jenis ini juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas.

Radi segera menjawab tantangan itu dengan serangkaian percobaan membuat bibit bambu jenis petung. Awalnya, dia mencari batang bambu di hutan yang terletak di balik Desa Begaganlima, Mojokerto, Jawa Timur. Setelah dia berniat membuat bibit dalam jumlah besar, Radi membeli batang bambu yang akan digunakan sebagai bibit dari penduduk pencari bambu di desa.

Sebenarnya beberapa warga dan karyawan perkebunan juga mencoba membuat bibit bambu, tetapi tak seorang pun berhasil. Radi yang ikut mencoba membuat bibit pun tidak serta-merta mampu membibitkan bambu. Baru pada percobaan ketiga Radi berhasil membuatnya.

Saat percobaan pertama, Radi menggunakan bambu sepanjang 50 sentimeter (cm) yang beruas dan memberi sedikit air dekat ruas bagian atas bambu. Dengan cara ini, bambu bisa tetap hidup, tetapi tidak sehat.

Percobaan selanjutnya, Radi memotong ruas bambu muda yang berdiameter 1 cm sepanjang 50 cm. Percobaan ini umumnya gagal.

Tak putus harapan, Radi menggunakan bambu yang cukup tua dengan diameter sekitar 2 cm. Buluh bambu sepanjang 50 cm dengan sebuah ruas bambu ditancapkan di tanah dalam sebuah polybag. "Bagian yang beruas harus di atas tanah supaya lebih cepat tumbuh akar," ungkap Radi.

Setelah bertunas dan berakar, bibit-bibit bambu ini akan ditanam langsung di tanah. Radi merencanakan penanaman dilakukan saat musim hujan.

Menanamnya pun memerlukan teknik tersendiri. Tunas bambu yang sudah cukup panjang dipotong terlebih dahulu sampai tersisa 30 cm-40 cm. Selanjutnya, bambu akan bersemi.

Pupuk yang digunakan hanya berupa campuran kotoran hewan dengan tanah. Pupuk hanya ditaruhkannya sedikit-sedikit pada calon bibit bambu Radi. "Kalau terlalu banyak bisa bosok (busuk)," kata Radi.

Setelah berhasil membibitkan bambu, sejak 6 Juni Radi membuat 2.500 bibit bambu.

Untuk lelaki yang hanya mengenyam pendidikan dasar sampai kelas II sekolah dasar, hal ini sangat membanggakan. Semua dilakukan Radi berdasarkan pengalaman dan keuletannya.

Menurut pengajar biologi Universitas Airlangga, Hery Purno Basuki, yang pernah meneliti bambu, pembibitan bambu biasanya dilakukan dari tunas atau rebungnya. Mengembangbiakkan bambu, menurut Hery, bisa dilakukan semua orang karena pertumbuhan bambu relatif cepat.

Namun, ternyata hanya Radi yang mampu menjawab tantangan perkebunan swasta di Kecamatan Gondang. Menyediakan beribu-ribu bibit bambu terwujud di tangan Radi.

Bersahaja

Pertama kali ditemui, sosok Radi (62) tampak biasa saja. Penampilannya bersahaja, hanya mengenakan kemeja batik yang dibiarkan tidak terkancing dan bercelana komprang selutut berwarna gelap serta tidak beralas kaki. Kepala Desa Begaganlima Misri mengenalkan Radi sebagai sesepuh desa.

Saat itu Radi tidak berani banyak bicara. Pasalnya, dia baru saja diminta mengantarkan sepasukan tentara menuju Bukit Semar di Gunung Welirang, Mojokerto. Radi sangat akrab dengan hutannya. Baru saat ditemui selanjutnya, Radi bercerita tentang hutan dan bukit di sekitar desanya.

Lelaki ini menceritakan, lebih dari 50 tahun lalu dia harus berjalan sekitar 10 kilometer untuk mencapai sekolahnya di daerah Pugeran, Kecamatan Gondang. Ketidakmampuan ekonomi membuat Radi putus sekolah setelah kelas II sekolah dasar.

Radi kecil selanjutnya bekerja di sawah dan sekitar tahun 1975 merantau ke Surabaya. Di kota ini dia menjadi pekerja kasar di perusahaan-perusahaan, tukang kebun, atau tukang bangunan.

Penat dengan kehidupan di kota, tahun 1981 Radi kembali ke desanya dan menikahi Aminah (43). Di desa, lelaki ini berjualan bahan untuk pembuatan jamu.

Awalnya, bahan jamu ini diambilnya dari hutan. Untuk menghemat tenaga, Radi mencoba membudidayakan tanaman obat-obatan itu. Tanaman obat yang dikembangbiakkan, antara lain, adalah temugiring, temulawak, lempuyang, kayumanis, dan kapulaga.

Berhasil menanam tumbuh-tumbuhan obat, Radi mencoba membuat bibit tanaman-tanaman itu yang kemudian dijualnya. Akan tetapi, tidak semua berjalan mulus. Bibit yang laku dan kerap dipesan orang hanya kapulaga.

Istrinya membuka warung dan berjualan barang kebutuhan sehari-hari di depan rumah mereka. Dari hasil berjualan tanaman obat dan bahan kebutuhan sehari-hari itulah Radi dan Aminah membesarkan empat anak mereka. Dua anak lelaki terbesar kini telah membentuk keluarga sendiri, sedangkan dua anak terkecil masih tinggal bersama Radi dan Aminah.

Sumber : Kompas, Senin, 2 Oktober 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks