Maslina, "Maestro" Tenun Cual
Oleh : Emilius Caesar Alexey
"Kain tenun cual adalah identitas budaya Bangka. Kita tidak boleh membiarkannya hilang atau digantikan oleh mesin."
Kalimat itu diungkapkan dengan jelas oleh Maslina Yazid (46) ketika menutup pelatihan dasar menenun kain cual, Sabtu (23/9/2006) di Selindung Lama, Bangka. Guru tenun kain cual satu-satunya di Kabupaten Bangka itu berusaha meyakinkan peserta pelatihan agar mau terus berlatih menenun demi melestarikan budaya dan menambah pendapatan mereka.
Bagi Maslina, menenun kain cual adalah bagian hidupnya sejak menikah dengan Abi Yazid pada tahun 1979. Sebenarnya, Maslina berasal dari Muara Enim, Sumatera Selatan. Namun, karena keluarga besar suaminya adalah ahli tenun dari Tempilang, Bangka Barat, dia mulai belajar dan menguasai keterampilan menenun kain cual.
Pada masa lalu, wilayah Tempilang dan Mentok merupakan penghasil utama kain cual sehingga ilmu tenun yang diajarkan kepada Maslina adalah salah satu hal yang terbaik.
Setelah 11 tahun belajar menenun, pada tahun 1990 Maslina dan suaminya memutuskan untuk melestarikan kain cual dengan memproduksi dan menjualnya ke masyarakat.
"Waktu itu kain cual tidak lagi menjadi identitas masyarakat Bangka karena sulit diperoleh dan kuatnya pengaruh kain dari Palembang, sebagai ibu kota provinsi induk. Hampir tidak ada lagi orang yang menenun kain cual untuk dijual. Oleh karena itu, kami terdorong mengangkat pamor kain cual," tutur Maslina.
Oleh Pemerintah Kabupaten Bangka kala itu, Maslina dan suaminya diminta untuk membuka usaha kain cual di dekat Pangkal Pinang agar mudah diakses masyarakat. Pada tahap awal, pemasaran usaha kain cualnya juga masih dibantu oleh pemerintah.
Awalnya adalah masa yang paling berat bagi Maslina memulai usaha. Dia harus keluar masuk kampung untuk mencari kain-kain cual lama.
Pencarian kain cual lama itu dilakukan Maslina untuk mengambil motif tradisional klasik, merekonstruksi, dan memodifikasinya untuk kain cual yang akan ditenunnya. Belasan kain cual yang sudah berumur sekitar 200 tahun berhasil dia peroleh. Motif-motif kain cual lama itu ia coba tiru secara utuh atau dikombinasi dengan motif lainnya.
"Sangat sulit meniru motif kain cual kuno. Tingkat kesamaan paling tinggi hanya 80 persen. Peniruan menjadi sulit karena perbedaan jenis benang, pewarna, dan teknik menenun yang kalah tinggi dengan nenek moyang," ungkap Maslina.
Setelah berhasil menciptakan beberapa kombinasi motif yang menarik, Maslina mulai menenun kain-kain cual yang indah untuk dijual. Ibu sepuluh anak itu juga menyusun pola-pola motif ke atas kertas untuk dokumentasi.
Selain berburu dan mengumpulkan kain cual lama, Maslina juga mulai mengajarkan keterampilan menenun kain cual. Murid-murid Maslina, awalnya, adalah ibu-ibu dan remaja putri yang ada di sekitar rumahnya. Keempat putrinya menjadi murid awal Maslina.
Pada tingkat dasar, Maslina mengajarkan teknik dasar menenun. Mulai dari mencukit atau merangkai motif dengan cara memasukkan lidi setiap beberapa helai benang tenun, lalu mengikat benang-benang itu dengan benang lain, sampai memasukkan benang warna lain sesuai motif sehingga tercipta sebuah tenunan yang indah.
Sebagai guru tenun kain cual, Maslina mengajarkan motif dasar, seperti umpak, patah beras, ombak, cak rebung, cucuk celek, dan bekuku. Jika sudah mahir, beberapa motif yang rumit, seperti burung bangau, naga besaung, lepus kuno, dan beberapa motif lainnya diajarkan pula.
"Untuk dapat menjadi terampil dalam menenun dibutuhkan waktu belajar dan praktik minimal enam bulan. Setelah praktik sendiri beberapa tahun, mereka akan diajari motif-motif yang lebih rumit," papar Maslina.
Gratis
Untuk mengajar keterampilan menenun ini, Maslina tidak meminta bayaran apa pun kepada muridnya. Baginya, ilmu yang didapat secara gratis dari keluarga suaminya akan dia bagi secara gratis pula kepada yang mau belajar.
Bahkan, setelah muridnya selesai belajar dan dianggap mulai dapat menenun, Maslina memberikan seperangkat alat tenun manual, lengkap dengan benang yang sudah terpasang senilai Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Jika hasil karya muridnya bagus, Maslina menyediakan tempat untuk menjualkan hasil karya mereka.
"Untuk satu selendang, seorang penenun mendapat uang Rp 150.000. Sedangkan untuk kain bawahan, penenun mendapat Rp 270.000 per lembar. Jumlah uang yang diterima dapat semakin besar jika hasil tenunan semakin bagus dan berkualitas tinggi," ucap Maslina.
Setiap kain tenun cual berkualitas standar dijual dengan harga Rp 1,5 juta sampai Rp 1,8 juta. Namun, ada juga yang dijual dengan harga Rp 3 juta, Rp 5 juta, sampai Rp 18 juta. Kain tenun cual dengan harga tertinggi itu, benang tenunnya terbuat dari emas 18 karat dan motifnya paling rumit.
Selain melatih murid secara privat di dalam ruang kerjanya, Maslina juga sering mendapat tugas dari pemerintah untuk melatih beberapa orang sekaligus, yang berasal dari semua kabupaten di Bangka Belitung.
Sejak tahun 1990 sampai 2006, Maslina sudah melatih 70 orang, tetapi baru 20 orang yang terus aktif menenun.
Semua motif kain tenun cual dilukiskan di atas kertas berikut pola membuatnya, sehingga setiap muridnya dapat menenun motif-motif itu. Maslina bertekad akan terus mengembangkan kain tenun cual sampai kain khas Bangka itu benar-benar menjadi identitas daerah.
"Saya tidak akan membiarkan seni tenun tradisi yang bernilai tinggi ini digantikan mesin. Bagaimanapun, seni tenun secara manual jauh lebih indah daripada pakai mesin," papar sang "maestro" tenun kain cual ini.
Sumber : Kompas, Sabtu, 30 September 2006
Jun 12, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment