Oh, Pendekar Koran Tanpa Kertas
Oleh : Pepih Nugraha
"Koran" ini dibaca oleh sedikitnya 700.000 "pengunjung" setiap harinya. Uniknya, koran itu tidak punya wartawan yang melaporkan dan menulis berita. Meski begitu, kehadiran koran tanpa kertas ini telah mengguncang politik Korea Selatan, sekaligus media massanya di sana.
Tanda petik harus digunakan pada kata "koran" dan "pengunjung" (pembaca) karena koran yang dimaksud adalah surat kabar elektronik tanpa kertas yang paling sukses di dunia, Ohmy News. Meski tanpa wartawan, koran ini memiliki lebih dari 41.000 "wartawan", yakni warga masyarakat biasa yang disebut pewarta warga (citizen reporter).
"Kami telah mengubah politik dan media massa Korea Selatan, tetapi saya malu mengatakannya," kata Oh Yeon-ho, sebagaimana dikutip The Economist edisi 22 April lalu. Oh, adalah pendiri Ohmy News itu. Dia berhak menyombongkan diri karena koran mayanya itu merupakan contoh nyata jurnalisme warga (citizen journalism) yang paling sukses di jagat ini.
Oh "menerbitkan" koran ini—lebih tepat menampilkan koran ini di situs pribadi (blog) miliknya—untuk pertama kali pada 22 Februari 2000. Karena yang menjadi "wartawan" warga masyarakat biasa, maka Ohmy News bermotto "Setiap Warga adalah Pewarta" (Every Citizen is a Reporter).
Disebut mengguncang jagat politik Korea Selatan karena koran ini telah berjasa mengangkat Roh Moo-hyun sebagai presiden pada pemilihan umum Desember 2002. Roh saat itu dianaktirikan media massa konvensional. Isu kampanye maupun profil dirinya tidak pernah tampil di media-media massa ternama. Roh dicuekin habis.
Sebagaimana dilaporkan majalah Time, 6 Juni 2005, Ohmy News memaksa pembaca membuka mata ketika tahun 2002 memberitakan dan melaporkan dua siswi yang tertabrak tentara Amerika Serikat (AS) hingga tewas. Kebetulan, warga masyarakat biasa juga yang saat itu menjadi saksi mata, yang kemudian melaporkannya kepada Ohmy News lewat internet.
Segeralah mata pembaca beralih saat media massa konvensional seperti koran (cetak), radio, televisi, dan situs berita dot.com masih tenang-tenang saja, seakan-akan peristiwa penting itu tidak pernah terjadi. Padahal, media massa konvensional memiliki wartawan sungguhan, wartawan profesional yang memang bekerja untuk mencari dan menulis berita.
Sebagai politisi, insting Roh Moo-hyun bekerja. Inilah isu yang pantas diangkat: meniupkan sentimen anti-AS. Ohmy News pun menangkap arah angin politik yang diembuskan Roh. Setiap hari pewarta warga yang anti-AS menghujani Ohmy News dengan laporan-laporannya yang aktual. Itu ternyata menyedot perhatian pengunjung Ohmy News yang aslinya berupa blog, khususnya di kalangan anak muda ini.
Oh pernah mencatat, satu isu panas dikomentari oleh 85.000 pengunjung. Para pembaca Ohmy News memang dimungkinkan untuk mengomentari suatu berita secara interaktif.
Oh, lewat Ohmy News miliknya, mencitrakan Roh sebagai suara generasi muda, yang tentu saja menarik simpati pemilih muda yang hampir sebagian besar melek internet dan menjadi pengunjung setia Ohmy News. Seperti sudah diceritakan di muka, Roh berhasil terpilih sebagai presiden dan memberi wawancara eksklusif pertamanya pada koran tanpa kertas itu.
Tiba-tiba saja Ohmy News menjadi media massa utama, padahal kelahiran awal yang dibidani Oh dimaksudkan sebagai media alternatif. Karena masifnya pengunjung, Ohmy News pun kebanjiran pemasang iklan.
Kemarahan
Dilahirkan di Gokseong tahun 1964, Oh Yeon-ho sejak kecil bercita-cita menjadi penulis. Untuk itulah ia masuk Universitas Yonsei jurusan sastra dan lulus tahun 1988. Sepuluh tahun kemudian ia meraih PhD di bidang komunikasi massa dari Universitas Sogang, di situ sebelumnya ia memperoleh master di bidang jurnalistik dari Universitas Regent. Oh kemudian menjadi wartawan sebuah majalah.
Prestasi yang diraih Oh sebagai "pendekar" koran elektronik paling sukses di dunia dewasa ini justru bermula dari hal sederhana, yakni kemarahannya. Oh marah saat tahun 1999 media massa konvensional melansir berita tentang pembunuhan massal pengungsi Korea yang dilakukan tentara AS di No Gun Ri, 50 tahun sebelumnya. Lebih mengesalkan lagi, berita yang ramai ditulis media massa konvensional Korea Selatan saat itu bersumber dari kantor berita AS, Associated Press.
Bagi Oh, berita itu sangat tidak mengejutkan, bahkan sudah masuk dalam kategori berita lapuk alias berita fosil. Soalnya, empat tahun sebelumnya di tahun 1995, Oh sudah menulis kisah pembantaian No Gun Ri ini di majalah berhaluan kiri, Mal.
Tidak seperti wartawan Associated Press yang menulis No Gun Ri yang kemudian mendapatkan hadiah Pulitzer, berita yang ditulis Oh sepi perbincangan massa. Ini yang membuat Oh geram dan marah. "Saya seorang proletar dalam dunia media," kenang Oh kepada majalah Far Eastern Economic Review, 7 Oktober 2004.
Dari ketidakpuasan itulah dia mendirikan media massa alternatif berupa blog berita, yang bermula dari blog atau situs pribadinya, yang ia beri nama Ohmy News. Kata "Oh" diambil dari nama depannya. Ohmy News kini merupakan blog berita paling sukses di dunia. Ohmy News juga sudah menerbitkan edisi Ohmy News International berbahasa Inggris, dan Ohmy News Japan untuk edisi bahasa Jepang, menyusul edisi China.
Sumber : Kompas, Sabtu, 27 Mei 2006
Jun 17, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment