Joni Sakti, Sampah, dan Energi
Oleh : FX Puniman*
Lautan sampah terjadi di Kota Bandung pekan terakhir ini. Sementara itu, di Jakarta, sampah yang berjumlah ratusan truk tak bisa dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang karena operator alat berat di TPA tersebut mogok.
Hal itu membuat Joni P Sakti (50), doktor bidang rekayasa dan manajemen lingkungan dengan bidang minor kimia dari University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, lulusan tahun 1993 dengan predikat magna cum laude, sangat prihatin.
"Sedih dan prihatin. Masalah sampah tampaknya tidak kunjung tuntas teratasi. Padahal, sampah sebetulnya bisa kita konversi menjadi energi dan produk berharga lain bila kita mampu mengolah dan mengelolanya secara benar," ungkap Joni pertengahan Mei lalu.
Lelaki kelahiran Jepara, Jawa Tengah, tahun 1956 yang menyelesaikan sarjana teknik sipil di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tahun 1982 dan kini tinggal di Bogor, itu memaparkan konsep mengolah sampah organik menjadi energi dan produk bernilai jual tinggi, berdasarkan hasil penelitiannya yang sudah dipublikasikan di beberapa jurnal di AS, antara lain Applied Biochemistry & Biotechnology, Anaerobic Digestion: A Waste Treatment Technology, dan Resources & Conservation.
Menurut Joni, pengolahan sampah menjadi energi (WTE) sudah dilakukan di luar negeri antara lain di Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Jepang, bahkan Singapura, dan menjadi populer belakangan ini karena harga minyak dan gas terus naik tajam.
"Sampai saat ini WTE belum diimplementasikan dalam skala industri oleh tenaga ahli Indonesia," kata Joni yang tujuh tahun bekerja di perusahaan konsultan bidang teknik dan manajemen lingkungan di AS.
Dia kemudian bekerja di Indonesia dan Singapura setelah pulang pada tahun 1994 atas saran dosennya, Prof Dr Paul Mac Berthouex, yang pernah menjadi konsultan teknik dan manajemen lingkungan Pemerintah Indonesia, untuk berkarya di Indonesia yang membutuhkan tenaga di bidang lingkungan.
"Sejak beberapa tahun lalu, terutama setelah kenaikan gila-gilaan harga bahan bakar minyak, saya mengembangkan konsep WTE yang menggunakan keuntungan kompetitif dan kacamata Indonesia. Teknologi ini berdasarkan riset saya di AS dikombinasi dengan kajian mendalam dari berbagai industri WTE di negara maju, misalnya RefCoM & Sebac (AS), Dranco (Belgia dan Jerman), Valorga (Perancis), dan Italba (Italia). Teknologi ini kemudian saya beri nama BioConvension of Organic Refuse to Energy with Total Recycling System (BioCORE TRS)," kata Joni.
BioCORE TRS
BioCORE, menurut Joni yang menikah dengan Sherley Chandra MBA, adalah proses di mana sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk, seperti segala sayuran, buah, daging, ikan, telur, nasi, mi, rumput, dan daun, diubah menjadi energi, sedangkan produk berharga lainnya seperti biogas, listrik, bahan makanan ternak, pupuk organik plus, dan atau briket sampah organik. Metode yang dipakai adalah fermentasi anaerobik.
TRS sendiri adalah daur ulang menyeluruh. Semua sampah anorganik sisa sampah organik menjalani daur ulang semaksimal mungkin. Segala jenis sampah yang bisa didaur ulang, seperti kertas dan produk dari kertas, logam, kaca, tekstil, plastik, kayu, dan karet, dimanfaatkan lagi sebanyak-banyaknya. Akhirnya, sampah yang tersisa adalah dari jenis keramik, abu, lumpur, debu, dan jenis lain yang mempunyai karakteristik seperti tanah itu sendiri, bebas dari bahan kimia berbahaya.
"Sampah yang tersisa ini bisa digunakan untuk bahan timbunan sehingga materi yang benar-benar dibuang ke TPA volumenya berkurang sampai dengan 97 persen dari total volume sampah. Dengan begitu, lahan yang diperlukan sangat minimal," ujar Joni.
Bahan gratis
Bahan baku BioCORE adalah sampah yang diproduksi setiap hari, termasuk sumber energi yang terbarukan dan tersedia gratis di mana-mana.
"Dengan mengubah sampah menjadi energi, negara kita akan menjadi lebih bersih, nyaman, dan terbebas dari pencemaran udara, air, dan tanah yang disebabkan sampah, bahkan dapat membantu mencabut subsidi minyak tanah tanpa membebani rakyat miskin, karena harga energinya bisa Rp 1.130, setara satu liter minyak tanah," papar Joni.
Selama studi di AS tahun 1983-1993, Joni hanya enam bulan pertama dibiayai orangtuanya. Selanjutnya, dia hidup mandiri dengan menjadi asisten dosen di tempatnya kuliah pascasarjana di Universitas Texas di El Paso, AS.
Joni optimistis industri BioCORE TRS dapat dikembangkan di Indonesia dengan sangat efisien, efektif, dan kompetitif.
Menurut Joni, selain dapat menjadi solusi optimal untuk mengatasi permasalahan kritis sampah dan energi, industri BioCORE TRS juga dapat menjadi bisnis yang sangat potensial di Indonesia. Sebagai ilustrasi, dengan retribusi sampah gratis, tingkat pengembalian modal bisa mencapai lebih dari 24 persen dengan potensi pendapatan lebih dari 3 miliar dollar AS per tahun. Bahkan, kata Joni lagi, suatu ketika industri BioCORE dapat membeli sampah dengan harga layak. "Alangkah baiknya bila nama TPA diubah menjadi pusat pengolahan sampah menjadi energi dan daur ulang," ujarnya.
*FX Puniman Wartawan, Tinggal di Bogor
Sumber : Kompas, Jumat, 26 Mei 2006
Jun 17, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment