Jun 18, 2009

Maridjan : Menjaga Merapi Tetap Tenang

Menjaga Merapi Tetap Tenang
Oleh : Hariadi Saptono

Mbah Maridjan adalah "buah bibir" yang menjaga martabat bibir. Sebagai orang Jawa—yang tentu masih menganggap bahasa salah satu skala nilai etis—tentu ia berpegang pada norma, ajining diri saka lathi. Artinya, baik atau buruk diriku, terpulang pada lidahku.

Itu sebabnya ketika hampir sebulan ini aktivitas vulkanik Gunung Merapi meningkat, nama Maridjan—juru kunci Gunung Merapi yang bergelar Raden Ngabehi Surakso Hargo itu pun—menjadi buah bibir pembaca koran dan penonton televisi. Pertanyaan yang tak tertahankan disertai rasa sebal barangkali ialah cemooh dan keheranan mengapa orang Jawa, khususnya para pemukim di sekitar Merapi, tidak juga menuruti perintah untuk segera menyingkir dan mengungsi dari ancaman gunung paling berbahaya di dunia itu. Seberapa akurat juru nujumnya? Seberapa kuat relasinya dengan alam lingkungan yang melahirkan local wisdom.

Namun, setiap kali pernyataannya muncul di koran dan suaranya muncul di televisi atau radio orang keheranan karena unsur logikanya belum penuh, tidak bulat, dan keterangannya akan situasi Merapi tidak begitu memuaskan. Tetapi, mengapa pengaruhnya demikian besar terhadap masyarakat lokal? Ini soalnya.

Bahasa dan penjelasan Mbah Maridjan oleh warga sekitar dusun—sebutlah misalnya menurut lurahnya sendiri, Lurah Desa Umbulharjo, Drs Bedjo Mulyo— ibarat bahasa pelesetan, yang licin. Yang menggunakan logika lempeng, logika lurus, bakal terpeleset, keliru memaknai keterangannya.

"Merapi kok dihubung-hubungkan dengan Pak Harto segala. Kuwi paranormal kuwi (Itu paranormal namanya)," kata Mbah Maridjan (73), membantah dirinya sebagai paranormal. Jumat (12/5/2006) siang di kediamannya Dusun Kinahrejo, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, tujuh wartawan mewawancarainya.

Terhadap permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menaikkan status Gunung Merapi dari Waspada ke status tertinggi, yaitu Awas, ia menegaskan permintaan Wapres itu benar. "Sing sepisan, sakdurunge nglerokke liyan, nglerokkna awakmu dhewe yo…(Pertama, sebelum menyalahkan orang lain, salahkan diri sendiri dulu ya)," itu pesannya.

Ucapan Jusuf Kalla, katanya, tidak keliru. "Ning, yen warga dikon ngungsi, yo tulung duite pemerintah kuwi diungsekke nang pengungsen kanggo warga (Tetapi, kalau warga disuruh mengungsi, tolong juga duit pemerintah itu diungsikan juga ke pengungsian untuk warga)," kata Simbah, disambut tawa hadirin. Tetua dusun yang selalu mengisap rokok merek Kansas warna hijau itu tidak berubah menghadapi seluruh tamunya. Tetap tenang, tetap geguyon. Seolah tidak ada ancaman Merapi. Seolah ia pun tidak repot dengan rumahnya yang sedang dibongkar dan diganti jadi rumah tembok. Ia tak risi, ada tiga pengembara tiduran, menggelar tikar, pakaian, bahkan kompor gas di lantai di depannya, di dalam rumah joglonya. Di rumah limasan di sisi timur joglo, ada lagi tujuh pengembara asal Bogor yang menumpang beberapa hari dan tidur di balai-balai bambu.

Mbah Maridjan sendiri sudah beberapa hari ini berpuasa. Hanya merokok dan mutih, berpuasa minum air tawar dan hanya makan sekepal nasi atau singkong tanpa garam atau gula. Tamunya yang lain santai menggodok singkong, membuat sayur, dan menyiapkan makan siang di sebuah dapur rumahnya. Salah satu tamu membawa gula pasir dan teh. Sedangkan 20 bungkus tempe kedelai disiapkan untuk nyamikan sambil mengobrol. Tamunya minta Mbah Putri (istri Mbah Maridjan) menggoreng tempe tersebut dengan bumbu bawang putih dan garam.

Dusun itu termasuk salah satu permukiman paling tinggi di Merapi. Diapit Kali Gendol di sisi timur dan Kali Kuning di sisi barat. Sejak lama kawasan ini dianggap kawasan wisata spiritual. Sebagian orang menganggapnya sakral karena ada sejumlah situs, Watu Dampit di bawah Puncak Garuda, Gapura Sri Penganti tempat upacara labuhan Keraton Yogyakarta, mata air Umbul Wadon dan Umbul Kakung di aliran Kali Kuning, Goa Jepang, serta Watu Gajah dan Ringin Putih di kawasan Wisata Bebeng. Di sisi barat, di Kecamatan Pakem, ada situs Gunung Turgo, Hutan Turgo, dan makam Syekh Jumadil Kubro.

Dalam kronik sejarah, kawasan ini dicatat sebagai tempat Raden Mas Said mempersiapkan diri dan mengasah kekuatan raganya sebelum akhirnya mandiri sebagai Mangkoenagoro I, pendiri Keraton Mangkunegaran di Surakarta. Sedangkan Kali Kuning kelak menjadi situs naas, ketika Paku Buwono (PB) VI ditangkap Kompeni Belanda, menyusul lemahnya kekuatan politik dan spiritual Keraton Surakarta ketika itu (lihat Vincent JH Hoeben, Keraton dan Kumpeni: Surakarta dan Yogyakarta 1830-1870, Bentang Yogyakarta). PB VI memilih Kali Kuning untuk tetirah, ziarah spiritual.

Anak juru kunci Merapi itu mengaku masa kecilnya memang dihabiskan di desa yang indah tersebut, lengkap dengan tanaman buah-buahan yang masih banyak ketika itu. "Sing paling okeh jambu kluthuk. Saiki wis entek kabeh... (Yang paling banyak jambu biji, sekarang sudah habis semua)," katanya. Dengan introduksi seperti itu, lalu diceritakannya pengalamannya naik Merapi. Antara mimpi dan entah, dia bercerita, suatu hari ia merasa dipanggil ke Merapi. Ia menemukan pintu gerbang hijau dan penjaga. Lalu ia menemukan rumah kayu dengan pintu hijau dan ditemuinya kakeknya di sana. "Ya sudah duduk di sini. Pakai tikar saja ya, jangan di kursi duduknya," ujar kakeknya pada Maridjan yang kini memiliki enam anak dan 11 cucu itu.

Itu sebabnya "bahasa" Merapi ditangkapnya dengan caranya sendiri. Situasi letusan sekarang ini dikatakannya Merapi sedang ewuh, sedang ada hajatan, yaitu membangun diri. Kalau Merapi mbangun, kita semua harus mbangun kesabaran. Hatinya suci, mbangun mental, dan mengurangi macam-macam.

"Saya tahu kok, bahaya Merapi itu sudah manglung (condong) ke selatan. Tapi, kalau kita semua masih ada yang memelihara, nanti kan batunya disingkirkan juga," katanya.

Kami mengantar kakek tua itu pulang ke rumahnya. Ia membetulkan pecinya. Mbah Maridjan tersenyum dan melambaikan tangan pada belasan orang desa di Bebeng.

Sumber : Kompas, Selasa, 16 Mei 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks