Totalitas Maman pada Bayi Hewan
Oleh : M Clara Wresti
Tempat tinggal yang sekaligus kantornya di sisi barat Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, dari jauh tampak asri. Terasnya dipenuhi pot tanaman yang subur terawat. Namun, begitu masuk ke dalam rumah itu, bau menusuk langsung menyengat hidung. Bau khas hewan.
"Saya tahu mau ada tamu, jadi saya bereskan sedikit rumah saya. Biasanya lebih berantakan. Soalnya binatang-binatang ini bandel. Suka pipis sembarangan," kata Maman (54), petugas yang memelihara bayi-bayi hewan yang ditelantarkan induknya di Kebun Binatang Ragunan.
Setiap hari dilalui Maman mengurus binatang, dari burung kakak tua, linsang, musang, harimau, hingga singa. Ketika hewan-hewan itu berusia tiga bulan, mereka boleh tidur di kamar tidur Maman. Tidak mengherankan kamar tidur Maman juga beraroma binatang. Kali ini yang mendapat kesempatan tidur bersamanya adalah harimau benggala bernama Margo yang baru berusia 2,5 bulan.
"Dengan tidur bersama saya, bayi-bayi ini akan merasa lebih aman. Kasihan, mereka sudah tidak disayang induknya. Kalau tidur sendiri, nanti malah stres," ungkap lajang kelahiran Bogor, 17 November 1952, ini.
Margo dirawat Maman karena induknya tidak mampu merawat. Induknya, Srikandi, melahirkan lima anak, padahal puting susunya hanya empat buah. Kondisi Margo paling lemah karena selalu tidak kebagian puting susu.
"Ada juga induk harimau, mungkin karena lama hidup terkurung di kandang, naluri keibuannya hilang. Induk itu hanya kawin, tetapi sama sekali tidak mau merawat anak. Bayi-bayi yang seperti itu yang menjadi tanggung jawab saya," ujar Maman.
Sebagai ganti air susu induk, Maman memakai susu sapi bubuk dicampur hati ayam. Menurut dia, campuran ini yang terbaik dan sudah terbukti bisa memperbaiki kondisi bayi yang lemah menjadi lebih sehat dan gemuk.
Sejarah
Lahir sebagai sulung dari enam bersaudara dari pasangan Rahmad Nabib (alm) dan Sarinah (alm), sejak kecil Maman memang sayang pada binatang. Apalagi ayahnya seorang dokter hewan membuat dia akrab pada binatang sejak usia dini.
Menjadi perawat bayi-bayi binatang bukanlah cita-cita Maman. Ketika dia sedang menyelesaikan skripsi di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) dia mendapat tawaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto untuk bekerja di Ragunan.
"Beliau melihat foto saya sedang menggendong linsang. Sebelum menjabat menteri, beliau pernah menjadi guru besar sejarah sastra UI," kata Maman yang mulai bekerja di Ragunan pada 11 Maret 1983. Tawaran itu langsung diterima dan Maman akhirnya tidak menyelesaikan skripsinya.
Maman sempat ditempatkan di bagian satwa burung karena dia bilang senang binatang berbulu. Padahal, yang dia maksud adalah hewan seperti linsang, harimau, singa, dan sebagainya. Ternyata menurut terminologi kebun binatang, satu-satunya hewan berbulu adalah unggas. Adapun linsang, harimau, singa dan sebagainya adalah hewan berambut. "Saya minta tukar dan akhirnya diserahi tugas mengurus bayi kuda nil," cerita Maman.
Walau tidak mempunyai pendidikan kedokteran hewan, namun Maman cukup berhasil merawat binatang. Itu dikarenakan dia memakai hati untuk merawat bayi-bayi hewan itu. Bahkan, dia juga memilih untuk tidak menikah agar bisa bekerja dengan baik.
"Orang menikah itu untuk mempunyai anak. Lha, anak saya sudah banyak kayak begini, masak masih mau menikah," canda laki-laki berperawakan kurus ini.
Bandel
Mengurus bayi hewan tidak berbeda dari mengurus bayi manusia, butuh ketelatenan dan kasih sayang. Mereka juga bandel dan sering membuat Maman kesal. Ketika merawat empat bayi linsang, kamar Maman sudah seperti kubangan. Kasur busa Maman juga bolong di sana sini karena mereka gigiti. Lalu ketika mengurus tiga bayi singa, setiap malam sebelum tidur dia harus membersihkan tempat tidurnya karena mereka selalu pipis dan buang air besar di tempat tidur.
"Susah banget mengajari mereka buang air di tempat tertentu. Akhirnya, setiap pagi mereka saya rangsang di bawah pancuran air untuk buang air. Saya perhatikan, induk binatang selalu menjilat pantat anaknya untuk merangsang anaknya buang air. Sejak itu, kebandelan mereka agak berkurang," ujar Maman sambil memberi susu kepada seekor bayi binturong (sejenis musang) yang sedang sakit.
Salah satu kebahagiaan Maman jika bisa memberi kandang bagus. Selain gaji, dia juga merelakan uang tabungan dan uang arisan, serta menjual beberapa barangnya demi membuat kandang yang bagus.
"Setelah berusia enam bulan, mereka harus punya kandang sendiri. Yah, kalau orangtua lain ingin menyekolahkan anaknya di tempat yang bagus, saya ingin memberi kandang yang bagus buat mereka," tuturnya. Hewan-hewan itu memang tidak mungkin dikembalikan ke kandang induknya karena pasti akan berkelahi.
Saat ini ada 10 harimau dan singa berada di kandang belakang rumahnya, 28 linsang, seekor anoa, dan beberapa belas burung. "Nanti, kalau uang lembur saya dibayar, akan saya pakai beli cat kandang. Sudah empat bulan uang lembur saya belum dibayar," ujar Maman yang hingga 23 tahun bekerja statusnya masih pegawai honorer.
Sumber : Kompas, Rabu, 24 Mei 2006
Jun 18, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment