Jun 20, 2009

Lukas Barayap, Pawang Ikan Penjaga Laut Manokwari

Lukas Barayap, Pawang Ikan Penjaga Laut Manokwari
Oleh : Subhan SD

Ketika para pengebom ikan beraksi, Lukas Barayap, warga Kampung Bakaro, Manokwari Timur, justru memanggili ikan-ikan itu untuk diberi makan. Itulah bentuk perlawanannya menghadapi kekerasan dan kerakusan para pengebom ikan.

Dia punya keahlian unik. Hanya dengan meniupkan peluit, Lukas mampu memanggil ikan-ikan dari laut lepas di Samudra Pasifik itu. Bertahun-tahun, dia menjaga ikan-ikan di Teluk Bakaro.

Awalnya Lukas Awiman Barayap benar-benar gelisah melihat para pengebom ikan beraksi di depan matanya. Hatinya tersayat melihat ikan-ikan mati mengambang di laut. Terumbu karang juga hancur. Ekosistem laut rusak. Pengebom mengeruk isi laut tanpa bisa dicegah. Itu artinya masa depan anak-anak kampung itu hilang karena sumber alam dirusak.

Suasananya seperti perang, setiap hari terdengar ledakan bom ikan, kata Lukas mengenang peristiwa di tahun 1990-an itu. Yang lebih menyakitkan hatinya, para pengebom ikan itu hanya mengambil ikan-ikan besar, sedangkan ribuan ikan kecil ditinggalkan mengambang begitu saja di laut.

Teluk Bakaro memang lokasi primadona para pengebom ikan yang datang dari Kota Manokwari atau kawasan lain. Perairan itu dikenal kaya akan ikan, semisal cakalang, tenggiri, tuna, kakap, kue, hiu, marlin, lumba-lumba, juga penyu.

Menghadapi langsung para pengebom ikan itu boleh jadi bukan pilihan yang tepat bagi Lukas. Dia tak ingin menjadi pahlawan kesiangan apalagi tumbal. Saya berpikir bagaimana mencegah mereka, setidaknya bisa membatasi gerak mereka, katanya.

Lukas pun memilih cara-cara antikekerasan. Satu per satu, didatanginya para pengebom ikan itu. Walaupun tidak gampang, dia mencoba memberi pengertian. Dalam waktu bersamaan, bersama masyarakat, dia juga memberi laporan ke aparat. Saya sampai membawa bukti ikan-ikan mati. Tetapi, ketika ditanya pelakunya, kami juga tak kenal, jadi sulit, katanya.

Minta petunjuk

Dia terus memutar otak. Sampai suatu waktu saya duduk di karang, berdoa kepada Tuhan agar diberikan petunjuk. Tiba-tiba saya merasa ada bisikan roh. Kepala saya terasa membesar, pikiran saya terbuka. Suara itu membisiki agar saya memberi makan ikan-ikan itu dengan rayap, kenang Lukas mengenai peristiwa suatu siang pada 16 Desember 1995.

Maka, tatkala pengebom ikan beraksi, Lukas justru memberi makan ikan-ikan dengan telaten. Dengan beberapa gumpal rayap yang diambil di dekat pohon kelapa, dia memanggili ikan-ikan. Bukan perkara mudah memanggil ikan-ikan yang hidup di laut lepas itu. Mulanya dia mengetuk-ngetukkan besi ke batu sebagai tanda. Tetapi, sejak tahun 1999, dia menggunakan peluit seperti di arena sepak bola.

Dalam hitungan menit, setelah peluit ditiup, ikan-ikan itu berdatangan ke tepi pantai seperti anak-anak yang dikumpulkan di lapangan. Melewati celah-celah karang, ikan-ikan itu berdatangan dari arah laut lepas. Ada ikan baronang, belanak, kakap, kue, dan masih banyak jenis lainnya. Bila ikan-ikan sudah banyak, barulah Lukas memberi makan. Selain rayap, ikan-ikan itu juga makan nasi, pisang, singkong rebus, keladi rebus. Ikan-ikan tidak mau yang mentah kecuali ampas kelapa kata Lukas yang dalam sehari memberi makan dua kali.

Dalam beberapa hal, terlihat Lukas memang sebuah pribadi yang sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan lingkungan. Dialah yang memperkenalkan tanaman cokelat dan kopi di Bakaro dengan kebun seluas 0,5 hektar. Setelah bertahun-tahun mengolah tanah bersama istrinya yang asal Biak, Martha Ap (41), kini dia mempunyai kebun seluas dua hektar.

Memberi makan ikan berarti menjaga agar ikan-ikan lestari. Kalau menggunakan bom, berarti menghancurkan masa depan anak-anak kita. Jangan sampai anak-anak kita nanti mengenal jenis ikan lewat gambar-gambar saja, kata Lukas, yang berasal dari suku Mandoba, Kabupaten Digul, ayah dua anak bernama Maria (20) dan Musa (5).

Upayanya yang konsisten menjaga ekosistem laut itu akhirnya menggerakkan masyarakat setempat untuk ikut menjaga bersama-sama. Begitu juga aparat keamanan yang telah memberikan perhatian pada kawasan itu. Kalau ada pengebom ikan, Lukas dan warga beramai-ramai melaporkan kepada aparat keamanan.

Usaha itu pun membuahkan hasil. Antara tahun 1995-1999, aksi pengebom ikan mulai berkurang. Sejak tahun 2000, nyaris tidak ada. Sekarang sudah tak ada lagi pengebom ikan. Kalau mereka lihat saya atau orang kampung, mereka tidak berani lagi, kata Lukas yang telah mewariskan keahliannya kepada anak sulungnya.

Kini keahlian Lukas bahkan menjadi atraksi wisata. Setiap pejabat yang datang dari Jakarta selalu diajak untuk menyaksikan aksi Lukas memanggil dan memberi makan ikan-ikan dari laut lepas itu.

Sumber : Kompas, Jumat, 2 Desember 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks