Jun 25, 2009

Lauryn Williams : Williams, Hurricane di Jalur Cepat

Williams, Hurricane di Jalur Cepat
Oleh : Ida Setyorini

Ketika Lauryn Williams (Amerika Serikat) meraih medali perak nomor lari 100 meter putri di Olimpiade Athena, 21 Agustus 2004, hidupnya mendadak berubah. Namanya menjadi tenar di kalangan atletik karena dia menjadi atlet putri termuda usia 20 tahun sepanjang kurun waktu 32 tahun yang merebut medali nomor tersebut.

Profilnya muncul di mana-mana dan jadwal hariannya penuh sepanjang waktu. Tiba-tiba banyak undangan sebagai pembicara jatuh ke pangkuannya. Di jalan, banyak orang mengajaknya berbicara, tidak peduli dia sedang terburu-buru ke suatu tempat.

Williams mendampingi pembalap sepeda ternama, Lance Armstrong, berkeliling negeri bersama Tour of Hope guna menggalang dana untuk riset penyakit kanker.

Sepulang dari Athena, Williams segera menyelesaikan kuliahnya di Universitas Miami di bidang finansial. Studinya kelar dalam waktu 3,5 tahun dan pada 16 Desember lalu dia diwisuda. Sejak itu, dia terjun sebagai sprinter profesional, berkeliling dari satu kejuaraan ke kejuaraan lain.

Padahal, tahun 2002, dia baru juara dunia yunior. Setahun kemudian, dia menggaet dua emas dan satu perak di Pan American Games. Tahun 2003 pula dia meraih perak di Kejuaraan Dunia Atletik di Paris. Sebagai mahasiswi, Williams membela kampusnya dan menjadi yang tercepat pada Kejuaraan Atletik Nasional Antarperguruan Tinggi 2004. Dari situ, namanya masuk memperkuat tim atletik AS di Athena.

Kini, perempuan setinggi 1,57 meter itu mencatatkan diri sebagai pelari tercepat dunia dengan 10,93 detik saat dia meraih emas di Kejuaraan Dunia Atletik X di Helsinki, Finlandia. Catatan waktu itu mempertajam prestasi sebelumnya yang 10,96 detik di Athena, Yunani.

Dulu, Lauryn Williams tidak mencintai atletik. Tidak ada satu pun atlet yang menjadi idolanya, termasuk atlet Olimpiade sekalipun.

Namun, ketika datang ke pameran di Carnegie Science Center, Pittsburg, dia ditantang berlomba lari melawan bayangan pelari elite sepanjang jarak 10 meter. Bayangan itu milik almarhum sprinter cantik Florence Griffith-Joyner. Sejak itu, Williams yang baru berusia 10 tahun kepincut dengan atletik.

Sejak pagi-pagi sekali hingga sore, Williams berlatih mencoba mengalahkan kedipan cahaya. Sang ayah, David Williams, menyaksikan putri kecilnya jatuh cinta setengah mati dengan atletik. Sang putri tumbuh sebagai pelari tercepat AS dan dunia 10 tahun berselang.

Dalam mimpinya pun Williams tidak pernah bermimpi menjadi atlet termasyhur. Cita-citanya menjadi ahli anestesi, meniru kerabatnya yang berprofesi demikian dan menghasilkan banyak uang. Hari-harinya dihabiskan di rumahnya yang sederhana di Detroit dan pinggiran Pittsburg, tempat dia bekerja di gerai makanan siap saji WendyĆ¢€™s tiap malam seusai latihan.

Separuh tahun dia bersama ibunya, Donna Williams, guru sekolah di Detroit dan separuhnya lagi di Pennsylvania bersama ayahnya. Williams senior berjuang mengalahkan leukemia selama 13 tahun. Menjalani pengobatan kanker dan hemodialisis atau cuci darah karena ginjalnya rusak. Mantan veteran perang Vietnam itu pernah bekerja sebagai manajer distrik General Motors.

Penyakit saya menghabiskan banyak biaya, tetapi saya berusaha mendampingi Lauryn ke mana pun dia bertanding. Dialah inspirasi kami dan secercah harapan di kala susah, tutur sang ayah yang turut menyaksikan putrinya berlomba di Athena.

Kedua orangtuanya datang ke Athena atas bantuan Tim Wiebe, pengusaha peralatan kedokteran di Pennsylvania yang membaca upaya Williams menggalang dana untuk membelikan tiket ayahnya ke Yunani. Wiebe adalah mantan penderita kanker dan adiknya pun menderita kanker, karena itu dia tergerak membantu mereka. Williams hanya mampu mengumpulkan dana sebesar 400 dollar AS, jauh dari kebutuhan yang 10.000 dollar AS.

Kata sang ibu, Lauryn kecil selalu penuh energi. Dia ikut latihan sofbol, karate, bola basket, dansa, hingga senam. Namun, menjelang remaja, dia lebih suka berkompetisi.

Williams yang kelahiran 11 September 1983 itu mengalahkan semua rekan perempuannya dan kemudian teman laki-lakinya. Lalu, dia berlomba dengan remaja putra yang lebih besar. Bahkan, dia sering mengungguli anjing gembala jerman besar bernama Ben. Oleh ibunya, Williams dikirim ke kamp latihan atletik polisi. Dari situ namanya mulai dikenal dan prestasinya terus menanjak.

Di Universitas Miami, dia berlatih bersama kekasihnya, Talib Humprey, yang pemain tim football divisi I NCAA, Hurricane.

Dia mengalahkan saya. Bakatnya luar biasa dan dia masih bisa ke puncak. Biarpun sudah punya nama, dia tidak pernah berubah. Saya bangga dan mencintainya kata Humprey yang tingginya 1,87 meter.

Sumber : Kompas, Kamis, 11 Agustus 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks