Jun 19, 2009

KPK, Pendekar yang Kesepian

KPK, Pendekar yang Kesepian

Membangun sebuah institusi bukanlah hal mudah, tak semudah eksekutif maupun legislatif membuat di atas kertas. Hal itulah yang dirasakan oleh para pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrrachman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, dan Tumpak Hatorangan Panggabean.

Dari awal, para pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini sudah menyadari beratnya tanggung jawab dan harapan yang disampirkan di pundak mereka, serta kusutnya realitas yang dihadapi di lapangan. Tahun pertama lembaga ini dibentuk menjadi hari-hari yang paling berat bagi kelima unsur pimpinan KPK.

Mereka tidak dikenal dan banyak yang menyangsikan mereka akan berhasil. Namun, seperti pengakuan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, dukungan masyarakat memang tidak datang dengan sendirinya. Dukungan datang karena kepercayaan.

Persoalannya, kepercayaan publik kepada institusi (terutama pemerintah) itulah yang tidak ada selama ini. Rakyat selama ini sudah terlalu muak dengan situasi yang ada dan janji-janji pemerintah. Yang diperlukan hasil dan bukti. Lagi pula, belum pasti juga semua masyarakat mendukung langkah KPK. Karena itu, KPK harus kerja keras dan tidak boleh cengeng, ujarnya.

Sepanjang laporan masyarakat masih banyak masuk, itu berarti KPK masih dipercaya. Sekarang kami menangani 9.400 laporan. Tiap hari dari daerah selalu ada yang bertanya lewat SMS. Berat sekali, kata Ruki.

Bahkan, memasuki tahun ketiga, setelah banyak langkah spektakuler mereka buktikan, masih terus saja ada pihak yang mengecam kinerja dan langkahlangkah KPK. Salah satunya, kebijakan penanganan kasus secara tebang pilih dan dinilai tidak tuntas sehingga tak mampu memunculkan efek jera dan tokoh-tokoh kunci dalam kasus korupsi (terutama yang dekat dengan kekuasaan) justru lolos.

Menurut Ruki, sepanjang tidak didasari pertimbangan obyek, tetapi pertimbangan subyek, tak ada yang salah dengan pendekatan itu. Untuk saat ini, itu sudah langkah maksimal yang bisa dilakukan KPK. Ibaratnya, seperti ingin menebang pohon besar. Ketika kami hanya memiliki kemampuan menebang pohon berdiameter 30 sentimeter, kami tidak akan memaksakan diri menebang pohon diameter 1-2 meter, ujarnya.

Pertama, mungkin tidak selesai dan, kedua, kapaknya keburu patah. Untuk akal sehat, saya sudah bersihkan lapangan korupsi ini. Tinggal satu pohon yang belum. Kalau sudah gilirannya dan saya sudah punya gergaji mesin, saya hajar dia. Kita dihadapkan pada kenyataan, katanya.

Belum tertangkapnya beberapa aktor kunci dalam sejumlah kasus korupsi besar, menurut dia, bukan karena yang bersangkutan berlindung pada kekuasaan, tetapi lebih karena persoalan alat bukti. ”Ini persoalan teknis hukum yang tidak semua orang memahaminya,” ujarnya.

Ruki juga mengibaratkan KPK sekarang ini seperti berjuang dalam kesepian di tengah rimba belantara. Langkah KPK belum diikuti lembaga lain. Yang saya harapkan, Dirjen Pajak segera mengambil langkahlangkah progresif untuk membersihkan direktoratnya dari penyimpangan-penyimpangan. Demikian juga Dirjen Bea Cukai, Kejaksaan Agung, BPK, BPKP, Departemen Keuangan, Dirjen Anggaran. Sekarang ini saya belum melihat itu. Titik terang yang baru saya lihat adalah dari Kapolri, tetapi di Kapolri itu juga berat karena masalahnya eksternal dan internal, ujarnya.

Menurut Ruki, kunci agar pemberantasan korupsi di negeri ini bisa bergulir cepat sebenarnya ada di tangan tiga orang, yakni presiden, ketua Mahkamah Agung, dan ketua BPK. Pada lapisan kedua adalah para gubernur dan wali kota/bupati.

Semuanya harus ada akselerasi. Perlu komunikasi terus-menerus antara KPK dan ketiga institusi itu. Kendati demikian, ia mengakui kemampuan terbatas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam menindaklanjuti putusan KPK juga menjadi kendala besar dalam langkah pemberantasan korupsi di negeri ini.

Memberantas korupsi di negeri terkorup memang bukan perkara mudah. Yang bisa dilakukan bukan menghilangkan korupsi, tetapi hanya mengurangi. Itu pula yang akan jadi fokus KPK tahun 2006. Untuk itu yang perlu dilakukan, pertama, membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi. Kedua, mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance. Ketiga, membangun kepercayaan masyarakat. Keempat, mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar (big fish). Kelima, memacu aparat penegak hukum lain memberantas korupsi.

Siapa big fish yang akan menjadi sasaran KPK berikutnya? Pertama, korupsi yang menimbulkan jumlah kerugian besar. Kedua, korupsi yang dilakukan oleh figur pejabat penting. Ketiga, korupsi yang pengungkapannya menimbulkan dampak besar. Misalnya, walaupun hanya memeras ratusan juta rupiah, tetapi kalau tertangkap tangan akan memberikan dampak.

Dengan langkah-langkah itu, ditargetkan tahun 2007 indeks persepsi korupsi Indonesia minimal bisa menyamai Malaysia.

Pendekatan progresif

Komposisi pimpinan KPK sekarang ini terbilang unik, tetapi saling melengkapi. Taufiequrrachman Ruki berasal dari kepolisian, Tumpak H Panggabean dari kejaksaan, Amien Sunaryadi adalah mantan pejabat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Sjahruddin Rasul adalah mantan Deputi BPKP, serta Erry Riyana adalah mantan Direktur Utama PT Timah dan Transparansi Internasional Indonesia.

Berbeda dengan penampilan pejabat negara lain, yang kerap datang dengan mobil mewah, pakaian necis, dan didampingi banyak ajudan berbadan tegap, kelima pemimpin KPK ini begitu bersahaja. Mobil yang mereka gunakan jarang sekali berganti-ganti dan bukan mobil yang terbilang mewah. Rata-rata mobil Kijang dan sedan, milik mereka sendiri.

Mereka pun memilih tinggal di rumah sendiri, yang dibeli dari hasil kerja keras sebelum menjadi pemimpin KPK. Kalau ditanya mengapa mereka tidak menggunakan fasilitas negara yang memang sudah menjadi hak mereka sebagai pejabat negara sekaligus untuk melindungi diri mereka, jawaban mereka sederhana, hidup seseorang sepenuhnya tergantung pada Tuhan.

Ruki berpandangan sebaiknya pejabat negara tidak diberi fasilitas negara, seperti mobil dinas dan rumah dinas. Semua fasilitas itu sebaiknya disubstitusi menjadi bagian dari gaji sehingga bisa mengurangi anggaran untuk pejabat.

Kesederhanaan sikap ini juga ditunjukkan dengan kerja keras. Jarang sekali pimpinan KPK pulang pukul 17.00 seperti layaknya pegawai negeri atau pejabat lain. Bahkan, tak jarang Tumpak H Panggabean yang bertanggung jawab atas bidang penindakan rela tidak pulang jika para penyidik KPK menangkap dan menahan seseorang. Tidak enaklah. Masak anak buah masih kerja, saya sebagai atasan sudah pulang duluan, ujarnya.

Erry menjelaskan, perubahan yang dilakukan KPK adalah mencetak sebuah kultur baru. Kultur kerja birokrasi yang modern. KPK menggunakan sistem merit, yang bisa mengukur kinerja dan menjamin kesejahteraan pegawai. Kesejahteraan yang baik bisa meminimalkan praktik-praktik koruptif.

Amien Sunaryadi yang terbilang paling muda di antara kelimanya merupakan sosok yang progresif dengan pemikiran-pemikiran cemerlang. Khusus untuk white collar crime, kita harus menggunakan cara-cara yang proaktif, tak bisa hanya reaktif. Penggeledahan merupakan kunci dari terungkapnya white collar crime, kata Amien.

Cara-cara progresif memang mengedepan dalam usia KPK yang baru dua tahun ini dan banyak pihak terkejut-kejut dibuatnya. (VIN/AMR/DMU/TAT)

Sumber : Kompas, Sabtu, 31 Desember 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks