Resep Panjang Umur Prof Koesnadi
Oleh : Bambang Sigap Sumantri
Memakai setelan jas hitam dan dasi, Prof Dr H Koesnadi Hardjasoemantri SH ML masih tampak gagah. Mantan Rektor UGM itu baru saja menghadiri seminar di kampus itu. Pasti banyak yang tak mengira bapak dua anak dan empat cucu ini sudah menginjak usia 80 tahun pada 9 Desember 2006.
Rata-rata harapan hidup di Yogyakarta memang tergolong tinggi, 74 tahun. Suasana kota yang relatif nyaman dan fasilitas yang cukup memadai merupakan sejumlah faktor yang membuat warga Yogya dapat menikmati hidup lebih lama.
”Saya pernah operasi prostat dua kali karena kurang minum,” kata guru besar emeritus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) di Ruang Guru Besar FH UGM, Sabtu (16/12).
Selebihnya, Prof Koes amat sehat, aktif mengajar dan mengikuti berbagai kegiatan sosial, menjadi pembicara di berbagai seminar, serta menikmati film James Bond di televisi sampai lewat tengah malam.
Kini ia lebih banyak tinggal di Jakarta, tetapi aktif mengajar di empat perguruan tinggi di Yogya, yaitu UGM, Universitas Islam Indonesia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Prof Koes mempunyai resep sederhana untuk melewati usia 10 windu. ”Saya mencoba menghindari stres. Stres terjadi kalau kita tidak tahu yang harus kita kerjakan. Kalau soal keluarga, saya tanya kepada mereka yang lebih tua. Bila bukan masalah keluarga, kepada teman, kepada orang lain,” katanya. ”Bagi saya, semua manusia itu teman, mitra, saya merasa tak mempunyai musuh.”
”Saya juga tidak terkena post power syndrome setelah selesai sebagai rektor. Saya melewati semua dengan santai,” ujarnya.
Setia pada kencur
Seusai menjadi Rektor UGM tahun 1990, pekerjaan Koesnadi memang tak berkurang. Ia sampai sekarang masih sebagai staf ahli di Kementerian Negara Lingkungan Hidup. ”Siapa pun menterinya pasti saya terlibat,” katanya.
Setelah itu ia menjabat, antara lain, sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Harian Kagama; visiting professor di Dalhousie University, Halifax, Kanada; Kepala Pusat Dokumentasi Perundang-undangan Lingkungan, Direktur Program Pascasarjana Universitas Tarumangera; Andalan Nasional Urusan Penelitian, Pengembangan, dan Lingkungan Hidup Kwartir Nasional Gerakan Pramuka; Wakil Ketua Masyarakat Transparansi Indonesia; dan Ketua Akademi Jakarta.
Untuk menjaga stamina, ia setia makan kencur setiap hari, ”Sudah lebih dari 30 tahun saya lakukan. Kencur mengandung antioksidan dan baik bagi pita suara,” katanya.
Koesnadi mengakui jarang berolahraga, padahal namanya juga tercatat sebagai anggota Dewan Pembina Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).
”Olahraga amat sedikit saya lakukan, itu kekeliruan saya. Saat jadi rektor saya masih sempat tiap pagi naik sepeda keliling kampus, kadang-kadang berhenti di satu fakultas,” tuturnya. Jika tidak di kampus, ia bersepeda di sekitar rumahnya di Kompleks APMD, Jalan Ganesha, utara Balaikota Yogyakarta.
”Suatu ketika ban sepeda saya kempes dan saya menuntunnya. Ada orang sedang di kebun melihat lalu memanggil, ’Pak Rektor, Pak Rektor.’ Padahal waktu itu saya tak lagi rektor. Begitu tahu kempes, spontan ia lari ke dalam rumah dan keluar membawa pompa,” kenang Koesnadi tersenyum.
Ia punya nasihat yang menarik untuk mahasiswa. Setiap kali memperoleh laporan ada mahasiswa hendak mengadakan seminar, ia menyarankan agar mahasiswa tak sekadar sebagai penerima tamu.
”Saya tak mau seminar itu digunakan para pakar untuk kepentingan mereka. Jadi, kalau seminar mahasiswa moderatornya, ya, mahasiswa, pemakalahnya mahasiswa. Pakar diundang sebagai narasumber,” paparnya.
Ketika ia hendak mengakhiri jabatannya, banyak mahasiswa hendak mengadakan demo. ”Mereka hendak unjuk rasa agar jabatan rektor diperpanjang. Sebagai dosen hukum, saya tahu itu tak bisa. Karena itu, saya menyarankan agar tak usah demo,” ujar Koesnadi yang dekat dengan wartawan semasa menjabat sebagai rektor. Sebulan sekali dia selalu membuat pertemuan dengan wartawan sambil mengundang pakar di bidang masing-masing.
Utuh
Koesnadi merupakan pribadi utuh. Dikenal sebagai intelektual dan ahli hukum lingkungan, ia juga seniman yang dia warisi dari orangtuanya. Koesnadi sendiri pernah menjadi penari dan jadi guru kesenian di SMA.
Kendati lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, ia paham betul kesenian wayang. Pada waktu mahasiswa, awal tahun 1960, ia bersama dua rekannya mengadakan eksperimen pementasan wayang kulit dalam waktu tiga jam. Alasannya, dengan makin derasnya arus modernisasi akan banyak masyarakat tak sempat lagi menonton wayang secara penuh.
”Pertunjukan wayang harus tetap lestari karena mengandung filsafat hidup yang tinggi. Waktu itu saya ketemu Bung Karno dan mohon izin wayang tiga jam itu pentas di Istana Presiden,” katanya.
Pementasan akhirnya diadakan di Gedung Pemuda dan Bung Karno, yang tidak ingin mengecewakan dalang sepuh, hadir penuh tiga jam.
Mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Belanda ini ternyata juga tetap tanggap teknologi. Ia biasa melakukan komunikasi melalui internet dan menyusun sendiri bukunya memakai program komputer.
Selama enam bulan terakhir ini, Koesnadi semakin menikmati hidupnya. ”Kami, guru besar Fakultas Hukum, lagi senang-senangnya. Kami masing-masing dapat satu kamar kerja tersendiri, satu komputer dengan ruang ber-AC. Siapa pun yang datang, saya terima di sini. Wah hebat. Dan saya juga dikawal cucu-cucu,” katanya menunjuk lukisan empat cucunya di dinding belakang kursi kerja.
Selamat ulang tahun, Prof....
Sumber : Kompas, Selasa, 19 Desember 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment