Yosa Menduniakan Nias
Oleh : Djoko Poernomo
Seandainya tak ada situs internet niasisland.com, keberadaan Pulau Nias di Samudra Hindia yang berjarak 85 mil laut dari Pulau Sumatera itu kemungkinan tak bakal mendunia seperti sekarang ini.
Berkat situs internet (website) itulah Pulau Nias yang memiliki luas 5.449 kilometer persegi dikenal banyak orang hingga ke mancanegara. Dunia maya memang tidak mengenal batas dan waktu sehingga menjadikan kesemuanya tampak jelas.
Ketika gempa tektonik hebat melanda Pulau Nias, 28 Maret 2005, banyak kalangan dari luar negeri yang menanyakan berbagai informasi tentang Nias dan segala akibat gempa melalui website niasisland.com. Website itu banyak "dikunjungi" oleh para netter, antara lain, dari luar negeri dan terjadi diskusi yang produktif dengan masyarakat Nias, termasuk menyangkut gempa dan dampaknya.
Seorang warga Rusia, misalnya, yang kebetulan punya kerabat yang menikah dengan warga Nias, mendapatkan informasi cukup lengkap tentang nasib kerabatnya itu setelah membuka niasisland.com. Pangeran Albert III dari Kerajaan Monaco pada 3 Desember lalu mengunjungi Nias serta memberikan bantuan pembangunan ratusan rumah bagi para korban gempa setelah memperoleh informasi tentang Nias dari website niasisland.com.
Website tersebut dirancang, digagas, sekaligus dibiayai oleh putra setempat, Yosafati Hulu, alumnus jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (1989) dan Magister Manajemen Prasetya Mulya (1998). Saat ini Yosa, panggilan akrabnya, bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta sekaligus dosen di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, dengan pangkat lektor madya.
"Tujuan membuat website memang untuk memperkenalkan Pulau Nias sekaligus sarana komunikasi antara warga Nias di dalam pulau dengan mereka yang tinggal di luar pulau," tutur Yosa, bapak dua anak: Nathania Miranda Hulu (10) dan Nadine Fidelia Hulu (5). Ia beristrikan Ginarti Budiman (40) asal Sunter, Jakarta Utara.
Setiap hari niasisland.com sekurangnya dikunjungi 1.000 orang. Ini tentu saja bukan angka main-main sejak hadir pertama kali tahun 2000. "Kalau ada yang mengklik ’Nias’ di mesin pencari Google, tentu niasisland.com muncul paling atas. Hal itu menunjukkan, niasisland.com banyak diakses publik," tambah Yosa, kelahiran Gunungsitoli, Nias, 6 Oktober 1965.
Seperti tertulis dalam buku Profil Daerah Kabupaten dan Kota terbitan Penerbit Buku Kompas (2001), Pulau Nias bisa ditempuh 10 jam perjalanan lewat laut dari Sibolga, Sumatera Utara, atau 45 menit menggunakan pesawat terbang dari Medan ke Bandara Binaka, Nias. Pulau Nias terdapat dua wilayah kabupaten, masing-masing Kabupaten Nias dan (hasil pemekaran) Nias Selatan.
Memang banyak yang bertanya, di mana letak Pulau Nias, seperti apa masyarakat yang mendiami, dan bahasa apa yang digunakan. Lalu, bagaimana untuk pergi ke sana berikut sarana yang digunakan. Pertanyaan itu tentu saja terjawab jika berlayar ke website niasisland.com.
"Kalau hobi, berarti tidak ada rasa kecewa bila gagal. Tidak merasa rugi walaupun telah mengeluarkan biaya, tidak merasa lelah walaupun telah dikerjakan berlarut-larut, dan terakhir tidak dikejar-kejar dead line," kata Yosa kepada nias-portal.org atas pertanyaan obsesinya merancang niasisland.com.
Beasiswa
Yosafati Hulu nyaris tak bisa menyelesaikan pendidikan tinggi ketika bapaknya, Atosökhi Hulu, mendadak meninggal dunia pada usia 50-an tahun, dan Yosa tak diizinkan kembali ke Bandung oleh ibunya karena ketiadaan biaya. Untung, di tengah pergulatan batin itu, salah satu kerabat orangtuanya yang menjadi tokoh agama bersedia membantu finansial sebesar Rp 100.000 per bulan selama satu tahun.
"Selebihnya saya memperoleh beasiswa dari Ikatan Orangtua Mahasiswa ITB dan Supersemar," tutur anak kedua dari sembilan bersaudara ini. Atosökhi Hulu semasa hayatnya adalah seorang guru.
Sambil menyelesaikan kuliah, Yosa bekerja paruh waktu di Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan menjadi asisten dosen pada Institut Sains dan Teknologi (Inten) Bandung sampai lulus sarjana tahun 1989.
Sebelum masuk ke ITB lewat jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru, Yosa setamat SMA Negeri 5 Medan tahun 1984 terlebih dulu diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur penelusuran minat dan kemampuan. Tetapi, setelah kuliah tiga bulan di IPB, ia pindah ke ITB sesuai kata hatinya.
Peranti
Peranti lunak untuk membangun niasisland.com sebenarnya bukan semata-mata ditujukan untuk membuat sebuah website, tetapi lebih dari itu. Singkatnya, peranti lunak ini dibangun secara dinamis dan fleksibel untuk bisa digunakan sebagai website, intranet, sistem informasi dokumen, sistem informasi gambar, yang content (isi) dan struktur menunya bisa dimodifikasi oleh si pengguna sendiri.
Menurut Yosa, seperti dikutip nias-portal.org, peranti lunak itu merupakan salah satu hasil penelitian yang didukung Universitas Bina Nusantara. Hasilnya juga pernah diseminarkan dan telah digunakan oleh beberapa lembaga maupun perusahaan komersial.
Yosa menjelaskan, tool (perangkat) sudah tersedia, sekarang tinggal apakah mau memanfaatkan atau tidak. Sebenarnya ada nilai tambah bagi individu atau organisasi Nias yang memanfaatkan tool ini karena menggunakan karya putra daerahnya sendiri.
"Sebaliknya, bagi saya ada kebanggaan kalau tool tersebut digunakan untuk kepentingan Nias," katanya sambil menambahkan, menjelang tidur malam ia sekurangnya satu jam pasti duduk di depan komputer untuk membuka niasisland.com sekaligus mengecek isi.
Obsesi yang masih dikejar Yosa dari website rancangannya adalah mendigitalkan semua informasi tentang Nias, seperti sejarah, budaya, hasil-hasil alam, tata bahasa, dan lain sebagainya. Ini dipengaruhi oleh kesadaran Yosa terhadap masyarakat Nias yang terbiasa berbudaya lisan, tetapi sangat lemah dalam berbudaya tulisan.
Ia merencanakan menempatkan seorang wartawan di Pulau Nias sehingga niasisland.com terisi juga oleh berita-berita aktual, seperti saat gempa mengguncang seisi Nias pada 28 Maret 2005.
Masih menurut buku yang sama, sebelum dimekarkan, di situ terdapat 22 kecamatan yang mencakup 657 desa serta mencatat penduduk sejumlah 678.347 jiwa (2001), di mana 56,99 persen hingga tahun 1999 masih tergolong miskin.
Sumber : Kompas, Rabu, 20 Desember 2006
Jun 9, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment