Julius Salaka Produsen Gitar
Oleh : Ingki Rinaldi
Kreativitas seseorang bisa meletup tatkala dihadapkan pada tantangan. Hal serupa berlaku pada Julius Salaka, sembilan tahun lalu.
Kemapanan sebagai karyawan perusahaan kontraktor di Surabaya sejak 1990 mesti dia tinggalkan sejak hantaman krisis menerjang pada 1997. Alumnus Politeknik Sipil Universitas Brawijaya Malang, yang meraih gelar diplomanya pada 1990, itu lantas putar otak.
Berbekal pengetahuan perkayuan yang didapat, pria kelahiran Japanan, Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur, 23 Juli 1968, ini lantas memberanikan diri menekuni pembuatan gitar elektrik.
"Waktu itu yang pertama kali pesan seseorang dari Balikpapan. Harganya Rp 1,2 juta dengan suku cadang elektronik sepenuhnya buatan Korea. Saya pun tidak pernah bertemu orangnya dan kami hanya mengandalkan korespondensi," sebut Joel, sapaan karibnya.
Sejak itulah, perjalanan Joel sebagai seorang luthier atau pembuat instrumen musik bersenar di Nusantara dimulai. Tanpa pendidikan formal maupun kursus berbau akademis, Joel terus menambah ilmu lewat ensiklopedi dan berselancar di internet.
"Memang, ibu saya bisa main harmonika dan ayah juga main gitar. Tetapi, kami bukan keluarga musisi," urai pemain gitar dan bas yang sejak SMP telah memainkan komposisi Queen dan Led Zeppelin bersama kelompok musiknya ini.
Tetapi, aktivitas di periode 1997-1998 disebut Joel tak lebih hanya sekadar kegiatan menjiplak saja. Berbagai order membuat aneka merek gitar ternama dengan spesifikasi serupa nyaris tak ditampik Joel semasa itu.
Tahun 1998-1999 Joel sudah tidak mau lagi mencantumkan merek tertentu untuk setiap gitar yang dibuatnya. Pada periode ini, Joel murni jadi pembuat gitar custom sesuai spesifikasi pesanan. Barulah setelah anak keduanya, Jonathan Allen Cahyanugraha lahir tahun 2000, Joel membuat keputusan berani. "Itulah turning point saya. Kalau saya teruskan menjiplak, berarti saya tidak menghargai karya orang lain," sebut Joel.
Maka, resmilah pada tahun itu lahir gitar bermerek Stephallen berdesain mandiri dari sebuah tempat kecil di wilayah Japanan. Stephallen diambilkan dari nama depan anak pertama Joel, Stephen Chandra Satyanugraha (8), yang digabung dengan nama tengah anak keduanya bersama Sylvia Puspa Dewi yang dinikahinya 1997 silam.
Kondang
Tetapi, puncak tertinggi penjualan baru benar-benar mulai terjadi saat I Wayan Balawan yang kondang dengan teknik ketuk delapan jari (eight finger tapping) memutuskan memakai Stephallen pada tahun 2005. "Balawan memang punya banyak pengaruh. Sejak saat itu sudah 10 gitar per bulan bisa terjual, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang 4-5 gitar per bulan," tutur Joel yang menghitung setidaknya ada 800 gitar yang sudah diproduksi selama sembilan tahun terakhir dan telah mempekerjakan setidaknya enam pegawai.
Selain Balawan, dua eksponen Trisum lain, Dewa Budjana dan Tohpati, belakangan juga memutuskan memakai Stephallen. "Tetapi, saya tetap tidak mau jadi endorsment company, sekalipun butuh musisi top untuk menjual gitar saya. Saya ingin orang beli karena yakin pada kualitas gitar saya," kata penggemar gaya permainan gitaris Deep Purple yang juga pernah bergabung dengan Kansas dan Dixie Dregs, Steve Morse itu.
Soal pengaruh gitaris terkenal bagi penjualan, Joel mengaku banyak terinspirasi dari kesuksesan Paul Reed Smith (PRS) yang membuat gitar bagi Carlos Santana. "Mungkin jalannya, ya, memang harus seperti itu, ya," katanya.
Gitaris Brian May dari kelompok musik Queen malah setuju untuk mempromosikan Stephallen di negaranya. Komitmen Brian didapat lewat jasa musisi Inggris Rob McKnay seusai manggung di Sheraton Surabaya beberapa waktu lalu.
"Saya kenal Rob lewat jasa teman. Rob yang berteman dengan Brian bilang kalau Brian juga tertarik membantu," kata Joel sembari mengelus Stepphallen Mainstream berbodi kayu mahoni dengan dua pick up Seymour Duncan serta bridge model Gibson yang ujung senarnya mengunci masuk ke bodi.
Kini Joel punya delapan seri gitar yang siap diproduksi. Termasuk di dalamnya artist series dan signature series yang berada dalam lingkup custom.
Soal desain gitar, Joel yang berpembawaan kalem mengaku gitar buatannya dikritik berpenampilan terlalu sopan. "Mungkin karena saya suka jazz, jadi ketika bikin gitar untuk musisi rock bergaya shredder sering dibilang kurang garang. Berbekal itulah, beberapa model terakhir saya sesuaikan dengan permintaan," ungkap Joel yang kini juga memproduksi tiga varian gitar bas.
Kunci Joel mungkin pada kesungguhan dan kesempurnaan. "Saya tidak pernah pusing targetnya seperti apa. Yang penting kualitas bagus, enak dimainkan, seterusnya hasil kerja akan dihargai dengan sendirinya," tutur penggemar gitar merek Gibson dan PRS yang mengaku masih sulit menghitung marjin keuntungan tiap produknya itu.
Joel mengatakan, kandungan lokal Stephallen paling banyak hanya 30 persen saja dari seluruh bagiannya. Komponen lokal itu terutama berupa kayu mahoni untuk membentuk bodi yang bisa berasal dari Jawa Timur atau Jawa Tengah.
Sementara untuk sejumlah seri Stephallen yang menggunakan leher terpisah, lapisan kayu mapple dari Kanada lazim dipergunakan. Bagian lain, seperti bridge, pick up, dan tuning peg dipercayakan produk buatan Paman Sam. Ada pula sejumlah suku cadang yang dipercayakan pada buatan Korea.
"Soalnya harganya juga enggak ngejar kalau pakai buatan Amerika semua," kata Joel yang juga menggemari gaya permainan alumnus Deep Purple lainnya, Joe Satriani.
Untungnya, Joel punya andalan lain. Sebuah pabrik mebel dengan orientasi ekspor kini berdiri di kawasan Porong, Sidoarjo, sejak 2005. Di tempat itu pula, enam karyawan "numpang" membentuk Stephallen dari bagian paling dasar dengan proses sentuhan akhir tetap dikerjakan Joel.
Harapannya, produk mebelnya yang saat ini sudah berjaya di pasaran Amerika, Jepang, dan Australia dengan rata-rata pengiriman hingga enam kontainer per bulan itu bisa mendongkrak penjualan Stephallen. "Tetapi, saya pun masih ragu-ragu untuk berinvestasi secara penuh dan membuat Stephallen ini menjadi benar-benar massal," ungkap Joel.
Sumber : Kompas, Kamis, 15 Juni 2006
Jun 17, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment