Imran Kurkunda, Guru Kerapu
Oleh : Emilius Caesar Alexey
Dengan lincah Imran Kurkunda (46) melompat dari satu gubuk ke gubuk lain. Lompatan itu tidak sembarangan karena gubuk-gubuk itu merupakan pelindung keramba jaring apung di tengah perairan Selat Nasik, antara Pulau Mendanau dan Pulau Langgir, Kabupaten Belitung.
Jika gagal melompat, Imran bakal tercebur ke dalam laut yang dalamnya sampai lima meter. Namun, pria yang sudah menekuni bisnis budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung selama 23 tahun itu tidak pernah ragu sedikit pun.
"Saya menekuni budidaya kerapu sejak tahun 1983. Ketika itu, budidaya dalam keramba jaring apung ini hanya usaha sampingan. Kini, usaha ini menjadi andalan pencarian dan saya ajarkan juga kepada sekitar 30 nelayan lain," ungkap Imran.
Budidaya kerapu menjadi andalan sebagian penduduk Desa Selat Nasik karena hasilnya dapat mencapai puluhan juta rupiah. Selain itu, usaha penangkapan ikan di laut sekarang ini mengalami banyak kendala, mulai dari harga solar yang mahal sampai cuaca yang tidak bersahabat.
Imran sebenarnya bukan penduduk asli Desa Selat Nasik. Pada tahun 1979, selepas menamatkan pendidikan sekolah guru atas, setingkat SMA, di Ternate, Maluku Utara, Imran memilih merantau ke Jawa. Dia belajar di Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur, selama satu tahun.
Tidak betah dengan kehidupan asrama ala pesantren, Imran pergi ke Surabaya dan menjadi nelayan. Dia tidak kesulitan menjalani pekerjaan ini karena sudah terbiasa menjadi nelayan saat di Ternate.
Imran muda hidup berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau lain. Pada tahun 1983 petualangannya berhenti di Pulau Mendanau, Kabupaten Belitung. Dia memilih bekerja pada perusahaan penangkapan ikan di pulau itu.
Mulai mencoba
Jiwa wirausaha Imran muncul di sana. Sebagai pekerja, Imran memerhatikan pola perilaku ikan kerapu di sekitar terumbu karang. Pada saat bersamaan, dia juga mempelajari pola perdagangan ikan di perairan Bangka-Belitung.
Semula Imran hanya menyiapkan jebakan kerapu sebagai salah satu cara mendapat kerapu dalam jumlah besar, selain dengan penangkapan manual.
Ikan-ikan kerapu yang masuk ke perangkap maupun hasil tangkapan di laut dijual ke perusahaan penangkapan ikan yang dulu menjadi tempat kerja Imran. Hal itu dilakukan sampai tahun 1986.
Setelah tiga tahun, Imran mengerti kerapu dapat dibudidayakan dalam lingkungan mirip terumbu karang. Karena itu, bapak dua anak itu kemudian mencoba membudidayakan ikan kerapu memakai keramba jaring apung.
Dengan mencoba-coba Imran memberanikan diri membudidayakan kerapu sunu (Plectropomus leopardus), kerapu bebek (Cromileptes altiveles), dan kerapu macan (Cromileptes fuscogatus). Modal yang diperlukan untuk membuat keramba jaring apung saat itu Rp 6 juta. Saat ini, biaya dapat membengkak menjadi Rp 20 juta-Rp 50 juta per gubuk, tergantung jumlah keramba di setiap gubuk.
Percobaan itu dimulai dari jenis makanan, tambahan oksigen dengan kompresor, sampai perlakuan detail lainnya. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Imran menemukan beberapa formula makanan yang cocok dan perlakuan yang dibutuhkan kerapu. Makanan kerapu adalah ikan kecil yang dicacah atau digiling halus sesuai bukaan mulut ikan dan diberikan dua kali setiap hari.
"Cara budidaya ikan kerapu saya pelajari secara otodidak. Dari pengamatan, saya mengerti kerapu itu pemakan daging alias kanibal. Oleh karena itu, setiap keramba jaring apung harus berisi ikan dalam ukuran sama," kata Imran.
Ia menambahkan, biaya pemeliharaan kerapu relatif murah karena pakannya diperoleh dari nelayan yang mendarat. Pemeliharaan yang agak rumit, yaitu keharusan membersihkan jaring tiap tiga pekan sekali agar kesehatan kerapu tetap terjaga.
Membagi ilmu
Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya Imran menetapkan waktu 16 bulan sebagai masa panen bagi kerapu mengingat beratnya sudah mencapai enam ons per ekor.
Yang mencengangkan, dengan 20 keramba jaring apung setiap bulan Imran dapat memanen lebih dari 100 kilogram kerapu. Satu kilogram kerapu bebek laku Rp 325.000, kerapu sunu Rp 150.000, dan kerapu macan Rp 90.000.
Keberhasilan itu tidak menjadikan Imran egois. Dia mengajarkan ilmunya kepada nelayan lokal agar mereka dapat membudidayakan kerapu, mengingat populasi ikan karang itu mulai turun. Imran juga mau memberi pinjaman kepada nelayan yang mengalami kekurangan modal membuat keramba jaring apung.
Kemauan Imran berbagi ilmu justru mendatangkan kebaikan bagi dirinya. Semua nelayan yang membudidayakan kerapu meminta Imran menjadi pedagang pengumpul dan mengekspornya ke Singapura. Dia juga mendapat julukan "Imran Kerapu", julukan penghormatan karena dianggap sebagai guru budidaya kerapu.
Kini, Imran sedang mempersiapkan kolam pembibitan kerapu karena selama ini mereka masih mendatangkan bibit dari Bali. "Meskipun pendidikan kurang, saya mau terus memajukan ekonomi dari dunia bahari. Negeri kita memiliki banyak potensi perikanan, sayang jika tidak dimanfaatkan," kata Imran.
Sumber : Kompas, Rabu, 10 Mei 2006
Jun 18, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment