Jun 5, 2009

Herry Tuwan Belajar Budidaya Ulin Dari Alam

Herry Tuwan Belajar Budidaya Ulin dari Alam
Oleh : C Anto Saptowalyono

Ketika menyadari banyak jenis bibit reboisasi di daerahnya, Kalimantan Tengah, bukanlah tumbuhan asli Borneo, Herry Tuwan mulai berkeinginan membudidayakan pohon ulin. Apalagi, ulin merupakan jenis flora yang belakangan semakin langka.

Ulin atau belian (Eusideroxylon zwageri) kian sulit ditemukan, baik ketika masih dalam wujud pohon maupun bentuk olahannya seperti bilah atap atau sirap, balok kayu, dan papan.

Beranjak dari kondisi tersebut, Herry yang kelahiran Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, 17 Mei 1957 itu, mulai bertanya kiri-kanan dan mencari-cari literatur tentang teknik budidaya ulin.

Ternyata, tidak ada seorang pun yang ditanyainya paham tentang budidaya ulin. Padahal, ulin merupakan pohon hutan yang kayunya dikenal keras dan tidak lapuk meskipun lama terendam.

Herry pun membulatkan tekad untuk meneliti sendiri cara budidaya ulin. Tahun 2000, ketika pergi ke hutan Tabalien di Kabupaten Gunung Mas, Herry mengumpulkan biji pohon ulin.

Setahun kemudian, biji-biji itu dia tanam di pekarangan rumahnya di Palangkaraya. Satu tahun lewat, tetapi tidak ada tanda-tanda biji ulin akan tumbuh.

"Lalu, saya coba lagi menumbuhkan biji ulin. Kali ini biji ulin tidak saya kubur, tetapi saya taruh di atas tanah, dan rutin disiram. Saya sangat berharap akan segera muncul tunasnya," kata Herry.

Namun, eksperimen itu pun tak menunjukkan hasil. Meskipun dia telah menunggu dan memantau percobaan itu selama sekitar tiga bulan.

Jatuh dari pohon

Tahun 2004 suami dari Rusile Numan ini memutuskan kembali lagi masuk hutan. Kali ini dia ingin meneliti cara tumbuh biji ulin yang jatuh dari pohon. Dia bertekad untuk belajar langsung dari alam.

Di hutan Tabalien, Herry mengamati biji yang terserak di bawah pohon ulin. Ada yang bertunas dan selanjutnya menjadi bibit, tetapi ada juga biji yang tidak bertunas. Biji bertunas itulah yang terus dipelototi Herry.

Ternyata, biji ulin dapat tumbuh menjadi bibit apabila pangkalnya jatuh menancap di tanah. Dari bagian pangkal yang retak itulah, lalu keluar tunas ulin.

"Saya tidak tahu berapa lama waktu yang diperlukan di hutan sampai pangkal biji ulin retak," kata lelaki yang 26 tahun berkarier sebagai pegawai negeri, sebelum berhenti pada tahun 2004 karena menjadi calon legislatif dalam pemilu.

Merasa telah memperoleh pencerahan, Herry pun kembali mengumpulkan biji-biji ulin yang bentuknya mirip buah cokelat. Rata-rata biji ulin berdiameter 10 sentimeter dengan panjang sekitar 20 sentimeter. Berat tiap biji adalah satu hingga tiga kilogram.

Sesampai di rumah, dihilangkannya daging tipis yang membungkus biji ulin sehingga tersisa bagian dalam biji yang keras. Herry kemudian memotong pangkal biji ulin dan menancapkannya di tanah dalam polybag.

Ketekunan Herry dalam mencari cara praktis menumbuhkan ulin pun berhasil. Dalam jangka waktu tiga bulan, biji ulin tersebut bertunas.

Dengan cara itu, Herry dapat membudidayakan sekitar 60 batang ulin di sekitar rumahnya. Beberapa anggota keluarga dan kenalannya kemudian juga tertarik dan banyak yang meminta bibit ulin tersebut.

Kini, bibit ulin yang dibudidayakan Herry tersebar di beberapa tempat.

"Ada yang menanam di Banjarnegara, Jawa Tengah, ada juga yang sudah sampai ke Medan, Sumatera Utara. Semuanya tumbuh," kata Herry senang.

Lewat lembaga swadaya masyarakat yang dipimpinnya, Komite Pemerhati Penyelamat Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Kepal), Herry berkeinginan menyelamatkan kawasan hutan Tabalien yang masih ditumbuhi pohon ulin.

Pada tahun 2004, Kepal, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palangkaraya, serta Jurusan Kehutanan Universitas Palangkaraya menyurvei hutan itu. Dari areal survei yang luasnya 10 hektar, mereka menemukan 97 batang pohon ulin.

Khasiat

Kepedulian Herry untuk mencoba melestarikan pohon ulin bukanlah hal sepele. Apalagi, masyarakat Dayak sejak dulu mengenal beragam khasiat ulin. Akar dan daun ulin, misalnya, dapat dimanfaatkan sebagai obat kuat. Mengeramas rambut dengan daun ulin juga diyakini dapat mencegah uban jika dilakukan secara rutin.

Setelah mengetahui cara membudidayakan ulin, obsesi Herry adalah memperbanyak bibit ulin. Saat ini, bibit ulin yang dibudidayakan Herry ada pula yang ditanam di pekarangan Kantor Gubernur Kalteng.

Hal yang diidamkan Herry selanjutnya adalah agar tiap kantor, sekolah, atau tempat ibadah di Kalimantan Tengah ditanami pohon ulin. Dengan cara itu, kata Herry, sedikit banyak pohon ulin dapat lestari.

Menurut dia, pemerintah pun dapat memprogramkan reboisasi hutan kritis di Kalteng dengan ulin.

"Selama ini kan ada penghijauan dengan mahoni dan jenis-jenis pohon lain. Nah, kenapa tidak mencoba ulin yang merupakan pohon asli Kalimantan?" katanya bernada tanya.

Apabila diprogramkan pemerintah, menurut Herry, pembibitan ulin pun dapat menjadi alternatif sumber pendapatan warga. Ini terutama bagi warga di sekitar hutan yang masih memiliki pohon ulin.

Sulitnya mencari bibit ulin dia nilai bukanlah alasan jika pemerintah dapat berhubungan dengan pemangku kepentingan yang berada di lapangan dan bersentuhan langsung dengan ulin. Herry Tuwan salah satunya.

Sumber : Kompas, Rabu, 11 April 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks