Jun 19, 2009

Hariyono, Prestasi di Sarang Lebah

Hariyono, Prestasi di Sarang Lebah
Oleh : JA Noertjahyo*

Prestasi dan usia tidak selalu berjalan seiring. Banyak orang yang sudah lanjut usia (lansia) prestasinya biasa-biasa saja, bahkan mungkin sebagian tanpa prestasi. Sebaliknya, yang umurnya relatif muda justru ada yang bisa mencapai prestasi gemilang. Salah satu contohnya adalah Hariyono (29).

Pada usia 27 tahun Hariyono sudah menerima ASEAN Best Executive Awards 2003-2004, disusul penghargaan Citra Manajemen Eksekutif dan Profesional tahun 2005 dari media Executive di Jakarta. Tahun 2005 untuk kedua kalinya ia menerima The Best Executive Citra Awards 2005-2006 yang diorganisir oleh ASEAN Programme Consultant.

Prestasi Hariyono terukir di atas sarang lebah madu, serangga yang memiliki sengat dan racun. Ia menggeluti peternakan ini sejak tahun 1995. Saat itu ia masih berusia 19 tahun dan belum menyelesaikan studinya. Ia membuat prestasi bukan di kota besar, tetapi di kota Kecamatan Lawang (Malang) dan ladang-ladang penggembalaan lebah di desa-desa pedalaman. Bahkan juga di areal-areal perkebunan yang berimpitan dengan hutan lebat.

Apa prestasi Hariyono? Dalam Surat Keputusan Dewan Redaksi Media Executive tertanggal 28 Agustus 2005 disebutkan, prestasi yang menjadi dasar penghargaan bagi pemuda lajang ini adalah Telah berhasil mengembangkan ide-ide baru, ulet dalam mengelola usaha, menciptakan etos kerja yang pantang menyerah, kreatif dan jujur, serta peduli terhadap lingkungan, sehingga patut untuk diteladani.

Surat itu ditandatangani Pemimpin Redaksi Media Executive, Herman Karsoni MBA. Panitia pemberi penghargaan terdiri dari para duta besar negara sahabat RI, dengan sesepuh Prof Dr Suhardiman SE. Tim Penasihat mencakup 16 menteri Kabinet Indonesia Bersatu ditambah Gubernur DKI Jakarta, Ketua Umum KONI dan Kadin, serta HRS Museno SH.

Cukup berat

Persyaratan untuk penerima The Best Executive Citra Awards 2005-2006 cukup berat. Antara lain, sebagai pembayar pajak yang baik, tidak bermasalah dengan pencemaran lingkungan, hukum, dan perbankan. Calon penerima juga dipersyaratkan memiliki konsep pandangan dan sikap kepedulian terhadap Tanah Air dan bangsa-bangsa di belahan dunia, konsep kesatuan dan persatuan negara, tidak pernah merugikan citra bangsa, serta profesional dalam bidang masing-masing.

Dikaitkan dengan peternakan lebah Hariyono yang diberi nama Rimba Raya itu, banyak karya Hariyono yang memenuhi persyaratan tersebut. Wujud peternakannya sendiri bisa dikatakan cukup unik, berbeda dengan yang lain. Sebagai peternak lebah berskala besar, Hariyono tidak hanya menernakkan lebah impor (Apis mellifera) seperti umumnya peternak lebah lainnya. Tetapi ia juga memelihara lebah lokal (Apis cerana) dan lebah klanceng (Apis florea), dengan jumlah hampir imbang. Pertengahan Desember 2005 terdapat 1.200 kotak/stup lebah impor, 1.000 kotak klanceng, dan 500 kotak lebah lokal. Pada musim bunga memuncak, biasanya September-Oktober, jumlah lebahnya bisa dua kali lipat jumlah di atas.

Diternakkannya tiga jenis lebah tersebut merupakan indikator bahwa Hariyono bukan hanya mementingkan bisnis. Sebab dilihat dari produktivitas madunya, lebah lokal dan klanceng jauh di bawah lebah impor (mellifera) sehingga kurang menguntungkan dalam bisnis madu. Menurut pengalaman Hariyono, mellifera bisa menghasilkan sekitar 30 kilogram madu per tahun, sementara lebah lokal cerana hanya 5-15 kilogram per tahun, dan klanceng 4-5 kilogram per tahun.

Selain untuk memenuhi selera konsumen, diternakkannya kedua jenis lebah yang kurang produktif itu juga untuk melestarikan jenis serangga yang Ć¢€asli IndonesiaĆ¢€ itu. Di sini tersirat idealisme dan kecintaan terhadap Tanah Air, sekaligus pelestarian lingkungan dan sumber hayati. Kedua jenis lebah ini memang lebih diakrabi masyarakat kita meskipun sangat sensitif terhadap semua perubahan alami. Kenyataan ini merupakan risiko tinggi untuk bisnis ternak lebah, tetapi itulah yang dilakukan Hariyono.

Jika iklim berubah secara drastis, mereka bisa kabur. Kekurangan pakan pun mendorongnya untuk minggat, ujar pemuda kelahiran Probolinggo (Jatim) tanggal 27 Januari 1976 itu.

Hariyono yang penampilannya lugas dan polos itu, baru tahun 1995 diberi kepercayaan oleh ayahnya, Gunawan (50), untuk meneruskan usahanya dalam peternakan lebah madu. Awalnya tugas itu dilakukan sambil menyelesaikan studinya sehingga sering mendapat pertanyaan dari rekan-rekannya tentang seluk-beluk serangga tersebut. Inilah yang menjadi cambuk baginya untuk mempelajari perlebahan secara mendalam. Dan ternyata ia mampu mengelola peternakannya dengan baik.

Setelah berhasil memperoleh gelar sarjana akuntansi dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya tahun 1999, ia baru bisa sepenuhnya menggulati peternakannya. Dan profesi inilah yang dipilihnya, bukan sebagai akuntan sesuai ijazah yang dikantonginya. Hariyono bukan hanya menjalankan usaha secara konvensional, tetapi juga memunculkan ide-ide baru dalam memasarkan produk lebah. Di antaranya produk yang dinamai Cuka Madu Propolis dan Madu Propolis Infeksi.

Basis peternakan Hariyono dengan areal sekitar satu hektar di Lawang, juga digunakan untuk penjualan produk-produk lebah, memproduksi peralatan beternak, penjualan bibit lebah, dan pelatihan-pelatihan bagi mereka yang ingin menjadi peternak lebah. Bahkan di areal tersebut juga dilestarikan berbagai tanaman potensial untuk pakan lebah, serta uji coba tanaman baru yang diperkirakan lebih potensial. Medan peternakan yang berbentuk lembah itu memang memiliki faktor-faktor penunjang bagi kehidupan lebah. Sementara ladang penggembalaannya, selain daerah Jawa Timur juga merambah ke Jawa Tengah, antara lain Magelang (lengkeng) dan Pati-Jepara (kapuk).

Selain di sentra peternakannya, Hariyono juga menangani langsung pemasaran produknya ke beberapa kota. Saat berkunjung ke tokonya di Lawang, penulis bertemu pembeli yang mengaku berasal dari Brunai Darussalam, Surabaya, dan Malang. Sebagian mereka adalah pelanggan lama, namun sebagian juga baru. Banyak pembeli yang mengetahui usaha Hariyono melalui berita dari mulut ke mulut, terutama dari mereka yang merasa puas terhadap kualitas madunya.

*JA Noertjahyo Wartawan tinggal di Malang

Sumber : Kompas, Jumat, 13 Januari 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks