Jun 20, 2009

Haditono : 13 Tahun dengan Jantung Cangkokan

13 Tahun dengan Jantung Cangkokan
Oleh : Djoko Poernomo

Penderita penyakit jantung koroner yang menjalani operasi bypass dan berhasil jumlahnya cukup banyak. Namun, penderita kelainan jantung yang lalu menerima cangkok jantung, jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Konon orang Indonesia yang pernah menjalani operasi demikian baru dua orang. Yang pertama meninggal dunia setelah tiga bulan. Satunya lagi mampu bertahan hingga sekarang. Dia adalah Dr H Haditono, Presiden Komisaris Golden Rama Express Tours & Travel.

Jika Pak Hadi (demikian ia biasa dipanggil) menjalani operasi cangkok jantung di Stanford University Hospital (SUH), San Francisco, Amerika Serikat, Juni 1992, berarti bapak empat anak ini sudah hidup bersama jantung milik orang lain selama 13 tahun lebih. Usia Pak Hadi sendiri pada 12 Desember 2005 genap 75 tahun.

Mengutip keterangan rumah sakit, Pak Hadi menuturkan, pasien cangkok jantung yang mampu bertahan hidup di bawah satu tahun tercatat 15 persen, kemudian sisanya (85 persen) bisa bertahan hidup lebih lama. Dari jumlah yang disebut terakhir, 65 persen bertahan hidup lebih tiga tahun, 55 persen lebih lima tahun, dan 35 persen harapan hidupnya lebih 10 tahun.

Bersyukur

Saya sendiri bersyukur bisa melewati angka 10 tahun. Malah kini mendekati 14 tahun, tutur pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, ini pekan lalu. Sekarang ia berharap bisa melewati angka (usia) 75 tahun dan juga melewati 14 Januari 2006, saat menikahkan anak keempatnya, Andrew Markata Haditono (28).

Setelah itu saya bebas, tak ada beban, ujar suami Virginia Herawati Pranatyo. Anak kedua dan ketiga memberi Pak Hadi tiga cucu, sementara anak pertama, Praya Soetama Haditono, meninggal pada usia 27 tahun di Amerika Serikat.

Dalam buku Dr H Haditono Keajaiban Cangkok Jantung (Maharani Press, 2001), Pak Hadi berkisah: Peristiwa itu terjadi tahun 1977. Entah mengapa tiba-tiba jantung terasa berdetak lebih cepat. Sebagai seorang dokter, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Saat didiagnosis, otot jantung ternyata mengalami kerusakan. Setahu saya banyak faktor menjadi penyebab, antara lain oleh masuknya kuman melalui kanal bekas saraf pada akar gigi. Kuman itu masuk ke peredaran darah dan akhirnya merusak katup jantung atau bisa saja organ lain. Dan, penyebab inilah yang mungkin sedang saya hadapi, yaitu kuman yang bersembunyi dan menimbulkan infeksi di akar gigi yang lazim disebut infeksi fokal (focal infection) di mana dapat menjalar ke ginjal dan jantung.

Pada akhir Maret 1980, Pak Hadi menjalani operasi katup jantung di London. Operasi berjalan sukses. Namun, ternyata otot jantung saya telanjur membesar dan otot jantung sebelah kiri melemah. Akibatnya, jantung saya kembali berdetak cepat sekali, 140-160 kali per menit. Padahal, normal hanya 80 kali.

Kecuali operasi katup jantung (1987) disusul cangkok jantung (1992), Pak Hadi pernah menjalani empat operasi lain, berturut-turut hernia, prostat, sinusitis, dan pembungkusan aorta.

Sampai sekarang Pak Hadi tidak mengetahui pemilik jantung yang dicangkokkan kepadanya. Saya hanya tahu, pedonor berusia 27 tahun, kata Pak Hadi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 1959.

Kepada dokter yang menangani operasi cangkok jantung, Pak Hadi pernah menyatakan keinginan agar diizinkan membawa pulang jantung yang sudah tidak terpakai. Ya, sekadar untuk mengenang organ tubuh yang berjasa menghidupi selama 60 tahun. Namun, dokter menolak, ujarnya.

Tongkat hidup

Meski dua tahun terakhir harus menggunakan tongkat hidup, yaitu seorang pemuda yang berjalan di depannya untuk dijadikan pegangan, Pak Hadi di usia senja tetap merasa fit. Setiap hari ia masih kuat berkantor di kawasan Tanah Abang, Jakarta, serta mengendalikan 200-an karyawan Golden Rama di berbagai kota.

Kesukaan nonton pertandingan olahraga pun tidak surut. Ia mengaku nonton semua event olimpiade sejak Meksiko (1968) hingga Sydney (2000), kecuali Olimpiade Barcelona (1992) karena bertepatan operasi cangkok jantung.

Tahun 1960-an Pak Hadi muda menyertai Tim Piala Thomas sebagai dokter tim sekaligus pengurus PBSI. Beberapa tahun kemudian diangkat sebagai anggota dewan pengurus Yayasan Trisakti (kemudian mengundurkan diri), dan kini menjadi anggota Dewan Penyantun Universitas Bung Karno.

Wasiat hidup Pak Hadi adalah jangan menyakiti hati, jangan merugikan orang lain, dan berilah kebahagiaan kepada sesama. Yang disebut terakhir diwujudkan dalam bentuk pemberian beasiswa kepada 50-an anak yatim di perguruan tinggi.

Lalu tentang resep ketahanan menggunakan jantung orang lain; menjaga makanan tak banyak lemak, banyak makan sayur dan buah-buahan, olahraga teratur, tidak merokok, serta menghindari stres. Ini yang paling sulit..., selorohnya.

Sumber : Kompas, Rabu, 14 Desember 2005

1 comments:

Unknown said...

Cerita yang sangat Informatif dan sesuai dengan cerita yang saya dengar saat di perusahaannya Alm.Bp.Haditono..
Great Article (y)

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks