Elan Wukak, Kalpataru di Padang Sabana
Oleh : Jannes Eudes Wawa
Rabu 6 Juni 2007 menjadi hari istimewa dalam perjalanan hidup Elan Wukak Victor (63). Hari itu, ayah dua anak tersebut menerima penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta.
Saya meneteskan air mata saat menerima Kalpataru dari Presiden. Tak pernah terbayangkan dalam hidup saya, penghijauan yang saya lakukan tanpa pamrih selama ini di Sumba mengantarkan saya masuk Istana Negara. Ini benar-benar seperti mimpi," kata Elan Wukak Victor.
Elan Wukak sudah tiga kali dinominasikan menerima Kalpataru tingkat nasional, yakni tahun 2003, 2005, dan 2006. Semuanya gagal. Maka, saat panitia dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup menelepon Elan Wukak pada 1 Juni 2007, sekaligus mengabarkan dirinya terpilih menjadi penerima Kalpataru, dia sempat tak percaya mendengar informasi tersebut.
Selain diberi trofi Kalpataru berlapis emas, Elan Wukak menerima pula hadiah uang Rp 8 juta, sebelum dipotong pajak 15 persen, dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Hadiah tambahan uang Rp 5 juta dari Menteri Kehutanan, dan Rp 1,5 juta dari Bupati Sumba Barat.
Sebanyak Rp 3 juta dari semua hadiah itu akan dipakai untuk mengembalikan pinjaman kepada Direktur Rumah Sakit Charitas di Weetebula.
"Untuk bisa menerima langsung Kalpataru dari Presiden di Istana Negara, saya terpaksa pinjam uang Rp 3 juta untuk membeli tiket pesawat dan biaya lain," ujarnya.
Bukit tandus
Kegiatan penghijauan mulai dilakukan Elan sejak tahun 1980 di sebuah bukit di Weetebula, Kabupaten Sumba Barat (kini Sumba Barat Daya), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bukit seluas 21 hektar saat itu sangat tandus dan gersang, sumber mata air pun mengering, sebab sebatang pohon pun tak tumbuh.
Pada musim kemarau sering terjadi kebakaran lahan dan "hujan" debu sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar di SMA Santo Aloysius yang terletak di bukit tersebut. Akibatnya, banyak siswa dan guru selalu menderita gangguan pernapasan. Sebaliknya, selama musim hujan kawasan itu dilanda banjir dan erosi.
Kondisi alam yang buruk itu menggerakkan hati Elan Wukak yang saat itu menjadi Kepala SMA Santo Aloysius Weetebula. Dia bertekad menyulap bukit gersang tersebut menjadi kawasan yang hijau.
Langkah awal yang dilakukannya adalah menanam lamtoro dengan sistem terassering. Tujuannya, menahan erosi dan memulihkan kondisi tanah.
"Pada lahan yang sangat kering tak bisa langsung ditanami tanaman keras. Tanahnya perlu dipulihkan lebih dulu dengan lamtoro, sebab tanaman ini mampu tumbuh dan berkembang cepat di lahan tandus. Daunnya juga mampu menyuburkan tanah," paparnya.
Setelah lamtoro tumbuh subur, dia lalu menanam tanaman bernilai ekonomis seperti jambu mete, cendana, mahoni, jati putih, mangga, kelapa, kelengkeng, dan pisang. Hasilnya menakjubkan. Mulai tahun 1985 perbukitan gersang seluas sekitar 20 hektar itu berubah menjadi kawasan hutan produktif yang hijau, teduh, dan sejuk.
Bahkan, pada lereng bukit timbul beberapa sumber air dengan debit cukup besar dan mengucur sepanjang tahun. Air itu menjadi konsumsi penduduk Kelurahan Langgalero, Desa Weelonda, dan Desa Kadipada di Kecamatan Laura, Kabupaten Sumba Barat Daya. Total penduduk ketiga wilayah itu sekitar 1.500 keluarga.
Berbasis masyarakat
Usaha pelestarian lingkungan di Sumba tak berhenti di perbukitan itu. Pada 1987 Elan Wukak mendirikan SMP Plus Kasimo di salah satu desa di Kecamatan Laura. Sekolah itu tak semata-mata untuk kegiatan belajar mengajar, tetapi juga menjadi pusat gerakan penghijauan di Sumba.
Selain menyadarkan siswa tentang pentingnya pelestarian lingkungan, Elan Wukak juga mengajarkan anak didiknya tentang cara menangkar tanaman yang benar. Tanaman hasil penangkaran tersebut dibagikan gratis kepada siswa dan orangtua siswa untuk ditanam di halaman pekarangan serta lahan pertanian.
Dia juga mendatangi setiap lokasi penanaman untuk melihat hasilnya. "Siswa atau orangtua yang kedapatan tidak serius menanam dan merawat pohon yang telah dibagikan, diberi sanksi," ungkap Elan Wukak tanpa menjelaskan bentuk sanksi itu.
Setelah sukses melakukan pelestarian lingkungan berbasis sekolah, Elan melalui Yayasan Kasimo Cabang Sumba Barat mencanangkan program gerakan penghijauan berbasis masyarakat pada tahun 2003. Program itu didukung Australian Agency for International Development (AusAID) dan Christian Children’s Fund (CCF) dari Amerika Serikat. CCF membantu Rp 500 juta per tahun untuk penangkaran bibit berbagai jenis pohon.
Sedangkan AusAID membantu membiayai proyek pembuatan kolam penampungan air hujan. Setiap kolam berukuran 3 meter x 4 meter dan tinggi 2 meter. Setiap kolam boleh dimanfaatkan tiga sampai empat keluarga. Air yang tertampung tak hanya untuk memenuhi kebutuhan warga, tetapi juga dipakai menyiram tanaman yang dibagikan Yayasan Kasimo.
Elan sadar gerakan penghijauan tak akan efektif dan sukses kalau tidak didukung masyarakat. Maka, sejak 20 tahun silam, dia mulai membentuk kelompok pelestari lingkungan yang melibatkan semua komponen masyarakat.
Melalui kelompok tersebut dibangun kesadaran dan komitmen tentang pentingnya penghijauan. Kini telah terbentuk 53 kelompok yang tersebar di Kecamatan Laura, Kecamatan Kodi, dan Kecamatan Wajewa dengan jumlah anggota 1.590 keluarga. Mereka berhasil menghijaukan lahan tandus seluas sekitar 1.500 hektar.
***
BIODATA
Nama: Elan Wukak Victor
Lahir: Lembata, Flores, 24 Agustus 1944
Pendidikan/Organisasi:
- Sekolah Rakyat di Lemuka, Lembata, tamat 1956
- SMP Seminari San Dominggo Hokeng, Flores Timur, 1960
- SMA St Gabriel Maumere, 1965
- IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, 1968-1971
- PMKRI Cabang Yogyakarta, 1968-1971
Pekerjaan:
- 1965-1968: Mendirikan dan mengajar di SMP Pandita, Waingapu, Sumba Timur
- 1972-1973: Mengajar di SMA Andaluri, Waingapu
- 1973: Mengajar di SPG St Alfonsus, Weetebula
- 1974-1986: Kepala SMA St Aloysius, Weetebula
- 1987 sampai sekarang: Mendirikan dan Kepala SMP Plus Kasimo, Weelonda, Sumba Barat Daya
- 1987-1991: Mengajar di SMA St Thomas Aquinas, Weetebula
- 1992 sampai sekarang: Sekretaris Yayasan Kasimo Cabang Sumba Barat
- Mendirikan SD Kasimo di Kelembubila, Kecamatan Laura, Kabupaten Sumba Barat Daya
Sumber : Kompas, Rabu, 20 Juni 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment