Jun 4, 2009

Sumarto dan Masyarakat Kepulauan Seribu

Sumarto dan Masyarakat Kepulauan Seribu
Oleh : R Adhi Kusumaputra

Sejak tahun 2003, Sumarto yang lahir di Surabaya 46 tahun silam, menjadi Kepala Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu—di utara Jakarta. Dia berusaha tak sekadar menjalankan "kewajiban", tetapi juga memberdayakan masyarakat pulau sekitar TNLKS agar bisa mandiri secara ekonomi sekaligus menyelamatkan konservasi sumber daya alam laut sekitarnya.

Salah satunya dengan menjadikan Pulau Pramuka sebagai tempat permukiman sekaligus obyek wisata bahari. Pulau yang semula hanya dihuni warga nelayan itu, pada dua tahun terakhir ini diramaikan oleh kedatangan wisatawan. Setiap hari sekitar 400-500 orang mengunjungi Pulau Pramuka. Mereka menikmati "atraksi" wisata bahari yang digelar TNLKS.

Sudah lama Kepulauan Seribu dikenal sebagai kawasan wisata. Namun, tak semua pulau di sini bisa dinikmati pendatang. Kalaupun bisa, seperti resor yang terletak di Pulau Sepa, Pulau Putri, Pula Bira, Pulau Pantara, Pulau Matahari, Pulau Bidadari, Pulau Ayer, Pulau Sebora dan Pulau Kotok Besar, tarifnya relatif mahal.

Selain itu, industri wisata resor di Kepulauan Seribu pun "hanya" mampu menyerap 800 orang tenaga kerja. Dari jumlah itu, 135 di antaranya penduduk lokal. Itu pun yang bekerja setingkat supervisor cuma lima orang. Penghasilan mereka sekitar Rp 1 juta per bulan.

Kondisi itulah yang mendorong Sumarto terpikir untuk menjadikan Pulau Pramuka sebagai obyek wisata bahari sekaligus memberdayakan masyarakat setempat.

Mengapa Pulau Pramuka? Alasannya, daratan seluas 16 hektar yang dihuni sekitar 1.500 jiwa itu bisa ditempuh sekitar 60 menit dengan kapal cepat dari Marina Ancol.

Menjadi pelayan

Awalnya dia membersihkan dan memperindah mes TNLKS di Pulau Pramuka. Bangunan berkapasitas 90 orang itu dilengkapi pendingin ruangan dan kasa nyamuk, agar nyaman ditempati.

"Pegawai TNLKS dilatih menjadi pelayan, termasuk saya. Ini supaya kami siap melayani tamu," kata sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menyelesaikan pendidikan S2 Magister Manajemen di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.

Dia lalu menyiapkan "atraksi" wisata baharinya, antara lain dengan obyek alam seperti terumbu karang dan padang lamun. Sumarto juga mengajak warga nelayan yang sebelumnya adalah pencari karang hias ilegal, untuk melakukan budidaya karang hias. Hasilnya? Kini ada 26 kelompok masyarakat yang berbudidaya karang hias.

"Padahal, sebelumnya mereka mencari karang hias menggunakan (racun) potas yang merusak terumbu karang. Setelah tahu betapa berharganya karang di laut, mereka berbalik jadi sangat hati-hati," ujarnya.

Meski begitu, baru Januari 2007 wilayah Kepulauan Seribu bebas dari potas. Ini berarti peningkatan kesejahteraan ekonomi untuk nelayan, sekaligus upaya konservasi sumber daya alam laut pun tercapai.

Salah satu nelayan yang berhasil adalah Mahmudin (45). Dua tahun lalu Mahmudin belum punya rumah dan amat tergantung pada pendapatannya hari itu juga. Kini, dia punya rumah, dan berhasil menjadi pengusaha karang hias. Penghasilannya bersih kini sekitar Rp 10 juta-Rp 15 juta per bulan.

Sumarto juga membuat pola penanaman mangrove di pulau kecil berpasir karang. Ini juga dimulainya dari Pulau Pramuka. Selama tahun 2004-2005 sebanyak 1,8 juta mangrove ditanam di 15 pulau di Kepulauan Seribu.

Kemudian mangrove pun ditanam di 15 pulau lainnya, seperti di Pulau Panggang, Pulau Karya, Pulau Sepa, Pulau Kotok Besar, Pulau Semak Daun, Pulau Kelapa, Pulau Harapan, Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, Pulau Matahari, Pulau Pantara, dan Pulau Kelapa Dua.

"Pola tersebut menjadi model nasional untuk merehabilitasi mangrove di pulau kecil dengan media pasir karang," ungkap mantan Kepala Subdit Pengamanan Hutan, Departemen Kehutanan 2001-2003 itu.

Mengemas wisata

Sibuk dengan konservasi, tak berarti Sumarto meninggalkan obyek wisata bahari Pulau Pramuka. Rintisannya terus berkembang. Agar bisa dinikmati pendatang dari berbagai kalangan, dia menawarkan berbagai paket wisata.

Pengunjung bisa memilih mulai dari "sekadar" menikmati terumbu karang sampai berkenalan dengan biota laut (penyu sisik), mengenali dan menanam mangrove, serta transplantasi karang hias.

"Tamu juga diajak menikmati panorama alam bahari dan budaya masyarakat Kepulauan Seribu. Pengunjung yang ingin diving (selam) atau snorkeling juga dimungkinkan," kata Sumarto yang juga Ketua Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Kabupaten Kepulauan Seribu.

Dengan paket wisata yang ditawarkan itu, pengunjung dapat melancong ke resor wisata Pulau Kotok (lokasi rehabilitasi elang bondol dan kijang), Pulau Putri (akuarium bawah laut), lokasi budidaya kelautan (baliho jaring apung), memancing, atau menonton film tentang TNLKS dan menikmati api unggun.

Kemasan paket wisata bahari yang diciptakan Sumarto ini menyebabkan kunjungan ke Pulau Pramuka dan sekitarnya meningkat. Pulau-pulau yang semula tak dilirik orang itu, sekarang bisa mengundang pengunjung sekitar 300 - 500 orang pada akhir pekan.

Dengan program yang dikembangkan Sumarto itu, masyarakat Kepulauan Seribu menjadi peduli pada konservasi sumber daya alam laut, sekaligus berhasil meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk setempat. Nelayan tak lagi sekadar obyek. Mereka bisa menjadi pekerja sekaligus pengusaha.

Suami Darmastuti Nugroho (40) ini bercerita, karena istrinya juga bekerja, maka tak setiap hari mereka bisa bersama-sama. "Tiap akhir pekan, itulah kesempatan kami untuk berkumpul di pulau. Ini pertemuan keluarga sekaligus berlibur ha-ha-ha," ujarnya.

Bisa menikmati pekerjaan adalah faktor yang membuat Sumarto senang bertugas di Kepulauan Seribu. Meski untuk itu dia harus berpisah dengan keluarga.

"Di Taman Nasional Laut ini, saya menganggap bekerja sambil berlibur," ucap Sumarto yang rutin melakukan scuba diving di perairan Kepulauan Seribu.

Meski merasa menikmati kehidupan di Kepulauan Seribu, namun kabar yang diterimanya Kamis (14/6) lalu membuat dia harus pergi. Sumarto dilantik menjadi Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Dia harus mulai bertugas di tempat yang baru pada Juli mendatang.

"Ini kepindahan tugas terberat yang pernah saya alami, karena saya mencintai Kepulauan Seribu. Mungkin setelah saya pindah ke Jawa Timur, saya masih akan sering ke Kepulauan Seribu," tuturnya.

***
BIODATA

Nama: Sumarto

Lahir: Surabaya, 8 Juli 1961

Pendidikan:
- S1 Institut Pertanian Bogor
- S2 Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Keluarga:
Istri: Darmastuti Nugroho (40)
Anak:
- Regia Puspa Astari (15)
- Swietenia Puspa Lestari (12)
- Mohammad Tito Sumarto (3)

Organisasi:
- Ketua POSSI Kabupaten Kepulauan Seribu
- Pengurus Besar POSSI tingkat nasional
- Wakil Ketua Palang Merah Indonesia cabang Kepulauan Seribu

Pekerjaan:
- Kepala Balai TNL Kepulauan Seribu, 2003-2007
- Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, mulai bulan Juli 2007

Sumber : Kompas, Kamis, 21 Juni 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks