Jun 25, 2009

Eddy Permadi : Melestarikan Alam Lewat Energi

Melestarikan Alam Lewat Energi
Oleh : Yenti Aprianti

Bekerja memajukan desa tidak bisa sepotong-sepotong. Pengalaman itulah yang dirasakan Eddy Permadi (47). Dia berhasil membuat listrik masuk ke desa dengan membuat turbin pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Tetapi, kemudian dia melihat itu saja tidak cukup sebab dapat berakibat masyarakat menjadi konsumtif, menggunakan listrik itu hanya untuk menonton televisi.

Berangkat dari pengalaman itu, Eddy lalu berpikir bagaimana listrik dari turbin pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) buatannya dapat lebih produktif. Lahirlah gagasan membuat mesin pengolah hasil pertanian. Yang dia contohkan di pabrik turbinnya adalah mesin pembuat serbuk jahe, bahan bandrek, yaitu minuman dari rempah-rempah, jahe, dan gula palem. Di situ dia juga membuat industri bandreknya sehingga mereka yang datang dapat melihat contoh yang terintegrasi.

Setelah mengundurkan diri sebagai dosen di perguruan tinggi teknik di Bandung tahun 1995, Eddy membuat industri turbin PLTMH di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Turbin untuk PLTMH sangat khusus, disesuaikan debit dan ketinggian air sungai ke rumah pembangkit. Kapasitas listrik yang dihasilkan pun berbeda. Itu sebabnya, penelitian tentang turbin sangat penting karena ukuran dan jenis turbin yang dipakai berbeda-beda.

Lama-lama, tempat uji cobanya sering dikunjungi masyarakat dari berbagai kota di Indonesia, juga dari mancanegara. Kebetulan, Eddy adalah pengusaha yang pernah dibina sebuah yayasan yang bekerja sama dengan lembaga dari Jerman untuk memperkenalkan dan membangun PLTMH di Indonesia.

Eddy lalu merenovasi tempat uji cobanya menjadi Sarana Percontohan dan Laboratorium Pengujian PLTMH. Pelajar pun banyak memanfaatkan laboratoriumnya untuk belajar tentang energi.

Mesin-mesin pengolah hasil pertanian dan mesin-mesin lain yang bisa digunakan di pedesaan yang dia produksi, antara lain mesin pengering jahe, pemipil jagung, dan pembordir yang dapat digunakan dengan menggunakan tenaga listrik PLTMH.

Produktif

”(Tadinya) listrik hanya dipakai penduduk habis-habisan untuk sekadar menonton televisi pada malam hari. Siang hari lebih baik mereka diberi pekerjaan seperti membordir atau mengolah hasil panennya sehingga memiliki nilai tambah ekonomi dan desa jadi lebih maju. Bukan malah menciptakan masyarakat konsumtif setelah listrik masuk,” tutur suami Ny Milly Emalia (44) dan ayah dari Firda Eidel Firdaus (16), Levina Maharani (13), serta Mohammad Farrel (9) ini.

Proyek listrik masuk desa sekaligus peningkatan produksi ini telah dilaksanakan antara lain di Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, yang kini penduduknya menjadi pembordir.

Usaha percontohan bandrek instan yang dikelolanya dikembangkan dengan menambah produk bajigur instan. Kini usaha bandrek dan bajigurnya beromzet sekitar Rp 3,5 juta sehari.

Ia mempekerjakan sekitar 25 karyawan tetap dan ratusan masyarakat di sekitar pabrik serta beberapa petani jahe dan gula palem untuk mendukung usaha minuman instannya. Karena usahanya, Eddy mendapatkan penghargaan Usaha Kecil Menengah Berprestasi tingkat nasional tahun 2004.

Saat memasang listrik, Eddy tak lupa memberi wawasan tentang lingkungan, terutama dalam menjaga lingkungan alam di sekitar desa agar tetap lestari. Mereka harus menjaga hutan yang menjaga pasokan air dalam tanah agar pada musim kemarau tetap ada pasokan listrik dan pada musim hujan rumah pembangkit listrik tidak hanyut oleh banjir.

Penyadaran lingkungan berhasil ia terapkan pada masyarakat Bungbulang, Kabupaten Garut. Penduduk desa yang biasanya menebangi pohon untuk kayu bakar pembuat gula aren kini berbalik memelihara pepohonan di sekitarnya karena kayu bakar sudah digantikan dengan kompor listrik.

Karena upayanya memberi penyadaran lingkungan dalam menjaga kelangsungan energi, pada Juli 2005, Eddy mendapat penghargaan Masyarakat Pengelola Lingkungan Hidup dari Gubernur Jawa Barat. ”Lewat energi saya harap alam Indonesia justru makin terjaga,” kata Eddy.

”Saya makin sibuk sekarang. Risikonya, anak-anak makin sering menelepon dan menanyakan kapan saya akan pulang,” kata Eddy yang sekarang lebih sering pergi ke luar kota selama beberapa hari untuk menyurvei lokasi pemasangan PLTMH dan memberi seminar di hadapan mahasiswa maupun pelajar sekolah menengah.

Memang usaha Eddy mulai membuahkan hasil. Sebelumnya, sejak tahun 1995 hingga 2003 rata-rata ia hanya membuat satu turbin per tahun dengan omzet sekitar Rp 100 juta. Namun, sejak tahun 2004 permintaan makin meningkat dan ada yang dijual ke Jerman. Tahun ini ia membuat turbin untuk dikirim ke Swiss.

Sumber : Komaps, Selasa, 30 Agustus 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks