Jun 16, 2009

Djokomoelyo Mangoenprawiro : Djokomoelyo dan Jaksa yang Kuat

Djokomoelyo dan Jaksa yang Kuat
Oleh : Djoko Poernomo

Setiap kali Hari Bhakti Adhyaksa tiba, setiap tanggal 22 Juli, hati Prof Djokomoelyo Mangoenprawiro SH APU seperti diiris-iris. Betapa tidak. Sebagai mantan jaksa, Djokomoelyo mendambakan jaksa agung sekuat jaksa agung keenam, Mr Gunawan Gautama. Tetapi, sampai sejauh ini tidak ada sosok seperti yang dia dambakan.

Langkah tegas ditunjukkan Mr Gunawan. Perusahaan besar milik Oei Tiong Ham—yang memiliki kekayaan se-’Kota Semarang’—dirampas untuk negara karena Oei melakukan tindak pidana penyelundupan devisa. "Mr Gunawan bertindak tanpa memerhatikan siapa pejabat yang berada di belakang konglomerat itu," tutur Djokomoelyo, pemilik pangkat profesor (dari LIPI) dan bertitel sarjana hukum dari Universitas Brawijaya di Jember, yang sudah berdinas sebagai jaksa sejak tahun 1958.

Selama berkarier, ia mengalami 15 kali mutasi di 10 provinsi dan dua kali menjadi Kepala Kejaksaan Negeri (Denpasar dan Jakarta Barat) ditambah tiga kali menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi (Lampung, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah). Ia pensiun pada 1998, kemudian menjadi penulis buku hingga sekarang. Jabatan birokrasi terakhir yang disandang (1993-1994) adalah Sekretaris JAM Pidana Umum pada Kejaksaan Agung RI.

Saat ditemui di rumahnya di kawasan Sawangan, Bogor, Jawa Barat, menjelang Hari Bhakti Adhyaksa Ke-46/2006, Djokomoelyo tengah bersantai bersama Rr Harsoeli Koesdarwati, perempuan yang dinikahi tahun 1960. Ia kemudian menunjukkan selembar surat yang akan dikirim kepada Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Setiap tahun ia memang menulis surat ke Jaksa Agung. "Isinya biasa saja. Masukan dan kritikan," ungkapnya.

Selain menulis surat bagi Jaksa Agung, Djokomoelyo juga menjadikan Hari Bhakti Adhyaksa sebagai momen untuk mengajak jaksa-jaksa muda agar bekerja dan berkarya dengan penuh kesederhanaan.

"Jangan bekerja untuk menghasilkan materi berlimpah, namun dengan risiko terperosok dan kepribadiannya rusak," ujar Djokomoelyo, bapak enam anak (seluruhnya sarjana) dan kakek 13 cucu.

Andai Mr Gunawan masih ada serta menyaksikan pola tingkah sebagian jaksa saat melaksanakan tugas saat ini, menurut Djokomoelyo, tentu akan tersenyum kecut. "Ini sebagai isyarat sambil mengejek karena sebagian jaksa tak mampu meneladani Bapak Kejaksaan R Soeprapto, yang patungnya tegak berdiri di halaman depan Gedung Kejaksaan Agung," tuturnya. Sampai tahun 2006, jaksa agung sudah berganti 22 kali.

Penulis buku

Jumlah jaksa cukup banyak. Namun, yang mampu menuangkan gagasan ke dalam tulisan, kemudian menerbitkannya menjadi buku, bisa dihitung dengan jari. Salah satunya adalah tokoh sosok kali ini.

"Bagi saya, menulis merupakan ibadah...," tutur Djokomoelyo. Buku terbarunya, Dugaan Pidana Orang-orang Penting, menyusul buku terbitan sebelumnya, Proses Peradilan Soeharto dan Kiat Andi Mohammad Ghalib Memeriksa KKN Soeharto, Keluarga, dan Kroninya. Buku Dugaan Pidana Orang-orang Penting terbitan tahun 2004 telah menghasilkan uang sekitar Rp 75 juta.

Jika dihitung sejak buku pertama terbit pada tahun 1964 dengan judul Sedikit Catatan tentang Undang-Undang Subversi, berarti hingga tahun 2006 Djokomoelyo telah menulis 13 buku. Suatu prestasi yang tidak bisa dianggap enteng. Buku ke-14 dengan judul KPK Memerlukan Anda saat ini tengah diedit dan rencananya diluncurkan awal 2007.

Di antara buku-buku yang sudah ditulis, paling berkesan adalah buku Catatan Harian Seorang Jaksa yang berisi pengalaman 33 tahun menjadi jaksa di berbagai kota di Indonesia.

Menurut dia, buku terbitan tahun 1980 itu mulanya dipersiapkan untuk konsumsi intern keluarga agar pengalaman yang termuat di dalamnya dapat menjadi pendorong meningkatkan semangat belajar dan kerja keras.

Namun, dalam perkembangan berikutnya, "Agar bisa dijadikan cermin para jaksa menyangkut tugas-tugas pengamanan, penyidikan, dan penuntutan yang dilaksanakan berdasar hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan." Demikian tutur jaksa kelahiran Blora, 20 Mei 1934, yang berprinsip hidup "berani mengalah" itu.

Di perpustakaan pribadi, selain tersedia 3.000-an buku, juga terdapat lukisan karya Basuki Abdullah tahun 1950 yang di sudutnya terdapat tulisan tangan Bung Karno. ...Bahwa tidak ada bangsa bisa menjadi besar dan makmur zonder kerja.... Bangsa Indonesia, tariklah moral dari hukum ini.

Tulisan tersebut nyaris dibaca tiap hari, sebelum berangkat kerja ke kantornya di Yayasan Wredatama (sebagai ketua), Yayasan Bung Karno (sebagai penasihat), dan Universitas Krisnadwipayana (selaku pengawas).

"Di mana pun kita mengabdi akan bermanfaat bagi lingkungan bila dilandasi kepribadian dan dedikasi untuk mencapai prestasi," ujarnya.

Untuk menyambung silaturahmi dengan lingkungan, Djokomoelyo setiap tahun mengirim 200 lembar kartu idul fitri dan menerima balasan dua kali lipat, bahkan 800 lembar! Ia juga pernah menjadi penyiar RRI (Makassar) serta Ketua Umum PB Persatuan Catur Seluruh Indonesia pada 1978-1982.

Sumber : Kompas, Sabtu, 22 Juli 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks