Jun 7, 2009

Daniel Saputra : Daniel dan Pengawet Makanan

Daniel dan Pengawet Makanan
Oleh : BM Lukita Grahadyarini

Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan tidak membahayakan kesehatan. Itulah yang diyakini Daniel Saputra (48) sehingga membuatnya tekun untuk mengembangkan teknologi pengawetan makanan tanpa memakai bahan-bahan pengawet .

Daniel melakukan penelitian bagaimana mengawetkan dengan cara memberikan perlakuan khusus untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu makanan. Jika produsen memakai ilmunya, niscaya pemasaran produk makanan akan optimal.

Salah satu makanan yang diawetkannya adalah pempek. Penganan khas Palembang yang dibuat dari pati tapioka dan daging ikan itu biasanya hanya tahan disimpan selama satu hari. Lebih dari satu hari disimpan, pempek segar akan berlendir dan basi.

"Masa simpan pempek yang singkat itu disebabkan aktivitas mikroorganisme. Akibatnya, pempek menjadi sulit dibawa untuk oleh-oleh ke tempat yang jauh dari Palembang, dan mengurangi nilai ekonomisnya," tutur Daniel.

Daniel yang kini menjabat Ketua Laboratorium Teknik Biosistem dan Pengolahan Pangan Universitas Sriwijaya (Unsri) menerapkan teknik pengawetan makanan dengan pasteurisasi dan pengemasan menggunakan kantong plastik permeabilitas rendah (nilon) yang telah disanitasi.

Resepnya, pempek yang siap dikonsumsi atau setengah jadi dikukus sekitar 15 menit untuk membunuh mikroorganisme. Pempek dalam kondisi panas itu kemudian dikemas dengan kantong plastik nilon dan disegel.

Pempek lalu didinginkan mencapai suhu 20 derajat Celsius selama 20 menit sampai 40 menit agar ruang di dalam kemasan menjadi vakum dan pempek menempel ketat pada plastik.

"Dengan metode ini, masa simpan pempek dapat meningkat menjadi lima hari jika disimpan dalam suhu ruangan, dan bisa mencapai satu bulan jika disimpan dalam suhu lemari es," kata Daniel, yang juga guru besar teknik pertanian Unsri.

Mengawetkan sayuran

Sebelum menemukan cara pengawetan pempek, Daniel telah menciptakan teknologi osmosis-puffing untuk mengeringkan sayur dan buah-buahan potong. Dengan temuannya itu, rasa, warna, dan mutu sayur dan buah potong bertahan lebih lama dan menyerupai bentuk awal.

Bersama dengan beberapa peneliti lainnya di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, ia juga mengawetkan sayuran dan buah dengan memakai kantong nilon multilapis. Sayuran dan buah segar disimpan di kantong plastik nilon yang diberi ventilasi sedemikian rupa untuk mengatur konsentrasi gas di dalam kemasan.

Beberapa buah yang sudah dapat diawetkan antara lain duku, mangga, manggis, dan pisang mas. Duku yang semula hanya awet tiga hari bisa menjadi dua minggu. Masa simpan manggis yang biasanya satu minggu bisa meningkat menjadi satu bulan, sedangkan pisang mas bisa mencapai dua bulan.

Pria yang dibesarkan di lingkungan keluarga pegawai negeri ini sebelumnya tidak pernah berencana untuk terjun ke teknologi pengawetan makanan. Penggemar otomotif ini awalnya lebih banyak menerapkan ilmunya pada aplikasi mesin-mesin pengolahan makanan.

Berbekal ilmu itu, ia lalu merasa tertantang untuk mengembangkan pengawetan makanan tanpa pengawet guna meningkatkan nilai ekonomis produk makanan. "Prinsipnya, benda yang tidak terkena oksigen dan terkontaminasi dengan mikroorganisme akan awet," tutur Daniel.

Keseriusan dan ketekunan itu mendorong dia mengurus hak paten untuk hasil penelitiannya, antara lain pengawetan pempek, kuah cuka pempek, sayur, dan buah pada tahun 2004, serta pengeringan sayur dan buah potong pada tahun 2003.

Selain itu, pada tingkat internasional dia juga mendaftarkan hak paten untuk pembuatan alat pendeteksi waktu pemotongan keju tahun 1994 dan paten untuk puffing sayuran tahun 1992.

Obsesinya kini adalah menularkan hasil temuannya itu ke perajin makanan di Sumsel, khususnya pempek, guna mengoptimalkan pemasaran produk makanan itu ke daerah-daerah lain.

"Jika perajin pempek menerapkan pengawetan pempek tanpa pengawet, kelak pempek bisa dibawa sebagai oleh-oleh ke tempat-tempat yang jauh," kata pria kelahiran Padang Sidempuan, Sumatera Utara, ini.

Dalam kesehariannya, suami dari ahli gizi dan farmakologi Linianti D Oswari ini mengaku sangat menghindari makanan yang diawetkan dengan bahan pengawet. "Lebih baik, makan masakan yang segar-segar," tutur bapak tiga anak yang mengaku lebih senang makan masakan dari rumah ketimbang membeli makanan jadi.

Sumber : Kompas, Selasa, 13 Maret 2007

1 comments:

AiRiN aADc said...

Hi pak.. Kau tanya yg dimaksud nilon itu yg bagaimana ya? Terima kasih

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks