Jun 7, 2009

Josef Prijotomo : "Kawruh Griya" Josef Prijotomo

"Kawruh Griya" Josef Prijotomo
Oleh : Djoko Poernomo

Berkat kemampuan membaca teks berbahasa dan beraksara Jawa sekaligus menafsir primbon, membuat Josef Prijotomo sampai pada kesimpulan bahwa bangunan berarsitektur Jawa bermakna sebagai tempat berteduh. Ini berbeda dibandingkan bangunan berarsitektur Barat yang bermakna sebagai tempat berlindung.

Karena itulah, bangunan berarsitektur Jawa bersifat terbuka atau tanpa sekat-sekat. Ini juga dikaitkan dengan pembagian musim di Jawa yang hanya mengenal penghujan dan kemarau. Sedangkan di Barat dikenal empat musim sehingga bentuk bangunan harus menyesuaikan dengan kondisi setempat, yakni tertutup.

Josef menuturkan bahwa sebagian teks yang ia baca dan pelajari merupakan koleksi orangtuanya, seorang guru sekolah menengah di Malang, Jawa Timur. Adapun selebihnya hasil perburuan di perpustakaan Mangkunegaran Solo, Keraton Surakarta, dan Keraton Yogyakarta.

Di antara teks yang dibaca berjudul Pratelan Tumraping Pirantosing Kraton suntingan Purwanagara, pernah dipamerkan di Negeri Belanda pada 1 September 1882. Naskah asli tulisan tangan disimpan di Sasana Pustaka, perpustakaan Keraton Surakarta.

"Kalau primbon saya temukan di kaki lima. Harganya tak lebih Rp 1.000 per judul," tutur Josef, peneliti sekaligus pengajar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan Universitas Kristen Petra, Surabaya, yang kemudian menggunakan kemampuan membaca teks beraksara Jawa dan primbon untuk menyusun disertasi.

Primbon artinya antara lain kitab yg berisikan ramalan atau buku yg menghimpun berbagai pengetahuan kejawaan.

Pilot

Setelah gagal menjadi pilot pesawat terbang akibat kesehatan gigi kurang memenuhi syarat, Josef lalu memilih kuliah di Jurusan Arsitektur pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS Surabaya. Gelar insinyur diperolehnya tahun 1976.

Tiga puluh tahun setelah menggondol gelar insinyur, ia meraih doktor dengan predikat sangat memuaskan dari perguruan tinggi yang sama. Uniknya, gelar tertinggi di bidang akademis itu didapat tanpa banyak mengeluarkan biaya. Ini dikarenakan disertasinya disusun berdasar studi literatur sehingga hanya butuh ongkos fotokopi.

Kalau ada pengeluaran ekstra, itu hanya untuk biaya perjalanan saat menemui para tukang di kantung-kantung bangunan tradisional Jawa, mulai dari Blitar (Jatim) hingga Purwodadi (Jateng).

Meski hanya studi literatur, disertasi S-3 Josef yang diberi judul (Re-)Konstruksi Pengetahuan Arsitektur Jawa Menurut Kawruh Kalang dan Kawruh Griya telah menambah khazanah pengetahuan tentang dunia arsitektur. khususnya bangunan tradisional Jawa.

Temuan penting dari disertasi tersebut bahwa kawruh griya dan kawruh kalang adalah teks tentang bangunan (arsitektur) Jawa yang diproduksi dalam kurun waktu antara abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada garis besarnya, teks ini membicarakan tindakan merancang bangunan (kawruh griya) dan tindakan mengonstruksi bangunan (arsitektur) Jawa (kawruh kalang) yang dipahami dan dipraktikkan dalam lingkungan tradisi tanpa tulisan (tradisi lisan).

"Keadaan itu sekaligus dapat dikatakan sebagai keadaan di saat tradisi bangunan berbasis Jawa berada dalam masa akhirnya, mengingat selanjutnya ihwal bangunan di Jawa mempraktikkan tradisi Belanda," paparnya.

Disertasi Josef baru saja dibukukan di bawah judul (Re-)Konstruksi Arsitektur Jawa, Griya Jawa dalam Tradisi Tanpatulisan oleh penerbit PT Wastu Lanas Grafika, Surabaya, dan menurut rencana akan diluncurkan di Jakarta bulan ini. Sambutan konsumen begitu besar, terbukti baru "diumumkan" lewat SMS serta e-mail saja telah masuk pesanan sebanyak 200 eksemplar. Padahal, titik impas diperoleh sampai angka penjualan 400 eksemplar sehingga angka 200 tadi cukup menjanjikan.

Wayang kulit

Menurut Josef—penikmat karya-karya Ki Nartosabdho dalam memainkan lakon demi lakon wayang kulit yang kemudian diakui langsung memberi pengaruh pada sikap dan pemahamannya terhadap arsitektur Jawa—meski produk atau artefak berasal dari masyarakat lisan, tidak berarti bahwa arsitektur Jawa lebih rendah derajatnya daripada arsitektur Barat.

"Di sinilah tantangan untuk menggarap teks kawruh griya dan kawruh kalang," tutur Josef, anak lelaki pertama pasangan Gerardus Soewandi-Maria Roosmidjah. Saudara kandung Josef keseluruhan 12 orang.

Tokoh yang memelihara rambut panjang dan sering dikuncir ini meneliti bangunan Jawa sejak tahun 2001 dengan dukungan 18 teks beraksara Jawa. Selain naskah suntingan Purwanagara, naskah lain yang dibaca antara lain Kawroeh Kambang, kemudian Kawruh Kalang, Serat Tjarjos Bab Kawruh Kalang, serta ceramah Mas Behi Soetasokarja tahun 1934 berjudul Pamilihipoen Kadjeng Djati Sarta Pendamelipoen Griya Wewangunan Djawi.

"Jika orang Jawa membangun rumah dilambari upacara ritual yang berbau mistis dan penuh perhitungan, tetapi di naskah-naskah kuna yang saya baca dan menjadi acuan disertasi tak ada satu pun yang menulis tentang itu. Jadi cukup rasional..." tuturnya.

Sumber : Kompas, Rabu, 14 Maret 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks