Jun 20, 2009

Dalhari : Buah Busuk, Nama Saya Busuk

Dalhari : Buah Busuk, Nama Saya Busuk
Oleh : Agnes Rita Sulistyawaty

Arif dan Amat, pemuda Dusun Krasaan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, DIY, memetiki jambu air Dalhari yang berukuran sekepalan tangan, dan berwarna merah hati itu. Tiap buah berukuran sekitar 10 sentimeter dengan bobot tidak kurang dari 100 gram.

Setelah terkumpul beberapa keranjang, jambu air itu ditimbang per satu kilogram, dan diwadahi plastik bening. Sekitar pukul 10.00 bungkusan jambu itu dimasukkan dalam karung, dibawa pemuda desa seperti Arif dan Amat dengan sepeda motor ke toko-toko di Yogyakarta, Klaten, atau Solo. Sekitar pukul 13.00 sampai 16.00 mereka kembali ke desa, sambil membawa pulang uang, dan tidak ada jambu yang tersisa. Laris!

Dalhari (65) menyaksikan pemandangan itu dengan perasaan bahagia. Melihat orang muda punya kesibukan itu membahagiakan, to? Daripada melihat mereka hanya duduk tanpa ada pekerjaan, ujar Dalhari sambil tersenyum.

Ia sendiri tidak pernah bermimpi namanya melekat pada buah yang mampu menyibukkan warga dusun Krasaan saat panen raya. Resminya, jambu air Dalhari dilepas sebagai varietas unggul dari Kabupaten Sleman, DIY lewat Keputusan Menteri Pertanian RI, 27 Februari 2004.

Pemuda di Dusun Krasaan, punya andil memopulerkan jambu air Dalhari. Tiap musim panen raya yang datangnya tiga kali setahun, anak muda Dusun Krasaan memanen jambu air yang ditanam di halaman rumah mereka, atau membeli jambu air milik tetangga untuk dipasarkan ke mana saja.

Sebelum ada pabrik rokok di Berbah, ada 30-an anak muda yang menjual dan memasarkan jambu air. Sekarang tinggal 10 pemuda yang masih berjualan, ujar Dalhari, ayah dari lima anak dan kakek dari tiga cucu itu. Selain para pemuda, sejumlah supermarket dan pedagang buah menjadi langganan Dalhari serta petani jambu di Dusun Krasaan.

Dalhari mengaku punya beban tersendiri ketika namanya diabadikan jadi nama jambu air yang tebal daging buahnya mencapai 18 milimeter ini. Kalau buah busuk, kan nama saya juga yang jelek. Nama saya bisa busuk lho, tutur Dalhari terkekeh-kekeh.

Cikal bakal

Tahun 1985 Dalhari yang hobi bertani ini mencoba mengembangkan jambu air itu. Ia mendapatkan bibit jambu air dari Pak Sastro, seorang tetangga yang tinggal di Dusun Candibang, Jogotirto, Berbah, Sleman. Dari seluruh tetangga yang meminta izin Pak Sastro untuk mencangkok pohon jambu air itu, hanya Dalhari yang diizinkan Pak Sastro.

Dua pohon induk pertama ditanam Dalhari di halaman rumahnya. Dari cikal bakal pohon jambu air itu, Dalhari membuat cangkokan pohon baru dan membagikannya untuk tetangga yang ingin mengembangkan jambu air.

Kini tak kurang dari 1.500 batang pohon ditanam hampir seluruh warga di Dusun Krasaan. Ribuan pohon lain tersebar di Desa Jogotirto, Kecamatan Prambanan, bahkan dibawa sanak saudaranya ke Jakarta. Sejak pematenan nama Jambu Air Dalhari, ia tak khawatir varietas ini ditanam di luar Jogotirto.

Penjualan jambu air Dalhari dimulai awal tahun 1990-an. Sebelum dipatenkan, harga jambu air ini maksimal Rp 2.000 per kg. Sekarang harga jambu mencapai Rp 3.500-Rp 4.500 per kg untuk yang berukuran besar atau isinya delapan butir per kg. Sedangkan, jambu yang ukurannya tidak terlalu besar dijual Rp 1.500 per kg atau isinya 12 biji per kg.

Dari 30 pohon miliknya, Dalhari bisa memanen 1,5 sampai 4 kuintal jambu air tiap musim panen. Ketika dijual, ia mendapatkan setidaknya Rp 2 juta. Salah satu hasil penjualan jambu air adalah rumah yang ditempatinya saat ini.

Bagi petani, merawat pohon jambu air Dalhari ini tidak sukar. Pemupukan dilakukan saat hendak menanam pohon dan dilanjutkan dua kali setahun memakai pupuk kandang.

Sekarang, para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Rukun di Padukuhan Krasaan tengah menyiapkan pupuk organik olahan. Selain melihat pertumbuhan pohon dan buah jambu air Dalhari yang semakin memikat, para petani tergiur meniru pemakaian pupuk organik pada pertanian lainnya.

Usahanya untuk terus mengembangkan jambu air ini dilakukannya sebagai aktivitas pengisi masa tuanya. Pensiunan anggota Koramil Berbah, dengan pangkat sersan dua itu, tidak ingin setelah tak berdinas, lantas duduk berpangku tangan. Jangan sampai saat pensiun, justru diam dan sakit, ujar Dalhari, seolah tak mau kalah dengan kegairahan pemuda desa menjual jambu air Dalhari di pinggir jalan.

Sumber : Kompas, Rabu, 16 November 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks