Chris Lowney, Semangat Membidik Tinggi
Oleh : Simon Saragih dan FX Sularto
SEBAGAI penulis buku-buku manajemen, nama Chris Lowney (47) belum setenar Stephen Covey, misalnya. Dari tangannya baru terbit satu buku. Judulnya: Heroic Leadership: Best Practices from a 450-Year-Old Company That Changed the World, terbit tahun 2003 di New York, setebal 330 halaman. Sekarang pun dia malah sedang siapkan buku kedua tentang semangat dan budaya multikultural, bukan buku manajemen.
TETAPI, buku itu hingga pertengahan tahun ini sudah terjual lebih dari 400.000 eksemplar. Bandingkan dengan buku Bill Clinton satu juta eksemplar! Buku Heroic Leadership sudah diterjemahkan dalam delapan bahasa di luar Inggris, termasuk dalam bahasa Indonesia yang akan diluncurkan besok, Rabu, 18 Mei 2005, di Jakarta. Lowney akan hadir dalam peluncuran buku (sekaligus seminar) yang dilangsungkan mulai pukul 09.00 di Hotel Grand Hyatt Jakarta itu. Bukunya menduduki ranking pertama di Amerika Serikat dan menjadi finalis dalam Book of the Year Award Majalah Foreward.
"Saya terkesan kepemimpinan dalam Serikat Jesus (SJ). Coba sebutkan perusahaan, organisasi, atau lembaga yang mendapat kriteria sebagai organisasi paling sukses dan bisa bertahan selama 465 tahun atau hingga sekarang? Tidak banyak untuk tidak mengatakan tidak ada, kecuali SJ. Di antara organisasi keagamaan sesama Katolik, Jesuit adalah champion," kata Lowney kepada Kompas di Jakarta, Minggu (15/5).
Buku Lowney mengasyikkan tidak saja oleh uraian mendalam dan luas tentang SJ, sebuah kongregasi yang didirikan oleh Santo Ignatius dari Loyola tahun 1540. Buku itu menarik justru oleh konsep alternatif kepemimpinan yang ditawarkan. Dia seolah-olah membalikkan opini umum tentang manajemen, know how to....
Ada empat prinsip yang ditawarkan Lowney. Keempat prinsip itu ialah kita semua memimpin sepanjang waktu; kepemimpinan timbul dari dalam; kepemimpinan adalah cara hidup; menjadi pemimpin adalah proses pengembangan diri terus-menerus. Temuan itu, katanya, berkat masa formatio dalam Serikat Jesus selama tujuh tahun (mundur tahun 1983) dan pengalaman beberapa tahun sebagai eksekutif muda perusahaan multinasional, JP Morgan International.
Keberhasilan kelompok ini, menurut Lowney-secara tak sadar dia jadi promotornya-tidak hanya terlihat dari eksistensi "perusahaan" dengan 21.000 personel yang mengelola 2.000 lembaga (terutama pendidikan) yang berada di lebih kurang 112 negara, tetapi juga keberhasilannya mencetak banyak tokoh dunia, sekitar 300 di antaranya ada di Indonesia.
MENGAPA mereka berhasil? Pertanyaan itulah yang diuraikan dan dijawab sebagai alternatif pembinaan kepemimpinan dalam Heroic Leadership. Lowney tidak memfokuskan uraian pada apa yang seharusnya dilakukan pemimpin, tetapi siapa itu seorang pemimpin. Kepemimpinan tidak dibatasi oleh luasnya kesempatan, tetapi oleh mutu respons seseorang.
Lowney juga tidak membahas figur seorang pemimpin yang mengomando sebuah organisasi. Bahkan sistem komando dan kontrol dalam sebuah organisasi justru menjadi persoalan jika hanya itu andalannya.
Menurut Lowney, berdasarkan analisis historis tentang sepak terjang Jesuit, keberhasilan Jesuit disebabkan mereka mampu memancarkan sinar yang jelas soal kepemimpinan. Kelompok ini memiliki corporate culture (kultur perusahaan) yang jelas, yang oleh Jesuit disebut sebagai nuestro modo de proceder atau cara "kita melakukan banyak hal" (the way we do things).
Lembaga yang sukses hanyalah lembaga yang memiliki corporate culture, yang memiliki kekhasan tersendiri, sesuatu yang sulit ditandingi pihak lain. "Budaya itu mengena serta bertahan seiring dengan berjalannya waktu."
Menurut Lowney, sukses Jesuit terletak pada empat pilar, meliputi sadar diri (self-awareness), ingenuitas sebagai buah sikap lepas-bebas (ingenuity), cinta kasih kepada diri dan sesama (love), heroisme (heroism) atau semangat membidik tinggi.
Dengan model kepemimpinan yang disebut corporate culture, organisasi berjalan tidak atas dasar atau tidak terletak pada komando dari orang yang duduk di puncak perusahaan. Sistem komando terpusat justru memiliki persoalan dengan sulitnya mengontrol cabang-cabang yang begitu banyak dan tersebar dengan jarak yang berjauhan.
Kepemimpinan, dalam pandangan Lowney, justru terletak di setiap perorangan yang berada di dalam sebuah organisasi. Teori kepemimpinan baku, yang merujuk pada keberadaan seorang pemimpin puncak untuk memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu, dia buang jauh.
Keempat pilar itu ada pada setiap orang, sebagai pribadi dan sebagai profesional, berakar pada ide bahwa kita semua adalah pemimpin. Ignatius Loyola dan rekan-rekannya menemukan lingkungan yang diwarnai "cinta yang lebih hebat ketimbang ketakutan". Mereka menempatkan harapan pada talenta setiap orang, memperlihatkan bahwa sukses berasal dari komitmen banyak orang, bukan dari komitmen seorang pemimpin tertinggi semata.
CHRIS Lowney lahir di Qeens, New York, 2 Maret 1958, dari keluarga imigran Irlandia. Pada usia 18 tahun, setelah lulus SMA, masuk seminari (sekolah calon pastor), novisiat SJ, dan pada tahun 1983 mundur. Dia langsung bekerja pada JP Morgan dan pernah menjadi Direktur Pelaksana JP Morgan & Co dan menduduki jabatan senior di New York, Tokyo, Singapura, dan London.
JP Morgan adalah sebuah lembaga yang melayani jasa perbankan di Eropa, Asia, dan Amerika. Perusahaan ini duduk di urutan pertama perusahaan yang dikagumi di AS menurut peringkat Majalah Fortune.
Lulus dari Fordham University, kini di almamater yang dikelola pastor-pastor Jesuit itu Lowney tengah menyelesaikan gelar MA. Ia memperoleh gelar doktor kehormatan dari Marymount Manhattan University dan University of Great Falls.
Kini Lowney-belum menikah-tinggal di New York. Selain aktif dalam kegiatan intelektual, Lowney aktif pula dalam kegiatan sosial lewat The Catholic Medical Mission Board, yayasan berbasis di AS yang memberi program kesehatan dan jasa kepada orang miskin di dunia. "Dua puluh persen dari royalti buku saya edisi AS saya sumbangkan ke yayasan," ujar Chris Lowney. (SIMON SARAGIH/ST SULARTO)
Sumber : Kompas, Selasa, 17 Mei 2005
Jun 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment