Jun 19, 2009

Budi Hartono Bela Yugun Ianfu

Budi Hartono Bela Yugun Ianfu
Oleh : Djoko Poernomo

Kamar kerja A Budi Hartono SH di kantor lembaga bantuan hukum, Jalan H Agus Salim, Yogyakarta, mirip gudang. Tumpukan kertas, berkas perkara, serta surat kabar bekas, memenuhi hampir seluruh sudut ruangan yang berukuran 2 x 3 meter.

Tetapi, dari gudang sempit itulah Budi Hartono (58) mampu mengadvokasi ribuan mantan yugun ianfu dan romusa sejak tahun 1993 hingga sekarang. Yugun ianfu adalah perempuan pemuas nafsu seks serdadu Jepang semasa pendudukan tahun 1942-1945. Sementara romusa adalah orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada kurun waktu yang sama.

Para mantan yugun ianfu dan romusa yang rata-rata berusia sepuh, memberi kuasa kepada LBH Yogyakarta untuk mendesak Pemerintah Jepang minta maaf sekaligus memberi kompensasi.

Ini merupakan pekerjaan berat, apalagi menyangkut nasib manusia, tutur Budi yang ditunjuk LBH Yogyakarta mengadvokasi para yugun ianfu dan romusa. Ia semula tidak sendirian. Tetapi, pembela umum di LBH Yogyakarta satu per satu memperoleh pekerjaan di tempat lain.

Jadilah Budi sebagai pemain tunggal, padahal mantan romusa yang memberi kuasa tercatat 17.245 orang, sementara mantan yugun ianfu 1.156 orang.

Budi duduk di gudang itu hampir 20 tahun. Sebelumnya gudang ditempati Direktur LBH Yogyakarta Artidjo Alkostar SH, kini hakim agung di Mahkamah Agung RI.

Sebenarnya Budi sendiri sudah harus meninggalkan Kantor LBH. Namun, karena staf LBH Yogyakarta belum ada yang memiliki surat keterangan beracara, maka atas permintaan direktur LBH setempat ia dipertahankan berada di kantor sewaan itu.

Jika nantinya keluar dari LBH Yogyakarta, alumnus Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta, tahun 1985 ini bakal aktif di Independent Legal Aid Institute (ILAI) Yogyakarta yang ia dirikan bersama dua sohib-nya yang sama-sama pernah aktif di LBH.

Namun, bidang kepengacaraan di ILAI belum bisa jalan, kecuali pendidikan dan latihan bidang hukum, tutur Budi yang beristrikan Romana Rahayu Sunartini. Berkat dukungan keluarga, lelaki yang juga menjadi Ketua Ikatan Keluarga Alumni Universitas Janabadra (Ikabadra) itu betah ngendon di LBH sehingga sempat mengalami lima kali pergantian direktur. Padahal, jika ditilik dari honor yang diterima dari LBH per bulan sangat tidak signifikan. Sesuai pengakuannya, ia hanya menerima Rp 1,2 juta per bulan termasuk tunjangan.

Keluarga sudah maklum. Anak-anak bisa menerima pekerjaan saya, ungkap Budi yang memiliki tiga anak: Ruly Widanarti Budi Utami SH, Martina Widiastuti, dan Christophorus Dony Anggoro SH. Pasangan Budi-Romana juga diramaikan dengan kehadiran dua cucu.

Kedekatannya terhadap para mantan yugun ianfu membuat mereka sering menyebut Budi Hartono sebagai bapak. Berkat mengadvokasi yugun ianfu pula, pada tahun 1996 ia diundang ke Jepang oleh LSM setempat selama 16 hari guna memberi pengertian kepada masyarakat Jepang tentang yugun ianfu dan akibat buruk yang ditimbulkan. Ikut pula ke rumah saudara tua itu salah satu mantan yugun ianfu Ny Mardiyem yang genap berusia 77 tahun pada 7 Februari 2006.

Yang dibutuhkan Ny Mardiyem dan ribuan yugun ianfu adalah permintaan maaf dari Pemerintah Jepang. Maaf bisa mengurangi luka batin yang mereka sandang selama ini, kata Budi yang bakal terus berjuang demi nama baik para mantan yugun ianfu dan romusa.

Katanya, banyak mahasiswa yang lulus S1 berkat menulis skripsi tentang yugun ianfu. Terakhir atas nama Arina Pratiwi, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Kaus Udin

Selain mengadvokasi para mantan yugun ianfu dan romusa, Budi Hartono juga menjadi pendamping Marsiyem (39), istri wartawan Bernas, Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, yang terbunuh 10 tahun lalu akibat tulisan-tulisannya. Alih-alih dalang pembunuhan, siapa pelaku pembunuhnya pun hingga sekarang masih gelap. Ini yang kemudian membuat Budi merasa punya utang terhadap keluarga besar Udin sehingga mengharuskan ia sepanjang hari mengenakan kaus hitam bergambar Udin dengan tulisan: Pena Tajammu Membangkitkan Kami.

Budi memiliki kaus sejenis sebanyak lima lembar. Pemakaian kaus ini juga untuk menyadarkan masyarakat bahwa pembunuh Udin masih perlu dicari.., tambahnya.

Jika dihitung sejak Udin terbunuh pada Agustus 1996 berarti Budi telah mengenakan kaus bergambar Udin hampir sepuluh tahun. Sampai kapan? Ya sampai pembunuhnya tertangkap dan diajukan ke depan sidang pengadilan.., katanya lagi.

Jika Udin masih hidup, hari ini tanggal 18 Februari 2006 dia tepat berusia 43 tahun.

Namun, rupanya nasib berbicara lain. Karena itu pengorbanan almarhum perlu direnungkan oleh para insan pers, mumpung Hari Pers Nasional baru saja lewat.. ungkap Budi Hartono lirih.

Sumber : Kompas, Sabtu, 18 Februari 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks