Jun 19, 2009

Beth Hedva : Kode-kode Simbolik Beth Hedva

Kode-kode Simbolik Beth Hedva
Oleh : Maria Hartiningsih

Kalau mata dikatakan sebagai jendela jiwa, maka tangan adalah ekspresi jiwa. Bentuk, warna, celah, lekuk, dan simpul dari garis-garis di telapak tangan, kepadatan dan kerenggangannya, pola di setiap sudutnya merupakan cermin yang paling jernih dari situasi kejiwaan seseorang.

Kemampuan membaca garis tangan (palmistry) saat ini bukan lagi merupakan otoritas orang yang memiliki daya linuwih. Palmistry adalah perpaduan seni, sains, dan ketajaman intuisi. Dengan pengetahuan itu, palmistry dapat digunakan untuk memahami dan membantu orang, ujar Dr Beth Hedva (50).

Doktor di bidang psikologi yang mendalami dan melakukan serangkaian riset di bidang psikologi transpersonal selama lebih 25 tahun itu sudah empat kali berkunjung ke Indonesia atas undangan Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara, Jakarta. Setiap kunjungannya selalu dimanfaatkan oleh mereka yang meminati bidang psikologi transpersonal untuk menimba ilmu, khususnya tentang palmistry.

Pelatihan lima hari itu mengeksplorasi penggunaan dan penerapan palmistry mulai dari akar tradisionalnya sampai pada riset ilmiah modern yang memverifikasi kebertahanan palmistry sebagai alat diagnosa psikologi dan pengobatan.

Melalui proses pembelajaran yang partisipatif, para peserta mempelajari pola jari tangan (dermatoglyphics), bentuk tangan (cheirogomy) dan warna serta garis-garis pada telapak tangan (cheiromancy) sebagai alat psikodiagnostik transpersonal.

Beberapa tahun terakhir ini Beth banyak melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk menunjukkan bahwa sains dan spiritualitas tidak berada di kotak terpisah. Seperti dua sisi dalam sekeping mata uang.

Psikologi transpersonal berkembang pesat di Kanada, ujar Beth, yang kini menetap di Calgary, Kanada. Dalam beberapa tahun terakhir, belasan universitas di Kanada membuka jurusan psikologi transpersonal, sambung Beth.

Di AS sudah lebih jauh lagi. Institut Parapsikologi di Durham, Carolina Utara tempat Beth kuliah sampai memperoleh gelarnya adalah salah satu yang tertua.

Selain palmistry, perempuan yang dipilih sebagai Women of the Year pada usia 35 tahun oleh International Biographical Center di Cambridge, Inggris, itu juga memiliki keahlian di bidang ilmu-ilmu yang berakar pada kearifan kuno.

Ilmu-ilmu itu menggunakan kode-kode simbolik dari mitologi untuk menjelaskan kondisi kejiwaan seseorang, selain keterkaitan manusia dengan seluruh ciptaan-Nya. Kode-kode itu juga mendeskripsikan interaksi setiap kekuatan dalam semesta untuk membangun kesadaran.

Femininitas

Tangan yang bersifat reseptif merefleksikan sifat-sifat para dewi. Itu adalah hakikat femininitas, jelas penulis buku Journey from Betrayal to Trust yang mendapatkan penghargaan internasional untuk bukunya, Betrayal, Trust and Forgiveness ini.

Apakah garis tangan adalah gambaran nasib yang tidak bisa diubah?

Garis-garis tangan selalu berubah sesuai perjalanan hidup seseorang, ujar Beth. Pengetahuan tentang palmistry membantu orang mengetahui kekuatan, kapasitas, tabiat, juga kelemahan dan konflik-konflik di dalam dirinya. Kita punya kapasitas untuk mengubah kalau tahu polanya.

Mekanisme kira-kira begini: ketika seseorang mau dibaca (dengan tarot atau palmistry), sentuhan dan komunikasi personal itu secara psikologis membuka pintu nuraninya. Psikologi merangkai kembali interpretasi simbol-simbol yang terbaca dan menggunakannya untuk menyembuhkan. Karena itu yang didorong dan dikuatkan adalah semangat serta kehendak melakukan kebaikan-kebaikan dalam hidup.

Itulah seni dari ilmu psikologi (transpersonal) yang membedakannya dengan tukang ramal. Itu juga yang membedakannya dari tes-tes psikologi dengan kriteria baku yang cenderung mekanistis dan memandang manusia sebagai obyek.

Beth bergelut dengan misteri kehidupan melalui pengalaman spiritualnya melihat alam semesta sebagai refleksi Yang Ilahi pada usia 12 tahun.

Buku kuno tentang palmistry yang ditemukan di perpustakaan kakeknya di Detroit, AS, kemudian mendorongnya untuk mempelajari bahasa simbol-simbol.

Intensitas pencariannya untuk memahami saling keterhubungan di alam semesta membuat Beth optimis melihat masa depan dunia.

Zaman ini ia umpamakan sebagai perempuan dalam proses melahirkan. Kesakitan akibat kontraksinya adalah metafor kekerasan dan bencana yang sambung-menyambung, menyayat jiwa. Bayi yang akan lahir adalah metafor awal zaman baru yang segera tiba.

Tanda-tandanya sudah tampak. Kekuatan yang feminin terus berkembang. Munculnya perempuan pemimpin di berbagai tingkat dan bidang serta bertumbuhnya gerakan-gerakan menolak kekerasan adalah bagian dari pergerakan menuju pencerahan.

Pendekatan hitam putih; kalah-menang, benar-salah, tidak akan dapat digunakan lagi sebagai cara untuk memecahkan masalah. Manusia harus mampu melampauinya kalau ingin menyelamatkan kehidupan. Begitu kata Beth.

Sumber : Kompas, Jumat, 17 Februari 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks