Audrey, Presiden Federasi Mahasiswa Farmasi Sedunia
Oleh : Atika Walujani Moedjiono
Bagi mahasiswa, banyak cara untuk berjuang. Berorganisasi di dunia internasional pun bisa menjadi sarana belajar untuk memperbaiki citra Indonesia. Prinsip itulah yang membawa Audrey Clarissa (22) menjadi Presiden Federasi Mahasiswa Farmasi Internasional atau International Pharmaceutical Students’ Federation.
Dalam organisasi yang bermarkas di Den Haag, Belanda, itu, Audrey menjadi Presiden IPSF sejak Juli 2006. Organisasi ini berdiri tahun 1949 dan kini memiliki lebih dari 350.000 anggota yang tersebar di 70 negara.
Audrey adalah presiden pertama IPSF asal Asia. Sebelumnya, pucuk organisasi itu didominasi mahasiswa dari Eropa, Amerika, dan Australia. Sebagai presiden, Audrey bertanggung jawab memastikan kegiatan IPSF berjalan lancar serta mewakili kepentingan mahasiswa farmasi dalam hubungan dengan badan lain.
Ketertarikan Audrey dalam organisasi internasional tak lepas dari kekaguman terhadap ayahnya, Rusman Hermawan, apoteker yang memiliki apotek di Sukabumi. Ayah Audrey berpengetahuan luas karena aktivitasnya dalam organisasi internasional.
Kemampuan bahasa Inggris gadis kelahiran Bandung yang besar di Sukabumi ini dipupuk sejak SMP.
"Saya fans berat Boyzone, jadi sering mencari informasi mengenai grup itu di internet. Saya jadi memahami bahasa Inggris," tuturnya.
Saat SMA di Bandung, Audrey aktif di gereja dan sering mendampingi tamu-tamu dari luar negeri. "Nekat aja. Teman-teman suka enggak mau karena enggak pede," ujarnya. Ia juga jadi penerjemah saat sang tamu berkhotbah.
Audrey mengenal IPSF lewat Betty Hanawati, kakak kelas pada Departemen Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia pun mendaftar sebagai anggota individu IPSF tahun 2003.
Tahun 2004, saat menghadiri acara IPSF, "Asia Pacific Pharmaceutical Symposium" (APPS) di Thailand, cakrawala pemikiran Audrey makin terbuka. Mahasiswa Indonesia tak kalah kompeten dibandingkan dengan mahasiswa negara lain.
Audrey lalu terdorong membuat acara serupa di Indonesia agar lebih banyak mahasiswa terlibat dalam kegiatan internasional. Untuk mewujudkan hasratnya, Audrey giat berkenalan dengan para pengurus IPSF dan menjalin hubungan lewat e-mail.
Audrey juga mengusulkan kepada Ketua Himpunan Mahasiswa Farmasi ITB untuk bergabung dengan IPSF. Setelah disetujui, tahun itu juga Audrey dan beberapa mahasiswa Farmasi ITB ke Kanada menghadiri kongres tahunan IPSF. Ia mendaftarkan Himpunan Mahasiswa Farmasi ITB Ars Praeparandi menjadi anggota IPSF, dan melobi dewan eksekutif IPSF agar APPS diselenggarakan di Indonesia.
Upayanya tak sia-sia, Ars Praeparandi dipercaya menyelenggarakan APPS tahun 2006 di Bandung. Acara APPS yang diselenggarakan pada Juni 2006 sukses.
"Saya bersyukur mempunyai tim yang kompak. Tak kurang 100 mahasiswa Farmasi ITB dari lima angkatan bekerja keras untuk acara yang berlangsung tujuh hari itu," tutur Audrey.
Selain pelatihan dan seminar, panitia juga menyelenggarakan malam internasional dengan penampilan budaya masing-masing negara. Panitia berhasil menciptakan suasana yang disebut Pharmacist without border.
Terkesan oleh penyelenggaraan APPS di Indonesia itu, Presiden IPSF 2005-2006 Katja Hakkarainen dari Finlandia mereferensikan Audrey sebagai calon Presiden IPSF.
Pemilihan dilakukan secara telekonferensi karena Audrey sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir. Akhirnya, dia terpilih sebagai Presiden IPSF 2006-2007.
Selain Audrey, dalam badan eksekutif IPSF saat ini ada perwakilan dari Singapura, Finlandia, Serbia, Hongaria, Mesir, Inggris, dan Selandia Baru. Juga tiga orang lain, yaitu Ketua Regional Asia Pasifik (APRO) dari Australia, Ketua Regional Pan-Amerika (PARO) dari AS, serta Ketua Penyelenggara Kongres IPSF mendatang dari Taiwan, yang terlibat dalam kepengurusan IPSF.
Pengembangan ahli farmasi
Di Den Haag, Audrey tinggal di flat yang disediakan IPSF. Tetapi, praktis ia hanya tinggal di tempat itu paling lama satu pekan karena harus bepergian untuk berbagai pertemuan, seperti ke markas WHO di Geneva, UNESCO di Paris, atau acara mahasiswa internasional.
"IPSF punya banyak kerja sama dengan WHO, misalnya magang bagi anggota IPSF di markas WHO, membantu kampanye acara kesehatan terkait HIV/AIDS dan bahaya rokok," paparnya.
Saat ini proyek kerja sama yang ditangani adalah membantu promosi buku Developing Pharmaceutical Practices yang disusun WHO bersama International Pharmaceutical Federation.
"September 2007 akan diadakan pertemuan di Beijing untuk merumuskan langkah-langkah serta pelatihan bagi pelaksana proyek percontohan. Dalam lima tahun mendatang buku itu diharapkan bisa digunakan di seluruh sekolah farmasi dan dampaknya dirasakan 10-20 tahun mendatang," papar Audrey.
Manfaat yang dirasakan Audrey dari kegiatannya adalah peningkatan kemampuan untuk memosisikan diri, memimpin sesama mahasiswa di badan eksekutif yang berasal dari berbagai negara, juga meningkatkan keterampilan bernegosiasi dengan badan-badan internasional.
Karena kegiatannya juga mewakili Indonesia, Audrey berharap hal ini bisa membentuk pandangan masyarakat dunia bahwa mahasiswa Indonesia pun mempunyai kepedulian dan kemampuan dalam kegiatan internasional.
Saat berada di Indonesia, waktunya dimanfaatkan untuk beraudiensi dengan pihak-pihak yang terkait dengan farmasi, bertemu dengan sesama aktivis mahasiswa, dan berbicara dalam seminar.
"Saya ingin membagi pengalaman serta memotivasi lebih banyak mahasiswa Indonesia untuk bergiat di forum internasional. Sebagai bagian dari generasi muda, mahasiswa harus membuat perubahan," ujarnya.
Sumber : Kompas, Sabtu, 7 April 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment