Aston Taminsyah, Si Cilik Juara Dunia
Oleh : Jimmy S Harianto
BIAR kecil begini, Aston Taminsyah sudah berprestasi dunia: dia juara dunia catur antarsekolah di Halkidiki, Yunani, 22-28 April lalu. Sebuah prestasi membanggakan lantaran Aston yang belum genap berusia delapan tahun ini mulai dilirik kalangan catur internasional. Pertandingan itu diikuti 196 pecatur dari 20 negara. Aston memainkan sembilan babak, dengan hasil tujuh kali menang dan dua kali seri.
"Ketika ia korbankan menteri untuk tukar dua benteng, arbiter itu bilang: permainan anak ini seperti grand master," tutur Abdy yang selama ini selalu membayar sendiri pengiriman anaknya untuk bertanding ke berbagai turnamen internasional, termasuk ke Brunei belum lama ini. Ionescu lalu mengulurkan undangan agar Aston hadir di kejuaraan catur terbuka di Spanyol bulan Agustus mendatang.
Styazhkina Anna dan Timofeev Mikhail dari Rusia yang dikalahkannya di Halkidiki juga diramalkan bakal jadi pesaing ketat Aston pada masa datang bila terus berkiprah di dunia catur internasional.
ATAS prestasinya di Yunani itu, Aston, yang memiliki satu adik perempuan usia empat tahun ini tetapi belum tertarik pada dunia catur, juga mendapat undangan istimewa dari Ketua Persatuan Sekolah Catur Internasional Alexander Kostyev. Dia diundang bertanding online dengan pecatur top Rusia dalam kelompok umur tersebut bulan Desember mendatang.
Awal ketertarikan Aston pada catur dapat dikatakan tidak sengaja. Ketika ayah dan ibunya yang bergerak dalam bisnis teknologi informasi (TI) tinggal di Hongkong dan Singapura, Aston ikut mengenal dunia TI dalam kehidupan sehari-harinya. Dia senang menjelajahi dunia maya dan permainan yang paling disukainya adalah catur. Di sana dia sempat menjadi juara catur.
"Tetapi, di Indonesia belum juara," kata Abdy. Aston, ketika itu berusia enam tahun, ikut bertanding di Kejurnas Lampung 2004 di kelompok usia atasnya, kelompok 10 tahun. Aston hanya berhasil menduduki urutan ke-5. Namun, di antara peserta yang berusia delapan tahun, Aston memang teratas.
"Bisa-bisa nanti dia pecahkan rekor grand master termuda di Indonesia," kata Eka Putra Wirya, pemilik sekolah catur Utut Adianto, tempat sekolah catur Aston setahun terakhir.
Rekor termuda gelar grand master (GM) di Indonesia saat ini dicapai GM Susanto Megaranto asal Indramayu pada usia 17 tahun Desember lalu. Ia menggusur prestasi seniornya, GM Utut Adianto, yang meraih gelar GM-nya pada usia 21 tahun.
Jangan buru-buru memusuhi kenakalan anak. Itu pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan prestasi Aston. Ketika masih berusia lima tahun, misalnya, menurut Maulani Lanumamihardja, sang ibu, Aston sering membuat kesal lantaran bisa bermain catur di internet sampai 13 jam.
"Dari usia tiga tahun pun Aston sudah suka memecahkan soal tes IQ," ujar Maulani. Namun, catur rupanya menjadi obsesi utama Aston yang juga gemar mencari tahu soal ruang angkasa. Setiap kali bermain catur di internet, Aston biasanya menangis bila kalah dan tertawa jika menang.
"KENAKALAN" lain juga muncul ketika bersekolah di Sekolah Catur Utut Adianto di Bekasi. Guru caturnya, FIDE master (FM) Tirto dan Master Internasional Ivan, dibuat sasaran.
"Kalau saya mengajar teori, dia sering protes. Kalau teori begini mah saya belajar di rumah saja...," tutur Ivan. Selain dua guru caturnya di sekolah, Aston juga pernah diajar privat oleh FM Maksum Firdaus serta FM Sofian di rumahnya di bilangan Taman Anggrek, Jakarta Barat.
Kenakalan Aston sempat dibahas oleh pimpinan sekolah lantaran Aston yang hebat dalam berbagai teori ini dicatat "kurang baik" dalam tata krama di sekolah. Kristianus Liem, direktur sekolah catur tersebut, malah mengatakan, "Itu malah pertanda dia anak jenius."
Abdy Taminsyah, sang ayah, teringat obsesi anaknya saat ikut di kejurnas di Lampung. Aston melemparkan pesawat dari kertas kepadanya. Di pesawat kertas itu tertulis, I Want to be Percasi Master.
Obsesi menjadi pecatur, tak hanya doyan main catur di internet itu pula yang menjadi pertimbangan ayah dan ibu Aston untuk memusatkan perhatian pada catur. Meski diprotes keluarga dan juga tak disarankan kepala sekolah tempatnya dulu bersekolah, Aston diputuskan "sekolah di rumah" saja.
"Ibunya mengajar bahasa Inggris dan matematika," tutur Abdy. Sementara dari hari Senin sampai Jumat selama enam jam per hari Aston belajar catur di Sekolah Catur Utut Adianto di Bekasi, dari pukul 09.00-12.00, lalu pukul 14.00-17.00.
"Kalau pe-er (matematika) selesai dan dia juga tak lupa makan buah pada jam tertentu, saya kasih hadiah," kata sang ibu yang selalu mengingatkan Aston melalui ponsel dengan alarm clock saat Aston berada di sekolah catur.
"Untuk mencapai tujuan memang perlu pengorbanan," ungkap Abdy yang juga mengursuskan privat bahasa Mandarin putranya.
Obsesi pada catur juga terlihat ketika Aston menerima hadiah di Halkidiki pekan lalu. Dia sama sekali tak tertarik pada hadiah, piala, atau medali yang dia terima. Pertanyaan pertama yang terlontar dari Aston adalah, "FIDE master candidate saya di mana?"
SEBAGAI juara dunia pelajar, Aston memang berhak menjadi kandidat FM. Namun, Aston tidak tahu bahwa meski berhak, ia harus melalui proses. Artinya, Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) harus mengajukan permintaan ke organisasi catur internasional FIDE dan baru kemudian permintaan diproses. Namun, Aston sudah tidak sabar lagi. Apalagi, di tim nasional yunior, Aston adalah anggota termuda. Anggota lain berusia 9-10 tahun dan umumnya sudah menyandang gelar master Percasi.
"Dua tahun ke depan diharapkan Aston sudah bisa jadi juara dunia untuk kelompok umur 10 tahun," ungkap GM Utut Adianto. Dan bila mungkin, Aston dapat memecahkan rekor dunia penyandang gelar grand master yang saat ini dicapai GM Sergey Karyakin dari Ukraina. Karyakin menyandang grand master saat berusia 12 tahun 8 bulan. (Jimmy S Harianto)
Sumber : Kompas, Selasa, 3 Mei 2005
Jun 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment