Jun 18, 2009

Asep Tisna : Asep, Pembalap Jalanan yang Jadi Eksportir

Asep, Pembalap Jalanan yang Jadi Eksportir
Oleh : Yenti Aprianti

Beradu cepat mengemudikan kendaraan dengan taruhan nyawa tidak lagi menjadi tantangan menggiurkan bagi Asep Tisna (36). Kini ia memilih tantangan lebih berat, menjadi eksportir produk pertanian.

Taruhannya bukan hanya nyawa, melainkan kelangsungan hidup puluhan jiwa keluarga petani yang menjadi mitra bisnisnya.

Dalam bisnis ekspor pertaniannya, Asep juga mencoba berupaya menjaga nama baik negara dengan menjual produk pertanian berkualitas terbaik, meskipun ada kalanya ia terhadang permainan politik antarnegara yang justru makin merepotkan jika diselesaikan dengan melibatkan pemerintah.

Setelah lebih dari dua tahun menjadi eksportir, ia baru menyadari bahwa ketika produk untuk ekspor terjegal masalah berlatar belakang politik, yang dibutuhkan adalah hubungan baik antarpengusaha dua negara.

Perkenalan Asep dengan dunia pertanian dimulai tahun 1996. Saat itu pamannya mengajaknya untuk ikut pelatihan bertani paprika yang diadakan oleh sebuah lembaga dari Belanda. Lembaga tersebut memperkenalkan bibit dan budidaya paprika di desanya, Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung.

Asep yang masih menggandrungi balap motor langsung tertarik karena, menurut pamannya, harga paprika masih mahal dan permintaan ekspornya cukup banyak.

Asep yang anak petani bunga langsung mempraktikan ilmunya dengan menjadi petani paprika di lahan keluarganya di Cigugur Girang.

Sejak saat itu, sepanjang hari ia berada di kebun. Segala hal soal paprika ia pelajari untuk bisa mengejar produktivitas terbaik dan jumlah produksi sesuai dengan permintaan pasar. Kebetulan saat itu ia bermitra dengan sebuah agen ekspor bagi produk pertanian.

Padahal, sebelum bertani paprika, hampir setiap hari Asep menghabiskan waktu untuk balap. Ia mengenal balap motor dan mobil sejak masih belajar di sekolah menengah pertama, waktu itu usianya 16 tahun. Ia tertarik menjadi pembalap karena banyak temannya sering kebut-kebutan di jalan umum.

Setiap pulang sekolah, motor atau mobilnya dipacu di tengah jalan-jalan utama di Kota Bandung. Ia pun selalu setia mengikuti balap liar yang diadakan para remaja Bandung di Jalan Ir Juanda (Jalan Dago) setiap malam Minggu.

Di luar malam itu ia selalu datang malam-malam ke seputar lapangan Gasibu. Biasanya di jalan-jalan sekitar lapangan Gasibu dan Gedung Sate, Bandung, diadakan balap motor dan mobil liar. Suatu hari ia pernah memacu mobilnya di kawasan itu dan menyebabkan mobil lawannya terguling dua kali.

Waktu jadi pembalap, saya mudah emosi dan cepat tersinggung. Kalau mobil atau motor saya dikritik, saya menjadi lebih liar di arena untuk memperlihatkan kekuatan kendaraan saya, ujar Asep.

Setiap memacu kendaraannya, Asep selalu ditemani sedikitnya lima orang asisten. Ia juga menghabiskan uang sekitar Rp 2 juta-Rp 3 juta per minggu. Untuk kehidupan sehari-hari, suami dari Ila Komala (29) membuka bengkel motor yang setiap bulan mampu memperbaiki 50 motor.

Dalam bidang balap motor, ia telah menjuarai balap motor sport standar tingkat regional tahun 1995 yang diikuti, antara lain, oleh Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Setelah bertani paprika, Asep masih mencuri- curi waktu untuk balap. Namun, setelah tahun 2002 sudah tidak ada waktu lagi untuk berkunjung ke arena balap atau kumpul dengan teman-teman sehobinya. Sebab, di tahun itu ia mulai mampu melakukan ekspor langsung, tanpa diperantarai agen, ke suatu negara di Asia.

Sayangnya, ekspor ke negara tersebut berhenti dua tahun lalu karena paprikanya ditolak dengan tuduhan tercemar lalat buah. Padahal ia yakin betul bahwa paprika yang ia kirimkan bermutu terbaik.

Ia menduga, penolakan tersebut berlatar belakang politik, menyangkut hubungan dua negara. Itu sebabnya setelah beberapa kali berusaha mendapat solusi dengan bantuan pemerintah, pintu ekspor tidak juga terbuka. Namun, setelah dicoba melakukan hubungan langsung dengan pengusaha di negara tersebut, ia mulai mendapat lampu hijau untuk kembali mengekspor berbagai sayuran.

Selama penolakan terjadi, Asep juga belajar membuka pasar ekspor. Ia berhasil mendapatkan kepercayaan dari perusahaan pengimpor sayuran asal Singapura, Hydrofresh. Sayangnya, sayuran yang ia kirimkan masih diberi label perusahaan pembeli tersebut. Di tahun ini, berkat negosiasi yang baik, ia berhasil mendapat kepercayaan untuk menuliskan pada label bahwa sayur dan buah yang ia ekspor berasal dari ASB, Lembang, Indonesia.

ASB merupakan nama perusahaannya yang merupakan kepanjangan dari Asep Billy. Nama ini dikenal di komunitas pembalap. Billy sendiri adalah nama pemberian dari teman-teman balapnya.

Setelah menjadi eksportir produk pertanian, perangai Asep pun berubah total. ”Sekarang saya lebih suka main ke desa-desa, bertemu dengan para petani dan menawarkan program yang saya galakkan,” katanya.

Asep sering mendapatkan permintaan berbagai jenis sayur dan buah dari importir di Singapura. Namun, banyak permintaan yang tidak bisa ia penuhi karena masih belum terhubung dengan para petani yang bisa diajaknya bermitra.

Untuk paprika saja, dari enam ton yang diminta, Asep baru mampu mengirim dua ton. Ia juga mengirim manggis, nanas, dan zukini.

Ia bisa mengunjungi para petani setiap hari kerja. Di depan para petani, ia menjelaskan berbagai syarat pertanian modern yang bisa diikuti petani agar bisa menembus ekspor, termasuk analisis usaha pertanian yang menguntungkan petani. Untuk urusan teknik pembudidayaan, ia sering didampingi petani yang telah berhasil mencoba membudidayakan satu jenis tanaman yang tengah dicari.

Bagi para petani yang mau bermitra, ia akan memberikan bantuan benih untuk dicoba. Selanjutnya, petani dipersilakan meminjam benih untuk dibayar setelah panen. Ia juga memberi pendampingan dan konsultasi untuk pembudidayaan tanaman, biasanya pendampingan dilakukan 1-3 kali musim tanam.

Bagi istri dan dua anaknya, Rizki Fitria Putri (8) serta Rizki Tania Amalia Fikri (4), ia meluangkan waktu untuk bersama-sama di hari Minggu. Namun, ada kalanya di hari untuk keluarga pun Asep tetap harus bertemu petani.

Sumber : Kompas, Senin, 6 Maret 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks