Ari Purbayanto, Teknologi Pengolah Ikan HTS
Oleh : FX Puniman
Ikan hasil tangkapan sampingan atau HTS yang terbuang dan rendah nilai ekonominya kini bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomis lebih tinggi dengan ditemukannya teknologi tepat guna yang efisien, efektif, dan terjangkau masyarakat pesisir dengan segala keterbatasannya.
Teknologi ini dihasilkan tim Research Working Group on Coastal Fisheries Development Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua dan PT Sucofindo setelah riset dua tahun. Penelitian ini memanfaatkan potensi HTS pukat udang berupa ikan gulamah, tigawaja, gerot-gerot, dan nomei di Laut Arafura, Papua.
"Teknologi ini berupa mesin pemisah daging dan tulang ikan HTS menjadi surimi. Surimi ini dapat diolah lebih lanjut menjadi produk dengan nilai ekonomis lebih tinggi," kata Dr Ari Purbayanto (41), ketua tim riset yang juga penggagas mesin pemisah daging dan tulang ikan HTS, ketika ditemui di Kampus FPIK IPB Darmaga, Kabupaten Bogor.
Menurut Ari, mesin hasil temuannya ini menjawab kebutuhan akan teknologi pemisah daging dan tulang ikan bagi masyarakat pesisir. Juga tepat guna bagi usaha kecil dan menengah.
Mesin ini bekerja dengan sistem kompresi untuk memisahkan daging dan tulang ikan secara mekanis. Daging ikan lumat (minced fish) yang dihasilkan setelah melalui proses pencucian dengan air dingin (leaching) dan penghilangan sebagian kadar air (dewatering) disebut surimi.
"Surimi dapat diolah langsung menjadi produk lanjutan, seperti bakso, kerupuk, empek-empek, otak-otak, dan sosis ikan, atau disimpan pada suhu rendah dengan kualitas mutu tetap terjaga," papar Ari.
Ia menyebutkan, jumlah HTS pada perikanan pukat udang yang melimpah merupakan potensi sangat besar bagi pengembangan industri perikanan. Sebagai contoh, di wilayah perairan Laut Arafura, potensi HTS per tahun diperkirakan mencapai 332.186 ton, yang terdiri atas ikan gulamah, tigawaja, gerot-gerot, dan nomei.
Tingkat pemanfaatan ikan-ikan HTS ini masih sangat terbatas, bahkan sebagian besar dibuang kembali ke laut. "Hal ini sangat memprihatinkan mengingat di sisi lain kondisi masyarakat Papua masih dalam kategori kurang gizi," kata Ari. Keprihatinan itulah yang mendorong Ari menciptakan teknologi pengolah ikan HTS.
Fenomena yang lebih kurang sama, menurut Ari, juga terjadi pada jenis ikan ekonomis rendah seperti kurisi, kembung, dan tembang, yang merupakan hasil tangkapan nelayan di sebagian besar wilayah pesisir Indonesia. Harganya yang relatif rendah akan semakin rendah pada saat musim panen karena melimpahnya pasokan.
Dipatenkan
Keberadaan mesin pemisah daging dan tulang ikan HTS telah terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 17 Mei 2006 untuk memperoleh paten. Ari berharap temuan ini mampu menjamin ketersediaan bahan baku surimi bagi industri pengolahan produk perikanan.
Sekretaris Senat FPIK IPB ini menyebutkan, mesin hasil inovasi tim IPB tersebut telah digunakan di beberapa lokasi proyek percontohan (pilot project), yakni Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kota Sorong, dan Provinsi Bengkulu.
"Selain memperkenalkan teknologi pemisah daging dan tulang ikan, anggota tim juga melatihkan cara mengolah produk nugget, bakso, dan otak-otak dari surimi hasil pemrosesan mesin pemisah daging dan tulang," kata suami Dra Rachmawati ini.
Mesin pemisah daging dan tulang ikan HTS ini, menurut Ari, terpilih sebagai finalis dalam Lomba Kreasi Teknologi Tepat Guna Unggulan tahun 2006 dan menjadi salah satu dari 10 hasil temuan teknologi tepat guna terbaik se-Indonesia. Selain itu, Recognation and Mentoring Program Indonesia memfasilitasi kegiatan pengembangan mesin pemisah daging dan tulang ikan sebagai teknologi tepat guna bagi masyarakat pesisir.
"Pemanfaatan mesin tersebut sebagai teknologi tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir memerlukan dukungan berbagai pihak," kata Ari. Dia menambahkan, timnya telah membuat empat mesin berbiaya Rp 15 juta-Rp 25 juta, sesuai dengan besar kecilnya kapasitas motor.
Dengan pendanaan dari program Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Daerah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, tahun 2007 Ari dan timnya akan melaksanakan kemitraan di Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, melalui Pengembangan Kelompok Usaha Bersama Pengolahan Ikan.
"Kami berharap mesin pengolah ikan HTS menjadi ikon teknologi kerakyatan yang akan menyejahterakan masyarakat pesisir," kata Ari.
*FX Puniman Wartawan, Tinggal di Bogor
Sumber : Kompas, Kamis, 15 Maret 2007
Jun 7, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment