Anto TS dan Teknologi Plasma
Oleh : Indira Permanasari
Penampilan Anto Tri Sugiarto (34) amat sederhana dengan hem putih dan celana panjang hitam. Sesederhana ruang kerjanya di Pusat Penelitian Kalibrasi Instrumentasi Metrologi di LIPI, Serpong, Tangerang. Perawakan dan kemampuannya berbahasa Jepang membuat dia lebih mirip warga Negeri Matahari Terbit.
Pria kelahiran Yogyakarta ini memang cukup lama tinggal di Jepang. Selepas sekolah menengah atas di Bandung, berkat beasiswa Sains, Teknologi, dan Pengembangan Industri di era BJ Habibie, Anto terbang ke Jepang menuntut ilmu, sampai akhirnya dia menyandang gelar doktor.
Studi untuk gelar sarjana dan master di bidang teknik elektro ditempuh di Universitas Nihon, sedangkan untuk tingkat doktor di bidang biokimia dijalani di Universitas Gunma. Dia bahkan sempat mengajar di almamaternya ini.
Di negeri itu pula ayah tiga anak ini mematenkan temuannya, teknologi reaktor pengolahan limbah cair dengan plasma dalam air, tahun 2002. Saat itu dia masih bekerja di Universitas Gunma. Anto mendapatkan penghargaan Masuda Awards sebagai peneliti muda terbaik dari Institute of Electrostatics Japan, dan bekerja sebagai asisten profesor. Dia pernah ditawari menjadi profesor, tetapi ia menolak.
Sekitar dua tahun lalu suami Cut Nurmasyita (32) itu memutuskan kembali ke Indonesia dan berkarya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "Saya ingin dekat dengan keluarga besar saya," ungkapnya.
Teknologi plasma
Anto menguasai teknologi plasma (gas yang terionisasi). Sepulang dari Jepang, Anto sempat khawatir akan kelanjutan penelitiannya. Agak sulit mengembangkan teknologi tersebut di Tanah Air lantaran alat analisis plasma hanya ada di segelintir negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris. "Ketika kita ingin mendapatkan alat dari Jepang, misalnya, tidak mudah karena banyak persyaratan administrasi yang harus dilalui. Ini karena teknologi plasma sangat strategis dan bernuansa politis," ujarnya.
Teknologi plasma dekat dengan fusi nuklir karena banyak reaksi fusi terjadi dalam plasma dan dapat dijadikan senjata. Selalu muncul kecurigaan terhadap negara lain yang ingin mengembangkan teknologi plasma ini. Namun, dia tetap optimistis, dan agar dapat berkembang, Anto menjalin kerja sama dengan mantan koleganya di Jepang.
"Oxyde mobile"
Melihat masih memprihatinkannya masalah limbah industri, dia berkeinginan membuat pengolah limbah dengan menggunakan teknologi yang dikuasainya. Anto lalu membuat produk atau instrumen oxyde mobile yang merupakan inovasi terbaru pengolah limbah cair dalam bentuk unit bergerak. Dengan teknologi tersebut, pengolahan limbah lebih cepat, tidak membutuhkan lahan yang luas serta hasil akhir pengolahan limbah dapat didaur ulang.
Selama ini pengolahan limbah cair mengandalkan proses biologi, yakni dengan oksidasi menggunakan oksigen, sehingga butuh waktu lama dan tempat besar karena limbah harus ditampung dulu. Sedangkan dengan cara kimiawi, masih terdapat residu limbah padat.
Teknologi yang digunakan Anto kemudian ialah advance oxydation process atau proses oksidasi lanjutan yang merupakan satu atau rangkaian beberapa proses antara lain ozon, plasma, dan sinar ultraviolet. Proses tersebut intinya untuk menghasilkan hidroksil radikal.
Hasilnya, oksidasi jauh lebih cepat. Ozon sendiri dapat dibuat dengan teknologi plasma. Teknologi itu menguraikan, membersihkan, dan tidak mengendapkan. Kimia pun terurai sehingga tidak ada endapan lain, sedangkan logam dalam limbah teroksidasi sehingga logam dapat diambil untuk kemudian didaur ulang atau dikirim ke pusat pembuangan. Hasilnya, air menjadi bersih, dan dengan pemfilteran dapat digunakan kembali.
Pengolah limbah itu bisa dipasang sebagai instalasi dengan luasan lahan hanya sepertiga dibandingkan dengan pengolah limbah cair lainnya; dibuat dalam bentuk unit bergerak, atau dicangkokkan ke pengolah limbah yang sudah ada. Oxyde mobile itu sedang dalam proses paten. Anto memperkenalkan temuannya itu dengan penuh perjuangan. Apalagi teknologi yang dipakainya itu tidak dikenal di dalam negeri.
"Masih banyak yang menggunakan teknologi dari luar yang mahal, atau industri dari luar membawa sendiri teknologinya. Teknologi ini di luar (negeri) juga masih dalam penelitian. Kita sebetulnya telah mendahului untuk memproduksinya," ujar pria yang penemuannya, yakni reaktor air berozon, sudah dipatenkan di Departemen Kehakiman pada 2003.
Saat ini produknya itu sudah digunakan di sebuah pabrik dan bekerja memuaskan. Dia juga sedang menjajaki penggunaan pengolah limbahnya bagi rumah sakit daerah. Sudah ada yang mulai berminat. Dia berharap negeri ini menerima karyanya.
Sumber : Kompas, Rabu, 3 Mei 2006
Jun 18, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment