Jun 20, 2009

Anong Naeni : Anong, Empu Gitar dari Bandung

Anong, Empu Gitar dari Bandung
Oleh : Yenti Aprianti

Anong Naeni (72) rajin menabungkan keping-keping uang sebagai modalnya melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk menyebarkan pengetahuannya tentang pembuatan gitar kepada para perajin gitar.

Lelaki anak tukang angkut sampah ini masih rajin membaca buku-buku berbahasa asing untuk mendapat pengetahuan terbaru cara membuat gitar.

Anong lahir di Bandung sebagai anak tukang angkut sampah. Ayahnya selalu berangkat bekerja dengan baju sobek. Namun, di dalam kesengsaraan hidup, ayahnya selalu berpesan agar anak-anaknya hidup jujur.

Maka, perih hati Anong saat atasannya meminta ia berbohong. Lulus dari Sekolah Teknik Menengah (STM) jurusan bangunan di Bandung pada tahun 1940-an, Anong bekerja sebagai pengawas bangunan. Ternyata di bidang ini ia tidak dapat hidup tenang.

Saya sering diminta mengubah perbandingan satu takar semen dan tiga takar pasir menjadi satu takar semen dan lima takar pasir, kata Anong, yang sempat menjadi pengawas pembangunan gedung Bumi Sangkuriang, SMAN 1 Bandung, dan beberapa gedung lama di daerah Dago.

Padahal, sepanjang hidupnya Anong amat percaya, kerja keras dan kejujuranlah yang menjadi keran rezeki Tuhan baginya. Anong sudah bekerja sejak kelas empat Sekolah Dasar. Saat itu ia menjadi perajin cincin dan gelang dari aluminium di rumah tetangganya.

Sejak sekolah lanjutan tingkat pertama ia sudah membiayai pendidikannya sendiri hingga di tingkat universitas. Anong pernah kuliah Ilmu Kimia di sebuah universitas di Jalan Dr Radjiman, Bandung, yang sudah ia lupa namanya. Gajinya sebagai pengawas bangunan waktu itu tidak cukup untuk membayar uang kuliah dan akhirnya Anong berhenti.

Anong mulai mencari pekerjaan yang tidak memintanya berbohong. Ia beralih profesi sebagai pembuat gitar. Saat masih remaja Anong sering main gitar bersama teman-temannya. Kayu ia dapat dari peti teh buatan China yang ia beli di toko-toko.

Pembuat gitar tidak bisa korupsi. Jika korupsi, kualitas gitarnya buruk dan tidak enak dimainkan, kata Anong, yang kini ahli juga membuat alat-alat musik berdawai lainnya seperti biola, cello, dan bass.

Teman-teman Anong sering memesan gitar. Jika gitar telah selesai, Anong tidak memasang tarif, ia hanya memberikan perincian biaya pembuatan gitar. Soal upah, terserah kerelaan pemesan, ujar Anong.

Dengan hati

Tahun 1957 bersama temannya dia mendirikan industri gitar bermerek Genta. Anong mengajari para calon-calon perajin gitar hingga mereka mahir membuat sebuah gitar dengan kualitas yang baik. Jika ada anak didiknya selalu membuat kesalahan yang sama padahal sudah diperingatkan berkali-kali, Anong menyarankan agar anak tersebut mencari pekerjaan lain.

Membuat gitar harus dengan hati. Kalau dia teruskan, hidupnya akan sakit, kata Anong, yang berhenti dari Genta pada tahun 1982. Ia kemudian bekerja di industri gitar Allergo dan kini di Secco.

Meskipun penghasilannya hanya sedikit, kakek tujuh anak, 14 cucu, dengan empat buyut ini selalu mengumpulkan uang meski hanya satu rupiah. Uang tersebut digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. Sisanya sebagai modal untuk belajar mendalami gitar dan mengajarkan pembuatan gitar pada orang lain.

Suami dari Amas Supiah (65) ini pernah belajar gitar ke seorang ahli dari Jerman yang menetap di Malang. Ia bekerja sebagai perajin di studio orang tersebut, dua minggu kemudian ia pulang.

Dengan uang sedikit, ia juga pernah tinggal di Solo membagikan ilmunya membuat gitar pada beberapa perajin. Setelah bisa mandiri dan menghasilkan gitar yang kualitasnya lebih baik, Anong pulang kembali ke Bandung.

Sampai kini Anong yang bisa berbahasa Inggris dan Belanda ini masih mendalami pembuatan gitar dari buku-buku impor berbahasa asing karena buku pembuatan gitar berbahasa Indonesia hampir tidak ada.

Kini gitar-gitarnya sudah digunakan oleh pemusik-pemusik terkenal, dua di antaranya Sawung Jabo dan Iwan Fals.

Saya ingin gitar saya dikritik agar saya bisa perbaiki dan pemiliknya puas. Saya ingin mereka tidak hanya memakai gitar buatan saya hanya satu atau dua tahun, setelah itu ganti dengan yang lain, kata kakek yang tinggal di rumah sempit di sebuah gang di Kecamatan Coblong, Bandung, ini.

Sebagai pembuat gitar, Anong berharap bisa membuat gitar dengan kayu dari Indonesia. Selama ini kayu untuk bagian atas gitar menggunakan kayu yang diimpor dari negara subtropis. Untuk mewujudkan cita-citanya, ia terus mempelajari gitar dari berbagai literatur berbahasa asing.

Sumber : Kompas, Sabtu, 12 November 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks