Jun 26, 2009

Anne Pellowski, Mendongeng Sepanjang Hayat

Anne Pellowski, Mendongeng Sepanjang Hayat
Oleh : Susi Ivvaty

Mengapa Udang Bengkok? Cerita rakyat Kalimantan itu menjadi menarik ketika dikisahkan Dr Anne Pellowski (72) dengan media wayang beber kontemporer. Cerita yang ditulis kembali oleh Ketua Kelompok Pecinta Bacaan Anak Murti Bunanta ini terbukti bisa dimengerti anak-anak meski dibawakan dalam bahasa Inggris dan diindonesiakan oleh penerjemah. Setidaknya, anak-anak itu tertawa ketika ada bagian cerita yang lucu.

Bagi pendongeng dari New York, Amerika Serikat, itu, media atau alat peraga sangat penting. Hal itu tampak saat dia mendongeng di hadapan anak-anak saat berlangsung Festival Mendongeng Ke-6, Sabtu (23/7/2005) di Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Selain untuk menarik perhatian, alat peraga yang variatif dan berwarna-warni itu juga memudahkan anak memahami isi cerita.

Anne yang telah melanglang ke 115 negara itu pun sampai ke Indonesia dan langsung jatuh cinta pada wayang beber ketika pertama kali mempelajarinya sembilan tahun lalu.

Saya menggunakan banyak sekali alat peraga, seperti kertas, tali, gambar, tanaman, kain, juga boneka kayu. Wayang beber saya anggap sebagai salah satu peraga yang sangat menarik. Wayang ini ada sejak zaman dulu, tetapi saya membuat desain dan ceritanya dengan versi modern, papar penulis 19 novel dan buku tentang anak ini.

Cara Anne memainkan wayang beber tidak berbeda dari para pengrawit di zaman Majapahit. Cerita dituangkan dalam beberan atau bentangan kain yang digulung. Saat bercerita, beberan dibuka sedikit demi sedikit. Jika sudah dimainkan, beberan digulung lagi.

Pendongeng berdarah Polandia kelahiran Pine Creek, Wisconsin, 28 Juni 1933, itu datang ke Indonesia untuk menyemarakkan Festival Mendongeng Ke-6 dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2005 yang digelar Kelompok Pecinta Bacaan Anak di BBJ, 23-26 Juli.

Sebelumnya, Anne juga sempat mendongeng untuk anak-anak miskin di Tangerang. Padahal, pada saat bersamaan, lulusan College of Saint Teresa, Winona, Minnesota, yang memperoleh gelar doktornya di Columbia University, New York, ini seharusnya menerima Lifetime Achievement Award for Story Telling di Chicago. Anne hanya meninggalkan video rekaman pidatonya pada acara penghargaan itu.

Tuturnya, Mendongeng di sini (Indonesia) lebih penting daripada menerima penghargaan. Tidak mungkin, kan, melihat anak-anak itu lewat surat elektronik. Saya harus langsung melihat bagaimana mereka ketika didongengi.

Dekat dengan anak-anak

Anne lahir dan tumbuh bersama keluarga besarnya di lingkungan pedesaan. ”Saya sendiri tidak menikah, tetapi bisa dekat dengan anak-anak karena mempunyai 17 keponakan dan 32 cucu dari enam saudara kandung saya, ha-ha,” paparnya.

Mulai berkecimpung dalam dunia mendongeng sejak tahun 1955, ketertarikannya pada dunia dongeng tumbuh ketika kuliah dan berlanjut setelah 10 tahun bekerja di New York Public Library. Anne juga menjadi konsultan perpustakaan anak dan mengajar pembuatan buku materi serta buku kain untuk mendongeng di berbagai negara.

Anne dipercaya menjadi duta United Nations Children's Fund (Unicef) untuk soal dongeng, dan bekerja paruh waktu untuk sejumlah organisasi internasional, seperti United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), dan International Board on Books for Young People selama 15 tahun terakhir.

Setelah 50 tahun mendongeng, Anne mengaku cenderung menyukai cerita rakyat. Cerita rakyat kebanyakan berisi kisah manusia, dan itu sangat disukai anak-anak selain karena banyak petuahnya, katanya.

Terus mendongeng

Bagi Anne, bekerja dengan anak-anak sangat nikmat, apalagi jika bisa membahagiakan mereka dengan dongengannya. Dia memiliki filosofi indah. Saya bahagia karena mereka bahagia, kata Anne.

Ketika berkeliling dunia untuk kepentingan apa pun, Anne selalu menyempatkan mendongeng tanpa minta bayaran. Kebanyakan saya mengunjungi negara miskin yang anak-anaknya tidak mempunyai akses pada buku. Jadi, saya bisa berbuat banyak untuk mereka, katanya.

Kendala bahasa bagi Anne bukanlah masalah, asalkan pendongeng bisa menyampaikan cerita dengan rasa. Namun, saya tetap belajar berbagai bahasa. Kadang saya pakai bahasa Spanyol, Perancis, Jerman, dan tentu Inggris. Kalau ceritanya sederhana, saya biasanya menyelipkan bahasa setempat, seperti bahasa Indonesia, paparnya.

Di usia yang telah senja, Anne masih ingin terus mendongeng. Musim gugur tahun ini dia berencana berkeliling Amerika Serikat. Cerita apa lagi, Anne?

Saya akan tunjukkan wayang beber kepada anak-anak di AS, ujarnya mantap.

Sumber : Kompas, Selasa, 26 Juli 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks