Dari Balon Udara ke Fisika
Oleh : Kris R Mada
Andy Oktafian Latief maklum bila China tetap menjadi juara umum di Olimpiade Fisika Asia VII di Almaty, Kazakhstan, 23 April-1 Mei 2006. Tim China dibina sejak kecil, sedangkan tim Indonesia dibina dalam waktu beberapa bulan saja.
Saya memang ingin menang. Cuma harus sadar diri bila melihat cara China membentuk tim olimpiadenya. Namun, itu sekaligus mendorong kami untuk berprestasi lebih baik," ungkap Andy yang meraih medali perunggu di Olimpiade Fisika Asia VII.
Beberapa peserta dari China mengaku, sebenarnya kemampuan mereka sama saja. Tim China bisa lebih baik karena latihan mereka lebih intensif. "Latihan mereka dibuat seperti sekolah biasa, tetapi pembinaan terhadap mereka dilakukan sejak sekolah dasar," tuturnya.
Itu berbeda dengan yang dialami Andy dan anggota Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Mereka masuk pemusatan latihan sejak Desember 2005 hingga April 2006. Hampir setiap hari mereka berkutat di dalam asrama saja. Siang di lantai satu, mengerjakan berbagai macam soal. Malam, istirahat di lantai dua. "Sekali-sekali kami bermain komputer," tutur Andy.
Balon udara
Ketertarikan putra sulung dari tiga anak pasangan Abdul Latief (dosen Akademi Perawat di Pamekasan) dan Nur Rahma yang bidan ini pada Fisika dimulai sejak usia empat tahun. Saat itu ia kerap bermain balon udara yang dibuat dari kantong plastik dan di bawahnya diberi lilin.
"Saya heran kenapa ada benda seperti itu. Kakek saya menyebutkan, itu bisa dijelaskan melalui Fisika. Sejak itu saya ingin sekali belajar Fisika," ungkap Andy yang lahir di Pamekasan, Madura, 3 Oktober 1988.
Keinginan belajar Fisika mendorongnya menyukai pelajaran IPA saat masih SD. Meski belum spesifik, ia mulai berkenalan dengan Fisika lewat serangkaian pelajaran IPA di SD. "Fisika sangat sehari-hari karena hampir semua kejadian bisa dijelaskan lewat ilmu itu. Hujan, panas, dingin bisa dijelaskan dengan Fisika," paparnya.
Di SMP, ia semakin memuaskan keinginan belajar Fisika karena pelajaran itu sudah menjadi mata pelajaran sendiri. Tetapi, ia tidak tertarik belajar Fisika dengan versi gurunya. Ia berusaha mencari penyelesaian berbeda untuk setiap soal Fisika yang diberikan guru.
"Saya yakin ada banyak teori untuk menyelesaikan satu persoalan. Kalau hanya berpegang pada satu teori, malah tidak berkembang. Pelajaran juga jadi tak menarik kalau membahas satu saja," tuturnya.
Ketertarikan dan kecemerlangan Andy dalam pelajaran Fisika membuat ia diikutkan pada Olimpiade Fisika tingkat SMP se-Jawa Timur.
Saat masuk ke SMAN 1 Pamekasan, ia makin sering ikut pertandingan Fisika. Tidak hanya di Surabaya, ia juga bertanding di Yogyakarta. Namun, pertama ikut pertandingan tingkat SMA, ia gagal meraih juara.
Andy hanya mendapat peringkat empat. Untuk ikut seleksi tingkat nasional, harus meraih juara pertama. "Saya gagal karena tidak menguasai kalkulus. Padahal, itu termasuk materi pertandingan," ungkapnya.
Di bawah bimbingan Purwadi Bambang R, guru Fisika SMAN 1 Pamekasan, ia intensif mempelajari berbagai materi Fisika. "Saya paling suka relativitas. Bidang itu mengandung banyak misteri dibandingkan dengan bidang lain," paparnya.
Kelas II SMA, ia ikut pertandingan Fisika lagi dan harus mulai dari tingkat kabupaten, seperti tahun sebelumnya. Dari tingkat kabupaten hingga tingkat provinsi, ia selalu meraih juara pertama sehingga diutus ke pertandingan tingkat nasional. Pada Olimpiade Fisika Indonesia tingkat nasional, September 2005, ia meraih medali perunggu.
Medali itu menjadi tiket Andy untuk ikut seleksi TOFI di Almaty. Ia harus bersaing dengan 29 peserta untuk memperebutkan delapan kursi di TOFI. Ia mendapat urutan tujuh dan lolos seleksi.
Sejak ikut pertandingan di tingkat kabupaten, ia jarang sekolah dan pulang ke rumah. Untung ia harus ikut ujian nasional (UN) pada 16-18 Mei sehingga ada kesempatan pulang. Lima bulan ia tidak mengikuti sekolah. Semua ketinggalan itu harus dia kejar hanya dalam waktu tiga hari. Ia tiba di Pamekasan Sabtu malam dan Selasa sudah harus ujian.
Di antara tiga soal mata pelajaran UN, ia merasa paling sulit mengerjakan Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dan Matematika mudah dia jawab. "Jawaban untuk soal Bahasa Indonesia banyak yang mirip. Berbeda dengan Bahasa Inggris dan Matematika yang pasti jawabannya," tuturnya.
Selepas UN, ia hanya sempat seminggu bersantai di rumah, lalu harus kembali ke pemusatan latihan TOFI di bawah bimbingan Prof Dr Yohanes Surya selaku Ketua TOFI. Ia akan kembali turun di Olimpiade Fisika Internasional di Singapura, Juli mendatang. "Setelah itu saya tidak tahu apakah bisa pulang lagi ke rumah atau tidak. Soalnya saya harus mempersiapkan kuliah di UI," ujar Andy.
Ia memilih UI dengan pertimbangan ada ahli Fisika partikel di sana, Terry Mart. Setelah relativitas, ia menyukai Fisika partikel. "Banyak tantangan di sana dan banyak kesempatan untuk berkembang," katanya.
Ia sudah dijanjikan beasiswa untuk delapan semester. Namun, ia belum tahu apakah nanti akan mendapat bantuan uang masuk kuliah atau tidak.
Sumber : Kompas, Jumat, 2 Juni 2006
Jun 17, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment