Jun 9, 2009

Andrzej Nusantara Wawrzyniak : Andrzej Wawrzyniak dan Keris Bung Karno

Andrzej Wawrzyniak dan Keris Bung Karno
Oleh : Mulyawan Karim

Andrzej Wawrzyniak adalah Direktur Museum Asia dan Pasifik di Warsawa sekaligus mantan diplomat Polandia yang menjadikan Indonesia sebagai tanah air kedua. Ia juga satu-satunya diplomat asing di Jakarta yang berani tetap berhubungan dengan Bung Karno setelah peristiwa G30S di tahun 1965.

"Ayo masuk. Silakan duduk," Andrzej Wawrzyniak (75) bertutur dalam bahasa Indonesia yang fasih sambil menampilkan keramahan ala Melayu saat Kompas dan beberapa wartawan Indonesia lain berkunjung ke museum sekaligus tempat tinggalnya di Jalan Solec, Warsawa, pertengahan Desember 2006.

Aroma Timur langsung tercium saat memasuki ruang kerjanya yang sesak dengan patung, topeng, dan benda kebudayaan lain dari berbagai negara Asia, termasuk Indonesia. Sebuah tongkat dukun Batak dari kayu hitam berukir tergantung di sudut ruangan seluas sekitar 20 meter persegi itu.

Terlahir sebagai Andrzej Wawrzyniak, dia kemudian mengimbuhkan kata "Nusantara" di antara nama depan dan nama keluarganya. Dengan begitu, nama lengkapnya menjadi Andrzej Nusantara Wawrzyniak, seperti tercetak di kartu namanya.

"Tahu, siapa yang memberi nama itu? Bung Karno!" kata Andrzej. Andrzej yang berkemeja batik mengaku, saat jadi diplomat Polandia di Jakarta pada tahun 1961 hingga 1971 ia punya hubungan sangat dekat dengan Presiden Soekarno.

Mungkin terkesan pada Andrzej yang menunjukkan minat besar terhadap kebudayaan Indonesia, Soekarno lalu memberi nama julukan berbau Indonesia kepada diplomat Polandia itu.

"Saat pertama datang di Indonesia, saya sama sekali tak bisa berbahasa Indonesia. Percaya, tidak, guru saya adalah Bung Karno sendiri," papar Andrzej. Sebagai diplomat, waktu itu ia diwajibkan menemui Presiden Indonesia dua atau tiga kali sepekan. Kesempatan itu dimanfaatkan Andrzej belajar bahasa Indonesia kepada Bung Karno.

Hubungannya dengan Bung Karno kian akrab dan berlanjut sampai bertahun-tahun setelah peristiwa Gerakan 30 September yang berujung pada jatuhnya Bung Karno dari kursi kepresidenan.

"Sayalah satu-satunya diplomat asing yang terus berhubungan dengan Bung Karno saat beliau ditahan rumah dan sakit-sakitan, sampai akhirnya wafat pada Juni 1970," kenang Andrzej. "Situasi politik membuat hampir tak ada orang asing berani berhubungan dengan Bung Karno."

Diplomat karier

Dilahirkan di Warsawa pada tahun 1931, Andrzej pada usia 16 tahun mulai belajar di Sekolah Pelayaran Polandia dan merintis karier sebagai pelaut. Ia mulai jatuh hati pada keindahan alam Asia setelah berlayar ke negeri-negeri Timur pada tahun 1949.

Setelah itu, Andrzej tertarik menjadi diplomat. Sambil bekerja dari satu kapal ke kapal lain, Andrzej mengikuti pendidikan di sekolah dinas luar negeri di Warsawa. Pada tahun 1956 ia mulai menjadi pegawai Kementerian Luar Negeri Polandia.

Penugasan luar negeri pertamanya adalah sebagai kepala bagian di Perwakilan Polandia dalam Komisi Pengawasan dan Pengendalian Internasional di Vietnam (1956-1960), kemudian sebagai Atase Kebudayaan Polandia di Indonesia (1961-1965). Pada 1967-1971 Andrzej kembali menempati pos Jakarta sebagai Wakil Duta Besar dan Kuasa Usaha Polandia.

Dalam 22 tahun berikutnya, sebagai diplomat, Andrzej bertugas di sejumlah negara Asia, termasuk Laos dan Nepal. Hanya Indonesia-lah yang ia anggap sebagai tanah air keduanya.

Kolektor benda seni

Hobinya mempelajari kebudayaan asing membuat Andrzej rajin mengumpulkan berbagai barang khas dari setiap negara tempatnya bertugas. Benda-benda itu menjadi koleksi besar benda seni dan artefak kebudayaan Asia, khususnya Indonesia. Andrzej kemudian juga dikenal sebagai orientalis yang pakar soal masyarakat dan budaya Timur.

Koleksi milik Andrzej disebut-sebut sebagai koleksi benda seni dan kebudayaan Indonesia terbesar di dunia yang dimiliki pribadi. Selama sembilan tahun bertugas di Indonesia, ia mengumpulkan mulai dari senjata tradisional, topeng, kain adat, wayang, ukiran kayu, sampai lukisan kontemporer.

Pada tahun 1973, seluruh koleksi yang berjumlah lebih dari 3.000 dihibahkan Andrzej kepada Pemerintah Polandia yang kemudian mendirikan Museum Kepulauan Nusantara. Andrzej diangkat sebagai direktur dan kuratornya untuk seumur hidup.

Meski pada tahun 1976 nama museum diubah menjadi Museum Azji I Pacyfiku alias Museum Asia dan Pasifik karena ada tambahan koleksi benda dari negara-negara lain di Asia-Pasifik, tetapi koleksi barang asal Indonesia tetap dominan.

Di antara koleksi pribadinya adalah sekitar 400 bilah keris. Salah satunya keris sependek 20 cm dengan lebar seperti keris normal. Menurut Andrzej, keris itu awalnya keris biasa yang kemudian dipotong pemiliknya.

"Ini keris Bung Karno," kata Andrzej yang sambil menarik dengan khidmat keris itu dari sarung kayunya.

Menurut Andrzej, keris itu hadiah dari Bung Karno yang diberikan hanya dua pekan sebelum wafat, 21 Juni 1970. Keris dibawa ke tempat tinggal Andrzej di Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat, oleh putri Bung Karno, Sukmawati.

"Ini bukan keris biasa. Ini jimat yang selalu melindungi saya dari bahaya dan selalu saya bawa ke mana pun pergi," kata Andrzej seraya menyusupkan lagi keris Bung Karno ke dalam warangkanya, mencium dengan takzim, sebelum menyimpannya kembali.

Sumber : Kompas, Kamis, 4 Januari 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks