Bang Ali, Beratnya Membina Kota
Oleh : Nawa Tunggal
Penghargaan Bank Dunia atas prakarsa proyek perbaikan kampung di Jakarta, di mata Ali Sadikin—mantan Gubernur DKI Jakarta (1966-1977)—bukan menjadi sesuatu hal untuk dibanggakan. Akan tetapi, momentum itu justru untuk mengingatkan kepada semua pihak bahwa membina kota sekarang ini jauh lebih berat!
Presiden Bank Dunia James D Wolfensohn menyebut Ali Sadikin, yang genap berusia 80 tahun pada 7 Juli ini, sebagai seorang yang berkomitmen memperbaiki kehidupan masyarakat kecil.
Wolfensohn pada 19 Oktober 2004 memberikan penghargaan kepada Ali Sadikin atas prakarsa proyek perbaikan kampung di Jakarta, meskipun penghargaan itu sudah berselang 35 tahun mengingat proyek tersebut dicanangkan pada tahun 1969. Proyek ini kemudian populer disebut sebagai Proyek MHT, singkatan dari Muhammad Husni Thamrin.
Ketika mewawancarai Ali Sadikin, yang akrab dipanggil Bang Ali, beberapa hari setelah menerima penghargaan Bank Dunia, seperti biasa ia berbicara lugas. Bahkan, gaya bicaranya tetap meledak-ledak.
Ketika ditanyakan, apa makna penghargaan dari Bank Dunia, Bang Ali segera menukas, "Penghargaan Bank Dunia itu mengingatkan bahwa membina kota sekarang ini jauh lebih berat!"
Bang Ali terdiam sejenak, tetapi segera menguraikan pemikirannya dengan panjang-lebar.
"Coba, bayangkan! Kita bicara soal data terlebih dahulu. Pada zaman pemerintahan Belanda, Kota Jakarta dirancang hanya untuk ditinggali 800.000 penduduk. Ketika saya masuk (menjabat Gubernur Jakarta, dilantik Presiden Soekarno pada April 1966), jumlah penduduk sudah mencapai 3,5 juta jiwa. Waktu saya meninggalkan (tidak lagi menjadi gubernur, tahun 1977), penduduknya menjadi 5,5 juta jiwa," ujarnya.
Bang Ali membandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta sekarang yang mencapai sekitar 10 juta jiwa. Bahkan, ada yang menyebutkan, jumlah penduduk Jakarta 12 juta jiwa pada siang hari.
"Ngerti, nggak?" tiba-tiba Bang Ali balik bertanya. Mengejutkan!
Pertanyaan "ngerti, nggak?" itu wajib dijawab, sebab Bang Ali menunggu jawaban.
Setelah lawan bicaranya menyampaikan isyarat tanda mengerti, Bang Ali melanjutkan kembali penjelasannya.
Bang Ali mengutarakan, di balik data jumlah penduduk Jakarta dari waktu ke waktu, akhirnya sekarang mendatangkan persoalan-persoalan sosial di Jakarta.
"Dibandingkan waktu saya dulu, persoalan sosial perkotaan di Jakarta sekarang lebih sulit diatasi. Over populasi sekarang telah merusak Jakarta!" ungkap Bang Ali di rumah kediamannya yang teduh di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat.
Disiplin dan tegas
Bang Ali terlahir dari keluarga bangsawan Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1926. Ayahnya pegawai Dinas Pertanian/Perkebunan di Sumedang yang selalu mengajarkan disiplin dan sikap tegas.
Tidak mengherankan, ketika Ikatan Alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada 9 Mei 2005 menganugerahkan penghargaan kepada Bang Ali sebagai Guru Bangsa. Penghargaan ini memang patut, jika dilihat hasil karyanya selama menjabat Gubernur Jakarta.
Ketika mencanangkan Proyek Perbaikan Kampung MHT, denyut Jakarta sebagai perkampungan besar tumbuh menuju kota metropolitan. Napas Bang Ali menumbuhkan pembenahan infrastruktur perkampungan menjadi perkotaan bertumpu pada pemenuhan kebutuhan penduduk kota yang beragam. Tidak sekadar tercermin dari pembangunan jalan, jembatan penyeberangan, pasar, sekolah, atau puskesmas. Namun, kerindangan Jakarta sekarang juga bagian dari karya Bang Ali.
Selain itu, untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat kota di Jakarta pada masa Bang Ali saat itu, lahir pula Lembaga Bantuan Hukum, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jaya, Dewan Kesenian Jakarta, Institut Kesenian Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi, dan Akademi Jakarta.
Juga sarana publik berupa Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang dan Taman Margasatwa Ragunan, serta Taman Impian Jaya Ancol.
Menengok kiprah Bang Ali, sejarah memang patut mencatatnya sebagai putra bangsa yang sangat berjasa. Pada usia relatif muda, 40 tahun, Bang Ali memimpin Kota Jakarta menjadi gubernur dalam rentang 11 tahun.
Karier Bang Ali ini diawali di bidang militer sebagai perwira TNI Angkatan Laut (AL). Pada 17 Agustus 1945 ia berpangkat Letnan Muda Korps Komando Operasi (KKO) TNI AL.
Berturut-turut sejarah kepangkatannya sebagai Letnan KKO (1951), Kapten KKO (1955), Mayor KKO (1957), Letnan Kolonel KKO (1959), Kolonel KKO (1960), Brigadir Jenderal KKO (1961), Mayor Jenderal KKO (1962), dan pangkat terakhir, Letnan Jenderal KKO (1970).
Jabatan penting yang pernah diemban sebagai Menteri Perhubungan Laut (13 November 1963-27 Agustus 1964) pada Kabinet Kerja. Sebagai Menteri Koordinator Kompartemen Maritim (27 Agustus 1964-22 Februari 1966), dan Menteri Perhubungan Laut (24 Februari 1966-28 Maret 1966) pada Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan.
Kini, dalam usia senjanya Bang Ali tetap tak kenal lelah mencurahkan perhatiannya demi perbaikan Jakarta. Bang Ali senantiasa memberi masukan kepada penjabat Gubernur DKI, termasuk Sutiyoso (1997- 2007). Bang Ali memang menjadi penasihat Sutiyoso.
Sumber : Kompas, JUmat, 7 Juli 2006
Jun 16, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment