Jun 18, 2009

Abhisit Vejjajiva : Pemerintah Harus Dikoreksi

Abhisit: Pemerintah Harus Dikoreksi
Oleh : Simon Saragih

Tak jarang rakyat memprotes korupsi, kebijakan pemerintahan yang ”tulalit”, dan lainnya. Namun, tidak selamanya protes itu membuahkan hasil. Protes pun berhenti sendiri. Bisa jadi karena pemerintahan yang dicecar itu memang tak peduli kepada rakyat, bisa juga karena ada ”dame-dame di atas”. Nah, Abhisit Vejjajiva (42), politisi muda Thailand, menghindari itu.

Sikap Abhisit itu jugalah yang membuat Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra kerepotan. Thaksin menghadapi seorang figur yang lagi naik daun, sebagaimana ditulis Bangkok Post, edisi 27 Februari lalu.

Thaksin menghadapi figur yang punya talenta dan kemampuan. Demikian majalah Asiaweek pada edisi 5 November 1999 menjuluki Abhisit yang mengantongi sarjana muda bidang politik dan master di bidang ekonomi, dari Oxford University, Inggris.

Pada pertemuan dengan Thaksin hari Senin (27/2/2006), Ketua Partai Demokrat Thailand itu bersama Ketua Partai Bangsa Thailand (Hart Thai) Banharn Silpa-Archa dan Ketua Partai Mahachon Sanan Kachornprasart meminta Thaksin mundur. Abhisit mengatakan pemilu 2 April tidak akan menyelesaikan kisruh politik.

Thaksin sudah membubarkan parlemen akibat tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Thaksin ingin menyerahkan kepada rakyat, apakah masih menginginkan dia atau tidak lewat pemilu itu.

Namun, Abhisit bersama dua rekannya menolak pemilu. Mengapa? ”Pemilu adalah keinginan Thaksin dan hasilnya akan sesuai dengan harapan Khun Thaksin,” kata Abhisit.

Thaksin diduga kuat akan memenangi pemilu karena persiapan Thai Rak Thai (partai Thaksin) yang lebih memadai, punya uang banyak dan kontrol pemerintahan. Thaksin berharap pemilu akan mengakhiri semua tuduhan kecurangan kepadanya, dan jika ia menang, akan ongkang-ongkang kaki di singgasana karena terpilih secara demokratis.

Demokrasi semu

Bagi Abhisit, demokrasi tak selesai hanya dengan kelangsungan pemilu. Ia adalah politisi yang tidak menginginkan pemerintahan otoriter. Sistem harus terbentuk untuk membuat pemerintah bisa dikoreksi.

”Seorang pemimpin dan pemegang kekuasaan harus mempraktikkan cara-cara pemerintahan yang baik dan lepas dari konflik kepentingan, sebuah tuntutan relevan pada sistem perekonomian sekarang,” katanya.

”Pelaksanaan pemilu hanyalah merupakan taktik Khun Thaksin untuk menghindari persoalan,” kata Abhisit, yang menyukai sepak bola, musik, dan mengagumi grup band Eagles, REM, dan Oasis. Kata khun, di Thailand biasa disisipkan di depan nama orang.

Sebelum pemilu, Thaksin harus mengubah konstitusi 1997, mengurangi jumlah parlemen yang dibutuhkan untuk bisa menyatakan mosi tidak percaya di parlemen. Berdasarkan konstitusi yang ada, minimal 200 anggota parlemen yang bisa melakukan itu. Thai Rak Thai menguasai 375 dari 500 kursi di parlemen.

Thaksin menolak perubahan konstitusi. Karena itu, oposisi memboikot pemilu. ”Kami ingin menghentikan pemerintahan yang menipu rakyat dan mencuri dari rakyat,” kata Abhisit sebagaimana diberitakan kantor berita Agence France Presse, Rabu (1/3).

Thaksin kini menghadapi batunya, karena Abhisit, yang setiap kata-katanya selalu dilandasi logika, argumentasi kuat, dan terukur, sebagaimana ditulis Associated Press. Pers pun menyukai Abhisit. ”Karena ia tak memiliki satu persamaan pun dengan Thaksin,” lanjut Bangkok Post.

Sejak kecil

Pria kelahiran Newcastle, Inggris, 1964, dan pernah mengecap pendidikan menengah di Kolese Eaton (tempat Pangeran William, calon Raja Inggris dididik), memang sudah terbiasa dengan politik sejak berumur 9 tahun.

Lewat televisi, putra satu-satunya dari seorang dokter ini menyaksikan kerusuhan politik di Thailand. Saat itu ia berpendapat bahwa urusan politik bukanlah urusan seseorang, tetapi semua pihak. ”Dunia politik membuka dunia baru dan saya pikir saya harus menjadi bagian dari itu,” kata Abhisit yang juga sering tampil pada seminar-seminar internasional.

Pilihannya jatuh pada Partai Demokrat adalah sebuah kebetulan. Ia bertemu dengan seorang anggota parlemen muda dari Partai Demokrat saat berkunjung ke Inggris dan berfoto bersama. Parlemen muda itu adalah Chuan Leekpai, yang kemudian menjadi PM Thailand.

Setelah menyelesaikan studi di Inggris dan sebelum memasuki dunia politik praktis, ia adalah seorang dosen ekonomi di Akademi Militer Kerajaan Chulachomklao dan juga dosen di Thammasat University. Setelah itu, ia mencalonkan diri menjadi anggota parlemen untuk Partai Demokrat.

Ia berkesempatan lagi bertemu Chuan saat dia terpilih sebagai anggota parlemen (termuda sepanjang sejarah parlemen Thailand) dari wilayah Bangkok pada Maret 1992.

Politisi muda ini tampil sebagai pemimpin Partai Demokrat pada tahun 2005, partai politik tertua Thailand, setelah kekalahan memalukan dari Thai Rak Thai pada pemilu Februari 2005. Namun, ia bukan politisi pendatang baru meski masih muda.

Ia sudah pernah menjabat sebagai jubir Partai Demokrat. Ia menanjak ke jajaran pimpinan Partai Demokrat berkat reputasinya sebagai orang bersih.

Ia masuk ke dalam radar pantauan PM Thailand Chuan Leekpai dan kemudian Abhisit malah dijuluki sebagai ”Chuan Kecil” karena gaya dan cara berdebat yang terukur, yang menyerupai mentornya itu. Abhisit menikahi Pimphen Sakultapai, dokter gigi dan dosen di Chulalongkorn University. Pasangan itu memiliki seorang putra dan putri.

Sumber : Kompas, Jumat, 3 Maret 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks